PBB: Jutaan Orang Terancam Kelaparan di Myanmar
Hingga 3,4 juta lebih rakyat Myanmar diprediksi akan kesulitan membeli makanan dalam tiga hingga enam bulan ke depan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, YANGON - Kerawanan pangan meningkat tajam di Myanmar setelah kudeta militer dan krisis ekonomi.
Kerawanan ini berpotensi membawa jutaan orang lebih akan mengalami kelaparan dalam beberapa bulan mendatang.
Hal itu disampaikan oleh Badan Program Pangan Dunia (WFP) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (22/4/2021), seperti dilansir Reuters.
Hingga 3,4 juta lebih rakyat Myanmar diprediksi akan kesulitan membeli makanan dalam tiga hingga enam bulan ke depan.
Baca juga: Lagi, Amerika Serikat Menjatuhkan Sanksi pada 2 Perusahaan yang Mendanai Junta Militer Myanmar
Daerah perkotaan akan memgalami dampak terburuk karena kehilangan pekerjaan meningkat dalam bidang manufaktur, konstruksi dan layanan dan harga pangan naik, analisis Program Pangan Dunia (WFP) menunjukkan.
"Semakin banyak orang miskin kehilangan pekerjaan mereka dan tidak mampu membeli makanan," kata direktur WFP Stephen Anderson dalam sebuah pernyataan.
"Respons bersama diperlukan sekarang untuk meringankan penderitaan segera, dan untuk mencegah kemerosotan yang mengkhawatirkan dalam ketahanan pangan."
WFP mengatakan harga pasar beras dan minyak goreng masing-masing telah naik sebesar 5% dan 18% sejak akhir Februari.
Para keluarga di ibukota komersial Yangon tidak bisa makan, makan makanan yang kurang bergizi, dan berutang.
Agensi berencana untuk memperluas operasi, tiga kali lipat menjadi 3,3 juta jumlah orang yang dibantu.
Seorang juru bicara junta Myanmar tidak segera menjawab panggilan telepon untuk meminta tangapannya terkait hal ini.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah sipil yang dipilih secara demokratis pada 1 Februari lalu dan itu menjerumuskan negara Asia Tenggara itu ke dalam kekacauan.
Militer bertindak brutal dan kejam dalam menindak aksi protes massa dan gerakan pembangkangan sipil nasional dengan kekuatan mematikan, dan menewaskan lebih dari 700 orang, kata sebuah kelompok pemantau.
Krisis telah membuat sistem perbankan terhenti, menutup banyak cabang, membuat bisnis tidak dapat melakukan pembayaran dan pelanggan tidak dapat menarik uang tunai.
Banyak orang bergantung pada pengiriman uang dari kerabat di luar negeri. Sebagian besar impor dan ekspor telah dihentikan dan pabrik telah ditutup.
Bank Dunia memperkirakan PDB Myanmar akan terkontraksi 10% pada 2021, pembalikan tren yang sebelumnya positif.
Sebelum kudeta, WFP mengatakan sekitar 2,8 juta di Myanmar dianggap tidak aman pangan. Pandemi virus corona juga berdampak pada ekonomi Myanmar.