Dokter Sebut Junta Myanmar Menimbun Pasokan Oksigen dan Vaksin, Akses Rumah Sakit Swasta Dipersulit
Junta militer Myanmar disebut menimbun oksigen dan membatasi akses perawatan medis di tengah krisis Covid-19 yang memburuk di negara itu
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
Beberapa dari dokter tersebut mengatakan kepada The Times bahwa mereka yakin junta sengaja mengarahkan pasokan oksigen hanya ke rumah sakit militer tempat anggota keluarga junta dilayani.
Baca juga: Pemimpin Junta Myanmar: Rusia akan Kirim 2 Juta Dosis Vaksin Virus Corona
Baca juga: 40 Tentara Myanmar Dilaporkan Tewas dalam Bentrokan dengan Pasukan Anti-Junta
Para profesional kesehatan mengatakan kepada The Times dan Reuters bahwa kurangnya oksigen yang tersedia telah mengakibatkan banyak kematian akibat COVID-19.
Kondisi ini diprediksi tidak mungkin berakhir dalam waktu dekat karena junta militer juga menimbun akses ke sebagian besar vaksin.
Awal pekan ini di kota terbesar Myanmar, Yangon, berdasarkan video dan foto di media sosial, sejumlah penduduk menunggu dalam antrean panjang berharap untuk mengisi atau membeli sejumlah tangki oksigen.
Saksi mata mengatakan kepada The Times bahwa pasukan keamanan di kota itu melepaskan tembakan ke kerumunan orang yang mengantre oksigen awal pekan ini.
Tidak jelas apakah ada korban jiwa.
Baca juga: Aung San Suu Kyi, Pemimpin Myanmar yang Digulingkan Sudah Divaksinasi
Baca juga: Sempat Jadi Pemasok Utama Senjata Militer Myanmar, Rusia Kini Nyatakan Dukung Konsensus ASEAN
Kelangkaan oksigen telah memicu kemarahan dan keputusasaan yang meningkat di tengah situasi politik yang sudah bergejolak di negara itu.
Sejak militer mengumumkan akan mengambil kendali pada Februari, lebih dari 900 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan, termasuk puluhan anak-anak, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
"Saya ingin tahu apakah militer mencoba bertahan dengan melakukan tindakan seperti ini sehingga tidak ada orang yang tersisa di negara ini," Ko Thein Zaw, seorang penduduk Mandalay, mengatakan kepada The Times.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar krisis di Myanmar