Militer Myanmar Tembak Mati 25 Warga, Total 888 Orang Telah Dibunuh Sejak Kudeta
Pasukan keamanan pemerintah militer atau junta Myanmar telah menembak mati 25 warga warga desa Depayin pada Jumat (2/7/2021).
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
Sekitar dua lusin kelompok etnis bersenjata telah bertempur selama beberapa dekade di perbatasan Myanmar, tetapi Depayin berada di jantung mayoritas etnis Bamar, yang juga mendominasi angkatan bersenjata.
Sementara itu, media yang dikelola pemerintah memberikan laporan berbeda tentang pertempuran tersebut, mengatakan militer sedang berpatroli di daerah itu ketika disergap.
Tentara menangkis pasukan pertahanan rakyat, yang mereka sebut 'teroris bersenjata', dan kemudian menemukan empat mortir dan enam senjata kunci perkusi, lapor surat kabar Global New Light of Myanmar, yang tidak menyebutkan jumlah korban tewas di desa tersebut.
Untuk diketahui, kekerasan sejak kudeta telah mengusir lebih dari 230.000 orang dari rumah mereka, menurut PBB.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), yang telah melacak tindakan keras pasca-kudeta, mengatakan setidaknya 888 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak 1 Februari 2021 dengan hampir 5.200 orang ditahan.
Militer telah membantah angka tersebut, tetapi belum memberikan perkiraannya sendiri.
Militer mengklaim perebutan kekuasaan diperlukan karena dugaan kecurangan dalam pemilihan November lalu, yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi dengan telak.
Klaimnya telah ditolak oleh komisi pemilihan.
Junta Minta Perusahaan Telekomunikasi Aktifkan Spyware
Departemen Pos dan Telekomunikasi Myanmar (PTD) yang berada di bawah perintah junta mengirim surat rahasia kepada perusahaan telekomunikasi di negara itu, CNA melaporkan.
Surat tersebut memberitahu perusahaan telekomunikasi untuk segera menerapkan teknologi spyware.
Baca juga: Demonstran Rayakan Ulang Tahun Pemimpin Kudeta dengan Ritual Pemakaman: Ingin Dia Segera Meninggal
Teknologi spyware adalah perangkat pengintai yang berfungsi untuk mencuri data pengguna atau merusak sistem pengguna.
Dalam hal ini, junta melalui perusahaan telekomunikasi ingin memata-matai panggilan, pesan, dan lalu lintas web serta melacak pengguna layanan telekomunikasi di Myanmar.
Perusahaan telekomunikasi di Myanmar memiliki waktu hingga Senin (5/7/2021) untuk sepenuhnya menerapkan teknologi tersebut.