CERITA Korban Tabrakan Kereta Api di Pakistan: Ibuku Meninggal di Depan Mataku
Sejumlah penumpang kereta api di Pakistan menceritakan detik-detik KA Millat Express yang tergelincir dihantam Sir Syed Express dari arah berlawanan
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, DAHARKI - Norman Riaz sedang berbaring di ranjang susunnya di dalam kereta api Millat Express. Ia sedang bermain dengan ponselnya saat kereta melaju di pedesaan Pakistan tepat sebelum bencana mematikan Senin (7/6) waktu setempat.
Penumpang kelas bisnis berbaring di ranjang mereka di kabin eksklusif, sementara penumpang kelas ekonomi duduk berdampingan di bangku kereta.
"Saya tidak bisa tidur," kata Riaz, mengenang peristiwa itu.
Kereta sedang menuju utara dari Karachi ke Lala Musa dengan sekitar 600 penumpang ketika tergelincir pada pukul 03.30 waktu setempat di bagian pertama dari perjalanan 25 jam sejauh 1.300 km.
Orang-orang di kabinnya selamat tanpa cedera saat kereta tergelincir ke luar rel. "Kami jatuh tetapi tidak ada cedera seperti itu," katanya. Tidak diketahui apa yang menyebabkan kereta tergelincir ke luar rel.
Baca juga: Dua Kereta Tabrakan di Pakistan, 32 Tewas dan Ratusan Luka-luka Tertimpa Puing-Puing
Tapi beberapa menit kemudian, dunianya serasa terbalik. "Tapi ketika kereta menabrak kami, semuanya menjadi kacau balau. Ibuku meninggal di depan mataku, semua orang mati,” ujarnya.
Setidaknya 40 orang tewas dan lebih dari 100 terluka - kebanyakan dari mereka dari Millat.
"Kami jatuh satu sama lain, tapi itu tidak terlalu fatal," kata penumpang Millat Akhtar Rajput kepada AFP.
"Kemudian kereta lain menabrak kami entah dari mana, dan itu menghantam kami lebih keras. Ketika saya sadar kembali, saya melihat penumpang tergeletak di sekitar saya, beberapa berusaha keluar dari gerbong,” ujarnya.
"Saya bingung dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada kami ketika kereta lain menabrak," kata Shahid, penumpang lain, kepada AFP.
Baca juga: Satpam Nyamar Jadi Dokter Bedah di Pakistan, Pasien Meninggal Dua Minggu Kemudian
Kereta api Sir Syed Express, pada jam-jam terakhir perjalanan Panjang, melaju dari arah yang berlawanan dari Rawalpindi. Tak ayal, kereta menabrak kereta Millat Express yang tergelincir dengan kecepatan tinggi, membelah gerbong logam seperti pembuka kaleng.
Masinis Sir Sayed Express mengatakan dia hanya melihat lampu hijau saat dia berjalan di sepanjang trek.
"Tetapi ketika saya melewati sinyal dan mempercepat, saya melihat beberapa orang memberi isyarat kepada saya (untuk berhenti)," kata Iftikhar Thaheem kepada media lokal.
"Saya menarik rem darurat, tapi sudah terlambat," katanya, kepalanya dibalut perban dan seragam berlumuran darah.
Petani lokal dan penduduk desa segera ke tempat kejadian dan pada Senin malam masih membantu memindahkan puing-puing, ketika tentara dan tim zeni AD memimpin upaya massal untuk membersihkan dan memperbaiki rel.
Baca juga: Mulai Hari Ini Warga Negara Pakistan, India dan Nepal Tak Boleh Masuk Jepang
Petugas kereta api Tariq Latif mengatakan kepada AFP bahwa mereka berharap satu jalur dibuka pada tengah malam.
Kereta api pertama kali datang melalui distrik penghasil kapas dan gandum pada tahun 1880-an, dan sedikit yang berubah dalam 140 tahun sejak itu.
Kecelakaan itu terjadi di bagian trek yang ditinggikan di atas tanah subur yang membentang ke cakrawala, dengan rumah-rumah dan pemukiman kecil bertebaran.
Saat berita menyebar, penduduk setempat tiba dengan berjalan kaki, bersepeda, dan traktor untuk menawarkan bantuan, bekerja keras di bawah terik matahari yang mendorong suhu luar ruangan melewati 45 derajat C.
Seorang tentara berdiri di atas kereta yang terbalik, meneriakkan instruksi melalui megafon.
Sepanjang hari yang terluka telah diangkut dengan ambulans dan kendaraan pribadi ke klinik dan rumah sakit terdekat. Sejumlah korban tewas dijejerkan dan ditutupi dengan seprei dan selimut. (Tribunnews.com/ChannelNewsAsia/Hasanah Samhudi)