Kata Palestina Soal Calon Perdana Menteri Baru Israel: Tidak Berbeda, Mereka Semua Jahat
Di tengah detik-detik lengsernya PM Israel Benjamin Netanyahu, warga Palestina menyuarakan penolakan perubahan pemerintahan negara Yahudi itu
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Di tengah detik-detik lengsernya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, warga Palestina menyuarakan penolakan perubahan pemerintahan negara Yahudi itu.
Dilansir Arab News, warga di Gaza dan Tepi Barat sebagian besar menolak perubahan tersebut, Kamis (3/6/2021).
Menurut mereka, pemimpin nasionalis yang akan menggantikan Netanyahu kemungkinan akan melakukan hal yang sama kepada Palestina.
Diketahui eks pejabat organisasi pemukim utama Israel di Tepi Barat sekaligus politikus terkemuka, Naftali Bennett digadang-gadang akan menjadi pemimpin baru Israel.
Dia berkoalisi dengan pemimpin oposisi, Yair Lapid dari Partai Yesh Atid dan memiliki kesepakatan pembagian waktu jabatan Perdana Menteri.
Baca juga: Profil Naftali Bennett, Digadang-gadang sebagai Calon Perdana Menteri Israel Gantikan Netanyahu
Baca juga: Palestina Tolak Koalisi Anti-Netanyahu di Israel: Tak Ada Bedanya
"Tidak ada perbedaan antara satu pemimpin Israel dan yang lain," kata pegawai pemerintah di Gaza, Ahmed Rezik (29).
"Mereka baik atau buruk bagi bangsa mereka."
"Dan ketika itu datang kepada kami, mereka semua jahat, dan mereka semua menolak untuk memberikan hak dan tanah mereka kepada orang-orang Palestina," ujarnya.
Perwakilan dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Bassem Al-Salhi mengatakan bahwa Bennet tidak kalah ekstrem dari Netanyahu.
"Dia akan memastikan untuk mengungkapkan betapa ekstremnya dia di pemerintahan," kata Bassem Al-Salhi.
Menurut Al Jazeera, Bennett merupakan pendukung kuat pencaplokan wilayah Tepi Barat yang direbut dan diduduki Israel dalam perang 1967.
Namun belakangan, Bennett tampaknya mengusulkan kelanjutan status quo, dengan beberapa pelonggaran kondisi bagi warga Palestina.
Hal senada diungkapkan Hamas, kelompok pejuang Palestina yang menguasai Jalur Gaza.
Menurut Hamas, perubahan pemerintahan Israel tidak akan mengubah pendudukannya di Palestina.
"Palestina telah melihat lusinan pemerintah Israel sepanjang sejarah, kanan, kiri, tengah, begitu mereka menyebutnya."
"Tetapi mereka semua bermusuhan ketika menyangkut hak-hak rakyat Palestina kami dan mereka semua memiliki kebijakan ekspansionisme yang bermusuhan," kata juru bicara Hamas, Hazem Qassem.
Politikus Palestina, Sami Abou Shehadeh mengatakan bahwa dari pergantian perdana menteri ini, yang paling penting adalah kebijakannya di masa depan.
"Yang kita butuhkan adalah perubahan serius dalam kebijakan Israel, bukan dalam kepribadian. Situasinya sangat buruk sebelum Netanyahu, dan selama Israel bersikeras pada kebijakannya sendiri, itu akan terus menjadi buruk setelah Netanyahu. Inilah sebabnya kami menentang pemerintah ini (koalisi baru)."
Untuk pertama kalinya, Partai Arab-Islam masuk dalam koalisi calon Perdana Menteri Israel baru.
Partai Arab-Islam ini merupakan partai yang dipilih oleh anggota minoritas Arab-Israel sebesar 21 persen.
Politisinya merupakan warga Palestina berdasarkan budaya dan warisan, namun berkewarganegaraan Israel.
Pemimpin partai ini, Mansour Abbas mengatakan perjanjian koalisi ini akan menghasilkan lebih dari USD 16 miliar untuk negara.
Dimana dana tersebut bisa difungsikan untuk peningkatan infrastruktur dan memerangi kekerasan di kota-kota di Arab.
Namun keputusan Abbas ini mendapat kritikan dari warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Abbas dinilai berpihak pada Israel yang disebut 'musuh'.
"Dia adalah pengkhianat. Apa yang akan dia lakukan ketika mereka memintanya untuk memilih meluncurkan perang baru di Gaza?" kata salah satu warga Gaza, Badri Karam.
"Apakah dia akan menerimanya, menjadi bagian dari pembunuhan warga Palestina?" tanyanya.
Baca juga: Profil Yair Lapid, Pemimpin Oposisi yang Menantang Benjamin Netanyahu dalam Pemilu Israel
Baca juga: Partai Oposisi Israel Siap Gulingkan Perdana Menteri Netanyahu, Pertama Kalinya Partai Arab Gabung
Koalisi Baru Calon PM Israel
Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid dari Partai Yesh Atid mengumumkan bahwa koalisi delapan faksi telah terbentuk.
Koalisinya mengikuti aturan rotasi, di mana jabatan Perdana Menteri Israel lebih dulu akan diserahkan pada Naftali Bennett, sekutunya dari partai sayap kanan Yamina.
Setelah itu barulah Yair Lapid berkuasa.
Sementara itu, Perdana Menteri Netanyahu berusaha menjegal oposisinya dengan menyebut 'pemerintah sayap kiri' yang baru itu berbahaya.
Saat kesepakatan koalisi Lapid diumumkan, Netanyahu mendesak agar anggota Parlemen Israel (Knesset) menentang koalisi.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)