Jepang Minta Junta Militer Myanmar Bebaskan Jurnalis Yuki Kitazumi yang Ditahan
Jepang meminta Myanmar untuk membebaskan jurnalis Jepang Yuki Kitazumi yang ditangkap di rumahnya di Yangon.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO—Pemerintah Jepang mengatakan pada Senin (19/4/2021), pihaknya meminta Myanmar untuk membebaskan jurnalis Jepang Yuki Kitazumi yang ditangkap di rumahnya di Yangon.
Seperti dilansir Channel News Asia, Senin (19/4/2021), Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintahnya meminta pihak berwenang Myanmar untuk menjelaskan penangkapan itu dan meminta sesegera mungkin dibebeaskan.
"Kami akan terus meminta pihak Myanmar untuk membebaskannya, sambil melakukan yang terbaik untuk perlindungan warga Jepang di negara itu," kata Kato.
Baca juga: Pemerintah Jepang Minta Pemerintah Myanmar Melepas Segera Wartawannya
Sejauh alasan penangkapan dan penahanannya, kedutaan Jepang sedang berupaya mempelajari detail-detail itu."
BBC Myanmar mengutip seorang saksi yang mengatakan Kitazumi ditahan oleh junta milite pada Minggu malam. “Dia diminta untuk mengangkat kedua tangannya dan dibawa pergi dengan mobil,” katanya.
“Kitazumi belum dituntut dan para diplomat meminta izin untuk mengunjunginya di penjara,” kata seorang juru bicara kepada AFP pada hari Senin.
Ia menambahkan jurnalis Jepang itu telah dipindahkan semalam dari gedung pengawas polisi ke penjara Insein.
Insein dikenal karena menahan tahanan politik.
Kitazumi menjalankan perusahaan produksi media, Yangon Media Professionals, dan pernah menjadi jurnalis dengan harian bisnis Nikkei, menurut halaman Facebook-nya dan wawancara dengan media online.
Dia telah ditahan secara singkat pada akhir Februari oleh polisi saat meliput aksi protes pro-demokrasi di Myanmar, di mana militer menggulingkan pemerintahan terpilih 1 Februari lalu.
Jepang telah meningkatkan kritiknya terhadap tindakan keras lagi mematikan junta militer Myanmar terhadap warga sipil penentang kudeta.
Menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, 737 orang telah tewas karena tindakan brutal aparat keamanan sejak kudeta dan 3.229 ditahan.(Channel News Asia/BBC/AFP)