Cucu Ahmad Dahlan di Thailand Tersedu-sedu Ceritakan Perjuangan Ayahnya Berdakwah
Turut andil KH Ahmad Dahlan dan keturunnya sebarkan Islam di Thailand sejak 1930, ketika itu Islam belum terlalu dikenal di Thailand.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Theresia Felisiani
Bagian Kedua
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Aminah Dahlan, cucu dari pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan tersedu-sedu ketika menceritakan sejarah kakek dan almarhum ayahnya, Irfan Dahlan.
Terdapat andil keturunan KH Ahmad Dahlan, dalam penyebaran Islam di Thailand.
Ialah Irfan Dahlan, yang sejak 1930an melakukan dakwah di sana.
Ketika itu Islam masih belum terlalu dikenal di Thailand karena mayoritas agamanya adalah Budha.
Irfan menikah dengan Zahrah atau yang dikenal dengan nama Thailand Yupha. Zahrah merupakan putri dari Imam Masjid Jawa, (Alm) Sukaimi, seorang pedagang asal Kendal, Jawa Tengah yang kemudian menetap di Thailand.
"Ayah saya Pak Irfan Dahlan, masuk ke Thailand sekitar tahun 1930-an. Setelah selesai sekolah di Lahore, pada waktu itu menjadi asisten dokter, membantu seorang dokter warga negara India," ujar Aminah kepada Tribun Network, Senin (24/5).
Baca juga: Sejarah Jejak Indonesia di Negara Gajah Putih, Al Quran Tertua Asal Indonesia Tersimpan di Thailand
Kisah ini disampaikan Aminah dalam wawancara eksklusif dengan tema, "Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan KH Ahmad Dahlan".
Acara dipandu Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan dimoderatori Manager Pemberitaan Tribun Network Rachmat Hidayat.
Aminah menerangkan meski telah lama tinggal di Thailand, ia masih berhubungan erat dengan keluarga Ahmad Dahlan yang di Indonesia.
Bahkan kerap kali datang ke Yogyakarta.
Bahkan, Aminah sempat tersedu-sedu ketika menceritakan bagaimana perjuangan Ayahnya berdakwah.
Ia juga mengingat bagaimana sambutan keluarga Dahlan di Indonesia juga cukup baik.
Terutama ketika dirinya berkumpul bersama di Yogyakarta.
Berikut wawancara bersama Aminah Dahlan:
Ibu Aminah Dahlan, bisa diceritakan bagaimana kakek Ibu sampai ke Thailand?
Ayah saya Pak Irfan Dahlan, masuk ke Thailand sekitar tahun 1930-an. Setelah selesai sekolah di Lahore, pada waktu itu menjadi asisten dokter, membantu seorang dokter warga negara India. Selain bantu dokter di sana, juga melakukan dakwah. Dan mengajarkan tentang Islam, setelah itu bapak ke Bangkok, dan tinggal di beberapa kampung muslim di Bangkok. Sampai ketemu ayah dari mama saya, kakek saya sebagai Imam di Masjid Jawa. Orang Indonesia kakek saya. Setelah itu ayah nikah sama mama, orang keturunan Indonesia juga.
Kakek saya dan leluhur saya orang dari Indonesia, pedagang, datang naik perahu. Tapi pada zaman Raja Rama Lima, banyak orang Jawa, Rama Limanya ingin orang Jawa kerja di istananya sebagai tukang kebun. Jadi para pedagang saat itu, sekitar lima keluarga, dibawa orang Jawa pakai perahunya masuk ke Thailand pada saat itu.
Untuk kerja di Istana dan mereka tinggal di dekat istana, seperti kamp tenaga kerja. Tetapi pada waktu Sabtu Minggu, atau Jumat, sering kumpul di masjid Jawa. Pada saat itu masih belum ada masjid, jadi ayah saya mewakafkan satu bidang tanah di sebelah rumah untuk masjid, dan beliau menjadi imam pertama di sana.
Pada waktu itu Pak Irfan tidak ingin pulang ke Indonesia karena apa?
Bapak tidak pernah cerita tidak ingin pulang ke Indonesia pada waktu saya masih kecil, sehingga saya tidak ingat. Bapak bilang itu siap untuk pulang ke Indonesia, pada saat itu pakai kapal. Sudah siap-siap tas untuk ke sana tapi harus batal, saya tidak tahu.
Tetapi sejak saya kecil sampai saya selesai sekolah di sini keluarga Indonesia senang, keluarga di Bangkok punya hubungan yang baik, dan mereka sering-sering melakukan kunjungan ke kami di Bangkok.
