Semakin Mencekam, Militer Myanmar Tembaki Warga Sipil di Upacara Pemakaman 114 Demonstran yang Tewas
Aparat keamanan Myanmar melepaskan tembakan di upacara pemakaman 114 demonstrans yang tewas dalam tindakan keras terburuk pada gelombang aksi protes.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Theresia Felisiani
Pertumpahan darah menarik kecaman negara-negara Barat.
Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar mengatakan tentara sedang melakukan "pembunuhan massal" dan menyerukan kepada dunia untuk mengisolasi junta dan menghentikan aksesnya ke senjata.
Kritik dan sanksi asing yang dijatuhkan oleh beberapa negara Barat sejauh ini gagal menggoyang para pemimpin militer, karena hampir setiap hari aksi protes di seluruh negeri sejak junta mengambil kekuasaan dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
"Kami salut kepada pahlawan kami yang mengorbankan nyawa selama revolusi ini dan kami harus memenangkan Revolusi ini," kata salah satu kelompok protes utama, General Strike Committee of Nationalities (GSCN), yang diposting di Facebook.
Baca juga: Serangan Bom Molotov di Markas Partai Aung San Suu Kyi di Myanmar
Pertempuran berat juga meletus antara militer dan sejumlah kelompok bersenjata etnis yang mengendalikan sejumlah negara bagian.
Sekitar 3.000 orang mengungsi ke negara tetangga Thailand setelah jet militer mengebom daerah yang dikendalikan oleh milisi Karen National Union (KNU) di dekat perbatasan, kata sebuah kelompok aktivis dan media lokal.
Dalam serangan udara oleh militer pada hari Sabtu, setidaknya tiga warga sipil tewas di sebuah desa yang dikendalikan oleh KNU, kata sebuah kelompok masyarakat sipil.
Milisi sebelumnya mengatakan telah menyerbu pangkalan militer di dekat perbatasan, menewaskan 10 orang.
Pertempuran juga meletus pada hari Minggu antara kelompok bersenjata lainnya, Tentara Kemerdekaan Kachin, dan junta militer di daerah penambangan giok Hpakant di utara.
Pasukan Kachin menyerang kantor polisi dan militer merespons serangan udara, lapor media Kachinwaves.
Tidak ada laporan korban jiwa.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk berkomentar tentang pembunuhan atau pertempuran.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin junta, mengatakan selama parade untuk menandai Hari Angkatan Bersenjata bahwa militer akan melindungi rakyat dan mengupayakan demokrasi.
Negara-negara barat termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Uni Eropa kembali mengutuk tindakan kekerasan militer terhadap warga sipil.