Warga Sipil Angkat Senjata Melawan Junta: Satu-satunya Pilihan hingga Sebut Myanmar bak Rumah Jagal
Sejumlah warga sipil di Myanmar mulai angkat senjata untuk melawan pemerintah militer atau junta.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
"Kami tidak dipersenjatai oleh pilihan; itu karena kami tidak bisa mendapatkan apa yang kami inginkan dengan meminta secara damai," sambungnya.
Dikatakan Gue Gue, dirinya saat ini hidup dalam ketakutan karena terus-menerus dibayangi informan.
Bahkan karena itu, dia harus hidup sembunyi-sembunyi agar tidak ditemukan pihak militer lalu dibunuh.
"Kami di perkotaan harus hidup sembunyi-sembunyi atau kami bisa dibunuh. Kami tidak bisa tidur nyenyak."
"Myanmar seperti rumah jagal sekarang. Orang-orang dibunuh setiap hari seperti binatang," kata Gue Gue.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Tuntut Aung San Suu Kyi atas Dugaan Korupsi: Dia Dinyatakan Bersalah
Kekhawatiran lain bagi pejuang perlawanan adalah keluarga mereka.
Sejak kudeta, setidaknya 76 orang telah ditahan ketika pasukan keamanan tidak dapat menemukan orang yang mereka ingin tangkap, menurut kelompok dokumentasi hak asasi manusia.
"Saya mengatakan kepada orang tua saya bahwa jika militer mencari saya, untuk mengatakan bahwa mereka mencoba meyakinkan saya untuk tidak mengangkat senjata, tetapi saya tidak mendengarkan," kata Salai Vakok.
Dia telah memutuskan kontak dengan keluarganya sejak dia bergabung dengan kelompok pertahanan sipil.
Namun, baru-baru ini Salai Vakok mendengar kabar bahwa keluarganya termasuk di antara ribuan orang yang terlantar akibat bentrokan May di Mindat dan sekarang bersembunyi di hutan.
Diketahui, militer telah menanggapi perlawanan bersenjata dengan serangan udara dan darat tanpa pandang bulu.
Sehingga menyebabkan putusnya akses bantuan, makanan dan pasokan untuk penduduk sipil, seperti yang sering terjadi di daerah etnis.
Hampir 230.000 orang telah meninggalkan rumah mereka sejak kudeta, banyak di antara mereka bersembunyi di hutan.
Pada 9 Juni, seorang pakar PBB memperingatkan kematian massal akibat kelaparan, penyakit, dan infeksi di Negara Bagian Kayah setelah militer memutus akses ke makanan, air, dan obat-obatan bagi warga sipil yang terlantar.
Baca juga: Pesawat Militer Myanmar yang Bawa 16 Penumpang Jatuh di Kota Mandalay, 12 Orang Tewas
Berita lain seputar Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)