Pemerintah China Denda Jack Ma Rp Rp 41 triliun, Ini Pemicunya
Alibaba juga melanggar hak monopoli atas platform untuk kepentingan konsumen di China
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Raksasa teknologi cloud dan e-commerce, Alibaba Group tengah mendapat badai krisis usai dikenakan sanksi pemerintah China.
Pemerintah China melalui Presiden Xi Jinping menjatuhkan sanksi berupa denda yang nilai nominalnya bikin geleng-geleng kepala.
Perusahaan milik miliarder Jack Ma, itu didenda 18,23 miliar yuan atau sekitar Rp 41 triliun.
Sanksi itu dijatuhkan pada Alibaba lantaran penyelidikan kasus monopoli raksasa teknologi tersebut dinilai melanggar aturan pasar di negeri tirai bambu.
Mengutip pernyataan lembaga Administrasi Negara untuk Peraturan Pasar (SAMR), Sabtu (10/4/2021), Alibaba menyalahgunakan dominasi pasarnya di China.
Selain itu, Alibaba melanggar hak monopoli atas platform untuk kepentingan konsumen di China.
"Alibaba melanggar bisnis pedagang di platform-nya serta hak dan kepentingan yang sah dari konsumen," tulis laporan CNBC International, dikutip Minggu (11/4/2021).
Selain sanksi denda, regulator bisnis pemerintah China itu mewajibkan Alibaba untuk mengajukan pemeriksaan sendiri dan laporan kepatuhan ke SAMR selama tiga tahun. Atas sanksi berat dari China, pihak Alibaba mengklaim menerima keputusan ini dan belum berkeinginan mengajukan banding.
Baca juga: Dukung Kartu Prakerja, Alibaba Cloud Siapkan Infrastruktur Digital dan Siap Latih Talenta Terbaik
"Alibaba menerima hukuman dengan tulus dan akan memastikan kepatuhannya dengan tekad. Untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakat, Alibaba akan beroperasi sesuai dengan hukum dengan ketekunan yang tinggi, terus memperkuat sistem kepatuhannya, dan membangun pertumbuhan melalui inovasi," tulis pernyataan resmi pihak Alibaba.
Sebelumnya, penyelidikan kasus monopoli bisnis ini oleh Regulator China melakukan investigasi pada praktik bisnis Alibaba yang memaksa pedagang untuk memilih salah satu dari dua platform, alih-alih dapat bekerja dengan keduanya.
Regulator China ini menilai bahwa kebijakan "pilih satu" dan kebijakan lainnya memungkinkan Alibaba untuk meningkatkan posisinya di pasar dan mendapatkan keunggulan kompetitif yang tidak adil. Sehingga, praktik monopoli bisnis ini mematikan kompetitor yang bergerak di bidang usaha yang sama terutama e-commerce.