Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aktivis Myanmar Kritik Konsensus ASEAN-Junta Militer, Berjanji Lanjutkan Aksi Protes

Aktivis pro-demokrasi Myanmar mengkritik kesepakatan antara pemimpin junta militer dan para pemimpin Asia Tenggara, mereka bakal terus unjuk rasa.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Aktivis Myanmar Kritik Konsensus ASEAN-Junta Militer, Berjanji Lanjutkan Aksi Protes
IST
ASEAN Leaders' Meeting (ALM), yang digelar di Jakarta, Sabtu, (24/4/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, YANGON - Aktivis pro-demokrasi Myanmar secara tajam mengkritik kesepakatan antara pemimpin junta militer dan para pemimpin Asia Tenggara (ASEAN).

Mereka berjanji  akan terus berunjuk rasa.

Seperti dilansir Reuters, Senin (26/4/2021), beberapa aksi protes terjadi di kota-kota besar Myanmar pada hari Minggu, sehari setelah pertemuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing di Indonesia mencapai konsensus untuk mengakhiri gejolak di Myanmar, tetapi tidak memberikan target waktu.

"Apakah itu ASEAN atau PBB, mereka hanya akan berbicara dari luar mengatakan 'jangan melawan tetapi bernegosiasi dan menyelesaikan masalah'. Tapi itu tidak mencerminkan situasi di lapangan di Myanmar," kata Khin Sandar dari kelompok aksi protes yang disebut Komite Kolaborasi Pemogokan Umum.

"Kami akan melanjutkan aksi protes," katanya kepada Reuters melalui telepon.

Baca juga: Pakar Hukum Internasional Apresiasi Lima Konsensus Pemimpin ASEAN Tentang Krisis Myanmar

Menurut pernyataan dari ketua ASEAN Brunei, konsensus dicapai di ibukota Indonesia Jakarta berupa lima poin - yakni mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus ASEAN, penerimaan bantuan dan kunjungan utusan ke Myanmar.

Konsensus lima poin tidak menyebutkan tahanan politik, meskipun pernyataan itu mengatakan pertemuan itu mendengar seruan untuk pembebasan mereka.

Berita Rekomendasi

Ketika pernyataan ASEAN pada hari Sabtu pekan lalu dikeluarkan di Jakarta, setidaknya tiga militer tewas dan beberapa terluka dalam bentrokan bersenjata dengan milisi lokal di kota Mindat di Myanmar barat, kata Organisasi Hak Asasi Manusia negara bagian Chin.

Milisi, yang dipersenjatai dengan senapan berburu, menyerang militer setelah beberapa demonstran ditangkap.

Baca juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Sambut Baik Seruan ASEAN Agar Junta Militer Akhiri Kekerasan

Para pemimpin ASEAN telah menginginkan komitmen dari Min Aung Hlaing untuk menahan pasukan keamanannya, yang menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) telah membunuh 748 orang sejak gerakan pembangkangan sipil meletus untuk menantang kudeta 1 Februari terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.

AAPP, kelompok aktivis Myanmar, mengatakan lebih dari 3.300 berada dalam tahanan.

"Kami menyadari bahwa apa pun hasil dari pertemuan ASEAN, itu tidak akan mencerminkan apa yang diinginkan rakyat," kata Wai Aung seorang penyelenggara aksi protes di Yangon.

"Kami akan terus memprotes dan menyerang sampai rezim militer benar-benar gagal."

'TAMPARAN DI WAJAH'

Beberapa warga mengkritik kesepakatan ASEAN dengan pemimpin junta Militer di media sosial.

"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang telah dilecehkan, dibunuh dan diteror oleh militer," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun.

"Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu."

Aaron Htwe, pengguna Facebook lainnya, menulis: "Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa yang tidak bersalah?"

Baca juga: Netizen Myanmar Kritik Konsensus KTT ASEAN, Sebut Tak Ada Pertanggungjawaban untuk Korban Tewas

Phil Robertson, wakil direktur Asia Human Rights Watch, mengatakan sangat disayangkan bahwa hanya pemimpin junta militer yang mewakili Myanmar dalam pertemuan itu.

"Tidak hanya perwakilan rakyat Myanmar yang tidak diundang dalam pertemuan Jakarta tetapi mereka juga ditinggalkan dari konsensus, " katanya dalam sebuah pernyataan.

"Kurangnya target waktu yang jelas untuk bertindak, dan kelemahan ASEAN yang terkenal dalam mengimplementasikan keputusan dan rencana yang menjadi masalahnya, adalah kekhawatiran nyata yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun."

Pertemuan ASEAN adalah upaya internasional terkoordinasi pertama untuk meredakan krisis di Myanmar, negara miskin yang bertetangga dengan China, India dan Thailand dan telah bergejolak sejak kudeta.

Selain aksi protes, kematian dan penangkapan, pemogokan nasional telah melumpuhkan aktivitas ekonomi.

Baca juga: Jokowi Minta 3 Komitmen Junta Militer Myanmar, Hentikan Kekerasan hingga Pembukaan Akses Bantuan

Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar, yang terdiri dari tokoh-tokoh pro-demokrasi, sisa-sisa pemerintahan Suu Kyi yang terguling dan perwakilan kelompok etnis bersenjata, mengatakan menyambut konsensus tercapai tetapi menambahkan junta harus memegang komitmen pada perjanjian yang disepakati.

"Kami menantikan tindakan tegas ASEAN untuk menindaklanjuti keputusannya dan memulihkan demokrasi kami," kata Dr. Sasa, juru bicara NUG.

Selain kepala junta, para pemimpin Indonesia, Vietnam, Singapura, Malaysia, Kamboja dan Brunei berada dalam pertemuan itu, bersama dengan menteri luar negeri Laos, Thailand dan Filipina.

NUG tidak diundang tetapi berbicara secara pribadi kepada beberapa negara yang berpartisipasi sebelum pertemuan. (Reuters/The Star)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas