WHO Berencana Pakai Rasi Bintang untuk Menamakan Varian Covid-19
Tercetusnya rencana pemberian nama strain baru Covid-19 menggunakan rasi bintang karena alfabet Yunani nyaris habis.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Pimpinan Teknis Covid-19 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr Maria Van Kerkhove mengkonfirmasi bahwa lembaga tersebut sedang mempertimbangkan untuk menamai varian baru virus corona (Covid-19) dengan rasi bintang.
Ia juga memperingatkan varian baru yang dapat lebih kebal terhadap vaksin bisa saja muncul kapanpun.
Tercetusnya rencana pemberian nama strain baru Covid-19 menggunakan rasi bintang ini karena alfabet Yunani yang sebelumnya digunakan untuk melabeli varian Covid-19 nyaris habis.
Dikutip dari laman Sky News, Selasa (10/8/2021), lembaga tersebut mulai menamai mutasi baru Covid-19 setelah huruf alfabet Yunani pada bulan Mei lalu.
Sejauh ini, 11 varian telah diberikan sejumlah nama, termasuk di antaranya strain Delta, Beta dan Alpha.
Dr Van Kerkhove menyampaikan bahwa WHO sedang mencari nama-nama baru, dan saat ini penggunaan rasi bintang sedang dipertimbangkan.
Ini mengindikasikan, varian baru yang nantinya muncul akan dinamai berdasarkan rasi bintang seperti Orion, Leo, Gemini dan Aries.
Baca juga: Varian Delta Covid-19 Dorong Lonjakan Pasien Rawat Inap ke Level Tertinggi di AS
"Kami mungkin akan kehabisan alfabet Yunani, tetapi kami sudah melihat rangkaian nama berikutnya. Kami sebenarnya sedang mempertimbangkan konstelasi bintang, kami juga mempertimbangkan penggunaan nama dewa atau dewi Yunani," jelas Dr Van Kerkhove.
Ia menambahkan saat ini WHO sedang berupaya memastikan, agar kelak tidak ada yang kecewa dengan pemilihan nama-nama itu.
Dr Van Kerkhove sebelumnya memang telah memperingatkan terkait 'penamaan atau pemberian label terhadap varian Covid-19'.
Ia menyampaikan bahwa pemilihan nama berdasar alfabet maupun kelompok istilah lainnya dilakukan untuk menjaga agar tidak ada 'stigmatisasi' suatu negara maupun tempat di mana varian itu kali pertama diidentifikasi.
Tahun lalu, dirinya membuat permintaan mengenai sistem penamaan untuk menghindari stigmatisasi tersebut.
Sementara itu, ia mengklaim bahwa varian baru yang kebal terhadap vaksin merupakan 'ancaman nyata'.
"Inilah sebabnya mengapa negara-negara 'kritis' melakukan segala yang bisa dilakukan untuk menurunkan transmisi," tegas Dr Van Kerkhove.
Pejabat WHO ini turut memperingatkan bahwa mutasi baru yang berbahaya lebih mungkin muncul tidak hanya di tempat-tempat dengan tingkat penularan yang tinggi.
Namun juga pada populasi hewan atau di daerah yang meskipun memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi namun virus tersebut masih beredar luas.