Kelompok Militan Serang Mozambik, Mayat Tanpa Kepala Ada di Jalanan Kota
Pertempuran sengit dengan kelompok militan di Kota Palma, Mozambik meninggalkan jejak mayat tanpa kepala di jalanan pada Senin (29/3/2021).
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pertempuran sengit dengan kelompok militan di Kota Palma, Mozambik meninggalkan jejak mayat tanpa kepala di jalanan pada Senin (29/3/2021).
Pertempuran melibatkan kelompok militan dengan tentara, polisi, dan pasukan militer swasta di sejumlah lokasi.
Ribuan orang diperkirakan hilang dari kota itu, dikutip dari Associated Press.
Diperkirakan sekitar 70.000 orang ada di kota tersebut sebelum serangan dimulai Rabu lalu.
The Islamic State atau ISIS mengklaim menjadi dalang serangan berdarah pada Senin itu.
Baca juga: Negara-negara Afrika Terima 26 Jutaan Dosis Vaksin COVAX
Baca juga: Arab Saudi Tawarkan Rencana Gencatan Senjata kepada Militan Houthi Yaman
Pihaknya mengatakan serangan dilakukan ISIS di Provinsi Afrika Tengah, menurut kelompok pemantau ekstremis SITE.
Kelompok militan saat ini mengendalikan bank, kantor pemerintahan, pabrik, dan barak militer di Palma.
Lebih dari 55 orang termasuk tentara Mozambik, para warga, dan orang asing tewas.
Awal bulan ini Amerika Serikat menyatakan pemberontak Mozambik sebagai organisasi teroris.
Oleh karena itu, AS mengirim spesialis militer untuk membantu melatih militer Mozambik memerangi mereka.
Palma adalah pusat investasi multi-miliar dolar Total, perusahaan minyak dan gas yang berbasis di Prancis, untuk mengekstraksi gas alam cair dari lokasi lepas pantai di Samudra Hindia.
Deposit gas diperkirakan termasuk yang terbesar di dunia dan investasi oleh Total dan lainnya dilaporkan mencapai USD 20 miliar, salah satu yang terbesar di Afrika.
Baca juga: Arab Saudi Tawarkan Rencana Gencatan Senjata kepada Militan Houthi Yaman
Pertempuran di Palma menyebabkan Total mengevakuasi asetnya itu.
Pertempuran antara aparat dengan militan menyebar ke seluruh kota pada Senin.
"Ada pertempuran di jalanan, di kantong-kantong di seluruh kota," kata Lionel Dyck, direktur Dyck Advisory Group, perusahaan militer swasta yang disewa polisi Mozambik memerangi militan.
Kelompok Dyck memiliki beberapa helikopter tempur di Palma yang telah digunakan untuk menyelamatkan warga sipil yang terperangkap dan untuk melawan pemberontak.
"Orang-orang saya mengudara dan mereka terbagi dalam beberapa kelompok kecil dan melibatkan satu kelompok yang cukup besar," kata Dyck.
"Mereka melakukan pertempuran untuk memulihkan beberapa polisi yang terluka. Kami juga telah menyelamatkan banyak orang yang terjebak, 220 orang pada hitungan terakhir."
Dia mengatakan mereka yang diselamatkan dibawa ke areal milik Total di semenanjung Afungi, Afrika Selatan.
Lebih lanjut Dyck menjelaskan bahwa para militan bersenjata lengkap dengan senapan otomatis AK-47, senapan mesin RPD dan PKM.
"Serangan ini bukanlah kejutan. Kami telah memperkirakan Palma akan didera saat hujan berhenti dan musim pertarungan dimulai, yaitu sekarang," katanya.
"Mereka memiliki takik dalam kemampuan mereka. Mereka lebih agresif. Mereka menggunakan mortir," jelas Dyck, menambahkan para militan itu menggunakan pakaian serba hitam.
Baca juga: Pengakuan Perusahaan Mozambik Soal Amonium Nitrat yang Meledak di Beirut: Kami Memesannya tapi . . .
Baca juga: Antisipasi Serangan Drone, Pusdik Kavaleri Pelajari Perang Azerbaijan-Armenia
"Sudah banyak pemenggalan. Tepat pada hari pertama, orang-orang kami melihat para pengemudi truk membawa jatah ke Palma. Mayat mereka di dekat truk. Kepala mereka putus," lanjutnya.
Dyck mengatakan tidak akan mudah bagi pemerintah Mozambik untuk mendapatkan kembali kendali atas Palma.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengutuk kekerasan di Palma, dimana dilaporkan telah menewaskan puluhan orang.
Pertempuran di Palma akan memperburuk krisis kemanusiaan di provinsi Cabo Delgado utara Mozambik, tempat pemberontak memulai serangan kekerasan pada 2017.
Pemberontakan dimulai dari beberapa kelompok pemuda yang tidak puas dan menganggur.
Mereka sekarang kemungkinan berjumlah ribuan, menurut para ahli.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)