Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Studi Ungkap Satu dari Tiga Penyintas Covid-19 Alami Gangguan Neurologis seperti Kecemasan

Studi yang diterbitkan pada Selasa (6/4/2021) di jurnal Lancet Psychiatry menunjukkan satu dari tiga penyintas Covid-19 mengalami kesehatan mental.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Studi Ungkap Satu dari Tiga Penyintas Covid-19 Alami Gangguan Neurologis seperti Kecemasan
Neuro Science
ILUSTRASI KECEMASAN - Sebuah studi yang diterbitkan pada Selasa (6/4/2021) di jurnal Lancet Psychiatry menunjukkan satu dari tiga penyintas Covid-19 mengalami kesehatan mental jangka panjang. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah studi yang diterbitkan pada Selasa (6/4/2021), di jurnal Lancet Psychiatry menunjukkan, satu dari tiga penyintas Covid-19 mengalami kesehatan mental jangka panjang.

Studi menjelaskan bahwa 34% orang yang sembuh dari Covid-19, menerima diagnosis kondisi neurologis atau psikologis dalam enam bulan pasca terinfeksi.

Diagnosa yang paling umum adalah kecemasan yang ditemukan pada 17% dari pasien yang dirawat.

Gangguan kecemasan diikuti kondisi mood yang tidak stabil yang ditemukan pada 14% pasien.

Baca juga: Lebih dari Setahun sejak Pandemi, Korea Utara Mengklaim Negaranya Masih Bebas Virus Corona

Baca juga: Pakar Bedah Saraf Siloam Hospitals Dampingi Tim Medis RSUD Jaya pura Lakukan Operasi Syaraf Kejepit

Efek neurologis yang lebih parah ditemukan pada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dibanding yang rawat jalan, jelas peneliti.

"Angka itu meningkat secara progresif seiring dengan meningkatnya keparahan penyakit Covid-19."

"Jika kita melihat pasien yang dirawat di rumah sakit, angka itu meningkat menjadi 39%," kata Maxime Taquet, rekan klinis akademis psikiatri di Universitas Oxford dan rekan penulis studi ini, dikutip dari CNN.

Ilustrasi corona virus (Covid-19)
Ilustrasi corona virus (Covid-19) (shutterstock)
Berita Rekomendasi

Peneliti mencatat bahwa studi ini menunjukkan bagaimana sistem perawatan harus terus membantu para penyintas Covid-19.

"Hasil kami menunjukkan bahwa penyakit otak dan gangguan kejiwaan lebih umum terjadi setelah Covid-19 daripada setelah flu atau infeksi pernapasan lainnya, bahkan ketika pasien dicocokkan dengan faktor risiko lain."

"Kami sekarang perlu melihat apa yang terjadi setelah enam bulan," jelas Taquet.

Dalam studi kali ini, peneliti mengamati bahwa orang dengan Covid-19 memiliki 44% peningkatan risiko penyakit neurologis dan kejiwaan dibandingkan dengan orang yang pulih dari flu.

Sebanyak 16% dari mereka lebih mungkin mengalami efek tersebut dibandingkan dengan orang dengan infeksi saluran pernapasan lainnya.

Sekitar satu dari 50 pasien Covid-19 mengalami stroke iskemik, yaitu bekuan darah yang memengaruhi otak.

Namun, Covid-19 tidak serta merta meningkatkan risiko spektrum penuh penyakit neurologis.

Dilansir Reuters, penelitian ini adalah yang terbesar dari jenisnya dan melibatkan lebih dari 230.000 catatan kesehatan pasien Covid-19 di Amerika. 

Para peneliti yang melakukan studi ini mengatakan tidak jelas bagaimana virus ini dikaitkan dengan kondisi kejiwaan.

Namun ini adalah diagnosis paling umum di antara 14 gangguan yang mereka temukan.

Kasus pasca Covid-19 seperti stroke, demensia, dan gangguan neurologis lainnya lebih jarang, kata para peneliti, tetapi masih signifikan, terutama pada mereka yang menderita Covid-19 parah.

"Meskipun risiko individu untuk sebagian besar gangguan kecil, efeknya di seluruh populasi mungkin besar," kata Paul Harrison, seorang profesor psikiatri di Universitas Oxford yang ikut memimpin penelitian tersebut.

Studi sebelumnya oleh peneliti yang sama tahun lalu, menemukan bahwa 20% penyintas Covid-19 didiagnosis gangguan kejiwaan dalam waktu tiga bulan.

Stres karena Lama Tinggal di Rumah

Dr. Musa Sami, profesor klinis psikiatri di Universitas Nottingham yang tidak terlibat dalam penelitian menyoroti perlunya penyelidikan lebih lanjut soal studi ini.

Terlebih bagaimana Covid-19 bisa memengaruhi otak dan sistem saraf.

"Stres psikologis, lama tinggal di rumah sakit, dan karakteristik penyakit itu sendiri mungkin berperan," katanya.

Salah satu penulis studi, profesor ilmu saraf dan kognitif Universitas Oxford, Masud Husain mengatakan, gejala psikologis lebih umum daripada komplikasi neurologis yang parah.

Salah satu studi pada Februari lalu kepada 381 pasien yang dirawat karena Covid-19 di sebuah rumah sakit di Roma, Italia menemukan bahwa 30% dari mereka mengalami gangguan stres pasca-trauma setelah pemulihan.

Ilustrasi vaksin Covid-19 dari Universitas Oxford dan AstraZeneca, diambil pada 17 November 2020.
Ilustrasi vaksin Covid-19 dari Universitas Oxford dan AstraZeneca, diambil pada 17 November 2020. (JUSTIN TALLIS / AFP)

Baca juga: TRIBUNNEWSWIKI - Mengenal Neuropati Perifer, Kerusakan Saraf Penyebab Nyeri dan Mati Rasa

Baca juga: Penelitian di Jepang: Gejala Malaise dan Sakit Kepala Lebih Sering Muncul Setelah Vaksinasi Kedua

Sebuah studi pada Desember lalu di jurnal Neurology: Clinical Practice menunjukkan bahwa Covid-19 dapat menyebabkan kejang dan gangguan gerakan.

Diketahui batasan studi Lancet Psychiatry adalah menggunakan data perawatan kesehatan para pasien dan bukan data penelitian, kata Paul Harrison, profesor psikiatri Universitas Oxford dan penulis utama studi tersebut.

Artinya bahwa diagnosis tidak ada, belum diselidiki sepenuhnya, atau salah.

Setidaknya penelitian ini memberikan gambaran menyeluruh tentang beban jangka panjang yang akan ditanggung penyintas Covid-19.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Berita lain terkait Virus Corona

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas