Delapan Tentara Venezuela Diculik Paramiliter Bersenjata Kolombia
Pasukan Venezuela kerap terlibat bentrokan dengan pasukan Kolombia di Apure untuk meredam perdagangan narkoba dan penculikan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, CARACAS - Delapan tentara Venezuela tertangkap musuh selama pertempuran dengan kelompok paramiliter bersenjata Kolombia di perbatasan Apure.
Informasi ini diumumkan Menteri Pertahanan Venezuela, Jenderal Vladimir Padrino, Sabtu (15/5/2021) waktu Venezuela.
"Delapan tentara kami ditangkap selama operasi tempur. Kami menerima bukti mereka masih. hidup.Kami mengecam penculikan tentara ini di hadapan komunitas internasional,” lanjut Padrino.
Dikutip Sputniknews Mundo, Minggu (16/5/2021) WIB, ia menyerukan organisasi hak asasi manusia bergerak, dan menuntut agar para penculik menjaga hidup dan integritas tubuh prajuritnya.
Padrino mengatakan pasukan ditangkap selama operasi yang sedang berlangsung, yang dimulai pada Maret, yang dikenal sebagai "Perisai Bolivarian 2021".
Baca juga: Hendak Culik Presiden Venezuela, Dua Prajurit Komando AS Dijatuhi Hukuman 20 Penjara
Pasukan Venezuela kerap terlibat bentrokan dengan pasukan Kolombia di Apure untuk meredam perdagangan narkoba, penculikan, pemerasan, dan kegiatan kriminal lainnya di wilayah perbatasan.
Menteri Pertahanan Venexuela menuduh para militan yang menculik tentaranya menggunakan metode pembunuhan dan dan menyebutnya pengecut.
Cara-cara keji dilakukan, termasuk penanaman ranjau anti-personil dan penggunaan bahan peledak yang diledakkan dari jarak jauh.
Padrino mengindikasikan Caracas telah melakukan kontak dengan para militan untuk memastikan pasukan yang ditangkap segera dibebaskan.
Pihak berwenang sedang berkoordinasi dengan Palang Merah untuk bertindak sebagai perantara. Dia berjanji kepada keluarga tentara yang diculik, militer tidak akan menyia-nyiakan upaya dan menggunakan semua cara yang mungkin untuk menyelamatkan mereka.
Menhan Padrino mengecam pemerintah Kolombia atas tuduhan "kelambanan" dan "persetujuan" terhadap tindakan geng-geng bersenjata itu, yang memungkinkan mereka melakukan kejahatan mereka di daerah perbatasan.
"Dalam hal ini, beberapa negara telah menyatakan keprihatinan mereka yang mendalam karena ketidakstabilan regional yang dapat ditimbulkan oleh kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kriminal ini di perbatasan Kolombia-Venezuela," katanya.
Venezuela dan Kolombia berbagi perbatasan sepanjang 2.219 kilometer. Dalam beberapa tahun terakhir, daerah perbatasan telah mengalami penumpukan pasukan secara teratur di kedua sisi.
Bentrokan berulang kali terjadi antara pasukan Venezuela dan penyelundup Kolombia dan geng di sisi perbatasan Venezuela.
Sementara itu, Bogota menuduh Caracas mengizinkan gerilyawan FARC menggunakan Venezuela sebagai tempat berlindung yang aman.
Kolombia bersekutu dengan AS dalam usaha mendukung upaya oposisi Venezuela menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis di negara itu.
Pada Mei 2020, sekelompok tentara bayaran yang berbasis di Kolombia berusaha mendarat di Venezuela melalui laut.
Mereka berniat menculik Presiden Nicolas Maduro, dan membawanya ke AS untuk menghadapi tuntutan atas tuduhan palsu terkait narkoba.
Plot itu gagal dan delapan tentara bayaran terbunuh, dengan lebih dari selusin lainnya, termasuk dua warga negara AS, yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara puluhan tahun.
Awal tahun ini, Presiden Maduro menuduh teroris menggunakan basis kekuatan di Kolombia dan Spanyol untuk mempersiapkan serangan terhadap Venezuela.
Pekan lalu, Presiden Kolombia Ivan Duque mendesak sekutu Bogota untuk melanjutkan "pengepungan diplomatik" terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Pada Januari, Uni Eropa mengumumkan mereka tidak lagi melihat tokoh oposisi Venezuela Juan Guaido sebagai "presiden sementara" negara itu.
Uni Eropa menurunkan statusnya menjadi teman bicara yang memiliki hak istimewa.
“Teroris menurut Venezuela menggunakan kubu di Kolombia dan Spanyol untuk mempersiapkan serangan terhadap Venezuela, dan pemerintah Spanyol tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya,” tuduh Presiden Nicolas Maduro.
“Dari Kolombia, dari Casa de Narino (kediaman resmi kepresidenan) ada konspirasi permanen untuk menyerang Venezuela, untuk melakukan serangan teroris,” tegas Maduro.
“Serangan ini dan lainnya direncanakan dari Spanyol, tetapi pemerintah Spanyol bersikap tuli, bisu dan gila,” tudingnya dalam pidato yang disiarkan oleh televisi nasional awal tahun ini.
Menuduh Madrid melindungi Leopoldo Lopez, seorang tokoh oposisi Venezuela dan buronan yang dicari di negara asalnya karena asosiasi kriminal dan hasutan publik untuk melakukan kekerasan.
Maduro mengingat dugaan peran Lopez dalam mengorganisir Operasi Gideon, komplotan tentara bayaran Mei 2020 yang berniat menculik presiden dan membawanya ke AS.
“Apa yang akan dilakukan Pemerintah Spanyol? Apakah mereka akan terlibat dalam rencana dan ancaman teroris yang didukung, diatur, dan dibiayai dari Madrid? ” tanya Maduro.
Presiden Venezuela kemudian menuduh Presiden Kolombia Ivan Duque mempertahankan "kamp tentara bayaran teroris" yang digunakan untuk menyerang Venezuela.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)