WHO Sebut Varian Delta Dapat Mendominasi Infeksi Covid-19 Global
Pejabat WHO Soumya Swaminathan mengatakan, varian Delta dari virus corona dapat menjadi varian yang dominan secara global.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan mengatakan, varian Delta dari virus corona dapat menjadi varian yang dominan secara global.
Hal itu Swaminathan sampaikan dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (18/6/2021).
Varian Delta yang pertama kali teridentifikasi di India dapat mendominasi infeksi Covid-19 global karena peningkatan transmisibilitasnya.
"Varian Delta sedang dalam perjalanan untuk menjadi varian dominan secara global karena peningkatan transmisibilitasnya," kata Swaminathan dikutip dari Channel News Asia.
Sama halnya dengan pendapat Swaminathan, pejabat kesehatan masyarakat Jerman memperkirakan varian itu akan dengan cepat menjadi varian dominan di negaranya meskipun tingkat vaksinasi sudah ditingkatkan.
Baca juga: Update Corona Global 19 Juni 2021: Total Kasus Covid-19 di Seluruh Dunia Lebih dari 178,5 Juta
Baca juga: Epidemiolog Sebut Penanganan Pemerintah soal Lonjakan Covid-19 Bak Pemadam Kebakaran
Sementara Inggris juga telah melaporkan peningkatan tajam infeksi Covid-19 dari varian Delta.
Di Moskow, Rusia, pemerintah menyalahkan lonjakan infeksi Covid-19 di wilayahnya pada keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi.
Diketahui, telah terjadi rekor baru tambahan infeksi harian di Moskow, yang mana sebagian besar diidentifikasi merupakan varian Delta.
Lonjakan tersebut telah menimbulkan ketakutan Moskow akan gelombang ketiga pandemi.
Lebih lanjut, pada kesempatan yang sama, Swaminathan menyuarakan kekecewaanya atas kegagalan kandidat vaksin Covid-19 CureVac dalam uji coba untuk memenuhi standar keefektifan WHO.
Kekecewaan tersebut khususnya karena adanya varian Delta yang sangat mudah menular meningkatkan kebutuhan akan vaksin baru yang efektif.
Perusahaan Jerman melaporkan vaksin CureVac terbukti hanya 47 persen efektif dalam mencegah penyakit, jauh dari patokan 50 persen WHO.
Baca juga: Israel Berencana Kirim 1 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Pfizer yang akan Kedaluwarsa ke Palestina
Baca juga: FAKTA Lonjakan Covid di Jakarta: Keterisian Wisma Atlet 78 Persen, Penguburan Capai 80 Kasus Sehari
Perusahaan mengatakan telah mendokumentasikan setidaknya 13 varian yang beredar dalam populasi penelitiannya.
Mengingat bahwa vaksin mRNA serupa dari Pfizer-BioNTech dan Moderna mencatat tingkat kemanjuran yang mencapai 90 persen, Swaminathan mengatakan, dunia telah mengharapkan lebih banyak dari kandidat CureVac.
"Hanya karena ini adalah vaksin mRNA lain, kami tidak dapat menganggap semua vaksin mRNA sama, karena masing-masing memiliki teknologi yang sedikit berbeda," kata Swaminathan.
Swaminathan menambahkan, kegagalan vaksin CureVac yang mengejutkan menggarisbawahi nilai uji klinis yang kuat untuk menguji produk baru.
Berita lain seputar Virus Corona
(Tribunnews.com/Rica Agustina)