Tapi bapak tidak pernah ke sana, anak pada saat itu sudah enam orang. Jadi membawa semuanya tidak mungkin, dan bukan bapak tidak mau ke Indonesia. Bapak mau ke Indonesia, tapi tidak bisa kecuali tinggalkan keluarga di sini. Jadi tidak bisa pulang, bukan tidak ingin pulang.
Jadi Pak Irfan Dahlan sama sekali belum pernah ke Indonesia setelah dari Lahore?
Pernah sekali karena diundang untuk menerima satu rumah di Jogja atas nama keluarga. Satu kali, tapi sebelumnya sudah mau. Dan setelah itu bapak engga sehat dan sakit sehingga tidak pulang lagi. Pak Irfan Dahlan ke Indonesia atas undangan presiden pada waktu itu karena akan menerima penobatan Kiai Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional. Jadi beliau datang untuk mewakili keluarga Pak Ahmad Dahlan.
Ibu Minah apa mengenal Pak Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional Indonesia?
Pada saat bapak mau menerima rumah itu, bapak cerita tapi bapak tidak fokus di Muhammadiyah karena itu ayah. Jadi cerita seperti ini ayah, ayah bapak. Saat itu cerita tentang hubungan keluarga, bukan hubungan organisasi. Bapaknya dengan keluarga di sini dekat sekali dan saya masih simpan salah satu surat bapak. Bapak sering surat-menyurat dengan keluarganya di Indonesia.
Belum pernah bertemu fisik dengan kakek, tetapi hanya dapat cerita dari bapak?
Iya benar, sebagai sebuah keluarga bukan dalam kaitan dengan organisasi Muhammadiyah.
Apa ibu Aminah pernah ke Indonesia?
Saya beberapa kali ke Indonesia. Saya ke Jogja, ke Jakarta, menghadap Keluarga. Dan di Bandung, di Bali, di Aceh, dan ke Medan.
Bisa ceritakan tentang sosok Pak Irfan Dahlan, bagaimana perannya sebagai seorang Muslim di Bangkok?
Saya pernah mewawancarai satu murid bapak, dan beliau cerita tentang ayah saya. Bahwa pada saat itu ayah saya adalah orang yang mengajar agama, berbeda dari orang lain. Karena langsung baca di Al-Quran dan menerjemahkan ke bahasa Thailand.
Ayah bilang itu tentang culture dan kegiatan tentang Islam di sini tidak benar. Seperti di sini kalau meninggal dunia harus ada selamatan, sampai 7 hari, 40 hari, 100 hari, itu salah. Karena banyak yang mereka tidak ada uang mereka harus utang, pinjam uang, ayah bilang itu salah.
Dan banyak yang salah dan bapak mau mengkoreksi. Tapi ada yang terima ada yang tidak terima. Ayah saya, kalau orang Muslim di sini, di Bangkok, itu memberinya kehormatan pada ayah saya Irfan Dahlan. Kita merasa bangga bahwa ayah saya menjadi guru agama yang terkenal. Tapi di Thailand terkenal sebagai Islam modern.
Walaupun ayah tidak menyebutkan ini Muhammadiyah, tetapi di sini orang Islam tidak tahu Islam Muhammadiyah. Tapi tahu hanya Islam modern, bukan Islam yang lama. Banyak murid-murid bapak new Islam.
Tapi kalau anak-anak, itu lebih merasa muhamadiyah karena keluarga saya telah mengunjungi keluarga di Indonesia dan diceritakan tentang Muhammadiyah. Dan pada 1 abad Muhammadiyah saya ikut di sana juga, dan itu keluarga di Bangkok sama di Indonesia kita ada pertukaran pesan.
Dan di sini 28 orang keluarga dari Bangkok mengunjungi keluarga di Indonesia. Dari Indonesia juga sempat diwakili untuk datang ke sini, supaya hubungan kami tidak lepas begitu saja. Sekarang kami ada Line Group Keluarga Dahlan dan peran dalam pembentukan asosiasi (yayasan) Muhammadiyah.
Baca juga: Cerita Keturunan Pahlawan Nasional KH Ahmad Dahlan Menetap di Thailand Sejak Tahun 1930-an
Yang masih keturunan Pak Ahmad Dahlan dan Irfan di Thailand jumlahnya berapa?
Kalau cucu 10 orang. Cicit kalau tidak salah 17 orang. Sekarang sudah cicit punya satu anak yang generasi kelima.
Di antara putra dan putri Pak Irfan Dahlan apa ada yang meneruskan jejak beliau sebagai pendakwah di Thailand?
