Ayahnya Tentara Jepang Meninggal di Sibolga, Dokumen dan Barang Disumbangkan ke Museum dan Kuil
Seorang puteri tentara imperial Jepang, Keiko Takeno (81) menyerahkan barang dan dokumen mengenai ayahnya ke kuil Gokoku Kumamoto baru-baru ini, agar
Editor: Johnson Simanjuntak
![Ayahnya Tentara Jepang Meninggal di Sibolga, Dokumen dan Barang Disumbangkan ke Museum dan Kuil](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/keiko-takeno-nih3.jpg)
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Seorang puteri tentara imperial Jepang, Keiko Takeno (81) menyerahkan barang dan dokumen mengenai ayahnya ke kuil Gokoku Kumamoto baru-baru ini, agar anak cucu generasi muda tahu apa yang terjadi dalam sejarah di masa perang dunia kedua di Indonesia, khususnya di Sibolga Tapanuli Sumatera Utara.
"Saya sudah tua dan penting menyampaikan sejarah yang ada apa adanya kepada anak cucu generasi muda mendatang," papar Keiko Takeno (81) dari Chuo-ku, Kota Kumamoto khusus kepada Tribunnews.com siang ini (17/8/2021).
Keiko menyumbangkan peninggalan ayahnya, Tsuzuki Takeno, ke Kuil Gokoku prefektur di Chuo-ku belum lama ini dan barang-barang ayahnya seperti jam tangan, kacamata dan sebagainya ke museum pemerintah Kumamoto.
"Kalau pedang ayah saya diserahkan kembali ke pemerintah Kumamoto," lanjutnya.
Ayahnya adalah seorang Mayor Angkatan Darat berusia 44 tahun, ketika meninggal dunia karena sumbatan saluran darah membuatnya lumpuh dan meninggal dunia tahun 1944 di rumah sakit angkatan darat ke-10 Nanpo Sibolga Sumatera Utara.
"Ada sekitar 100 relik seperti buku catatan, resume militer, dan medali yang disumbangkan ke kuil Gokoku," tambahnya.
Mr. Takeno berpikir, "Catatan dan kenangan yang tidak boleh hilang," dan menyimpan relik tersebut, tetapi berkata, "Tidak ada anak untuk diwarisi, dan saya bingung bagaimana cara menyimpannya. Jadi saya berikan ke kuil tersebut."
Kuil Gokoku prefektur memamerkan relik yang disumbangkan dengan cara ini hingga 2017. Saat ini ditangguhkan untuk pengorganisasian. Baru-baru ini, ada 7 hingga 8 paket sumbangan setahun, dan Masaya Nakamura (38) dari kuil tersebut menjelaskan, "Saya tidak tahu berapa nilai materinya, tetapi ada banyak permintaan untuk melindunginya."
Nakamura kepada Tribunnews.com menjelaskan kini semua sumbangan sedang ditata ulang karena ada bencana gempa bumi dan banjir di masa lalu sehingga perlu penataan ulang kembali.
"Tetapi kalau ada orang Indonesia di Kumamoto mau melihatnya, kontak saya saja nanti saya coba bantu antur waktu agar bisa melihat dokumen-dokumen tersebut," paparnya lagi.
Sedangkan keiko yang mengetahui ayahnya meninggal di Sibolga Tapanuli sudah membulatkan tekad untuk ke Sibolga meilihat bekas tempat ayahnya dulu berjuang bagi kekaisaran Jepang.
"Ibu dan ayah saya telah meninggal, hanya saya saja saat ini. Tetapi saya bertekad penuh harus ke Sibolga Indonesia kalau corona sudah menghilang nantinya. Mau lihat tempat ayah dulu menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit di Sibolga."
Diakui Keiko dirinya sama sekali belum pernah ke Indonesia. Tetapi karena ayahnya meninggal di Sibolga Indonesia, kedekatan hati dan pikirannya terasa sangat dekat dengan Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.