Sekarang dakwahnya ada yang namanya Dahlan Dahlan. Di selatan, di Songklha, Dahlan Dahlan. Awalnya dia kerja di perusahaan, tapi setelah resign, dia menjadi pendakwah. Engga ada lagi yang lain. Hanya Dahlan menjadi pendiri The Halal Sun Center.
Jadi kita fokus bukan di agama lagi, tapi fokus di kegiatan sosial. Dan dari keluarga ibu Irfan Dahlan, Irfan Diva, itu mama saya, berbicara tentang dana infak untuk membantu orang miskin dan anak-anak yatim. Dan saya adalah pengurus dana itu. Sekarang lagi membentuk Muhammadiyah di sana tapi pada saat pendaftaran tidak boleh. Karena sudah ada asosiasi Muhammadiyah di sini, jadi sekarang ganti nama menjadi Irfan Dahlan Association. Fokusnya di pendidikan.
Apa di antara anak-anak Irfan Dahlan menikah dengan keturunan Indonesia dan Thailand?
Kami menikah dengan keturunan Jawa, Indonesia, adik saya paling kecil kawin dengan keturunan Jawa juga. Yang lain tidak, dengan orang Thailand. Ada yang dengan keturunan Jawa dan Thailand, sudah bercampur.
Pergaulan sehari-hari dengan keluarga Irfan Dahlan, bahasa apa yang digunakan?
Bahasa Thailand. Hanya saya sama kakak saya yang bisa bahasa Indonesia. Yang lainnya tidak bisa, jadi bicaranya hanya sedikit-sedikit kalau pakai bahasa Indonesia. Bapak pernah mengajar bahasa Indonesia di kedutaan. Saya tidak bisa bahasa Jawa.
Kakak Belajar Bahasa Indonesia dari mana?
Dari KBRI juga. Sebelumnya tidak bisa bahasa Indonesia. Ayah saya itu minoritas, setelah menikah tinggal di rumah mama. Di rumah mama, terpaksa harus bicara bahasa Thailand. Jadi setiap hari sama anak-anak bapak sendiri harus kerja, malamnya juga harus kerja tentang agama. Bapak harus menterjemahkan bahasa Arab ke bahasa Thailand. Jadi bapak tidak ada waktu untuk berkomunikasi atau berbicara menggunakan bahasa Indonesia sama anak-anak. Tapi bapak mungkin merasa bahwa in the future they Will know bahasa Indonesia.
Baca juga: Kisah Dramatis Pengibaran Bendera Merah Putih di Thailand dan Aksi Desersi Tentara KNIL
Setelah bapak meninggal, apa yang menjadi legasi utama?
Bapak di sini memberikan aset. Bapak pada saat datang ke sini, ada hanya dua sarung. Kawin dengan mama saya tidak ada apa-apa. Mama cerita bahwa ada orang Melayu, very wise, tokoh juga di dalam kampung itu, tapi tidak boleh sama sekali kawin sama orang Melayu itu.
Pada waktu ayah saya datang, hanya bawa dua sarung, diberikan kepada ayahnya mama. Tetapi itu Tuhannya ingin begitu. Saya bertanya kenapa mama kok mau, karena dia ingin ada 10 orang Dahlan di sini. Aset itu pendidikan dari ayah, not as a uang atau apa. Jadi bapak meninggalkan warisan berupa pendidikan dan pelajaran-pelajaran agama.
Mengikuti kegiatan orang-orang Indonesia di Thailand?
Kalau di Thailand, di kampung Jawa, itu keturunan orang Jawa banyak, kegiatannya biasa di Masjid Jawa. We join kegiatan di Masjid Jawa. Tapi di tempat lain, seperti Dahlan Dahlan itu fokus di selatan, saya sendiri hanya di Masjid Jawa. Ayah engga pernah mengajar bahwa kalau bantu hanya orang muslim, tapi setiap orang. Ini di rumah saya, saya mengajar bahasa Inggris free of charge untuk anak-anak di sana dan orang-orang yang tidak mampu. Tidak perduli dia keturunan Jawa atau bukan, beragama Islam atau tidak, semuanya.
Ibu sendiri menikah dengan orang Thailand?
Iya dengan orang Thailand, tapi muslim. Anak hanya satu orang, putri. Putri saya bisa bahasa Indonesia sedikit, dia belajarnya pada waktu itu training 3 bulan di Malaysia, tapi kemampuannya untuk berbahasa asing cukup cepat. Tiga bulan sudah bisa bicara bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia sama. Kalau ada keluarga Indonesia berkunjung, dia mengerti. (tribun network/denis destryawan)