Pengamat Nilai Taliban Telah Berubah setelah 20 Tahun, tapi Publik Masih Butuh Waktu untuk Percaya
Pengamat Timur Tengah menilai Taliban telah mengalami perubahan dari 20 tahun yang lalu, tetapi publik masih butuh waktu untuk percaya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Timur Tengah, Hasbullah Sastrawi ikut memberikan analisisnya terkait keberhasilan Taliban menduduki Afghanistan pada Minggu (15/8/2021) malam.
Menurut Hasbullah, Taliban yang sekarang telah berbeda dan mengalami perubahan dari 20 tahun silam.
Tetapi, publik masih belum bisa mempercayai perubahan dalam kelompok ekstremis Islam tersebut.
Sementara, dalam keberhasilannya menduduki Afghanistan, Hasbullah menilai Taliban ingin mulai memberi citra baik dengan negara Barat.
Baca juga: Wali Kota Perempuan Afghanistan Pasrah Jika Dibunuh Taliban Saya Duduk di Sini Menunggu Mereka
"Sebenarnya Taliban dalam 20 tahun silam itu sudah mengalami perubahan, tetapi perubahan itu orang masih butuh waktu untuk percaya."
"Karena itu, apa yang terjadi saat ini sebenarnya penjajakan supaya Amerika melihat Taliban cenderung baik," kata Hasbullah, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Rabu (18/8/2021).
Hasbullah menjelaskan, satu di antara bukti perubahan Taliban adalah eratnya hubungan dengan Qatar.
Yakni, Taliban mulai membentuk kantor perwakilannya di Qatar.
"Qatar ini sebagai salah satu bukti perubahan Taliban, dimana taliban membentuk kantor perwakilan negeri di Qatar," ujarnya.
Di sisi lain, Hasbullah menyebut, keputusan Taliban untuk merebut Afghanistan memang telah direncanakan sejak Februari 2020.
Hal itu setelah diadakan pertemuan antara pihak Taliban dan perwakilan dari Amerika Serikat.
Dari pertemuan tersebut, lanjut Hasbullah, Amerika Serikat mengupayakan jalan damai asalkan Taliban berkomitmen untuk tidak membuat Afghanistan menjadi negara teroris.
"Yang terjadi hari ini sebetulnya berangkat dari keputusan perundingan di antara Taliban dan perwakilan AS pada akhir Februari 2020. Itu yang menjadi dasar."
"AS meminta kalau mau ada perubahan hubungan kedepan, Taliban komitmen tidak menjadikan tanah Afghanistan sebagai landasan atau bumi bagi kelompok-kelompok teror," ungkapnya.
Juru Bicara Akui Adanya Perubahan dalam Taliban
Diberitakan Tribunnews, dalam konferensi pers pertama sejak mengambil alih negara, Taliban menyatakan perempuan akan bebas bekerja.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid pada Selasa (17/8/2021) menyatakan, hak-hak perempuan akan dilindungi.
"Kami akan mengizinkan perempuan untuk bekerja dan belajar. Kami punya kerangka kerja, tentu saja. Wanita akan sangat aktif dalam masyarakat, tetapi dalam kerangka Islam," ujar Mujahid.
Dia juga mengatakan Taliban menginginkan hubungan damai dengan negara lain.
"Saya ingin meyakinkan masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat, bahwa tidak ada yang akan dirugikan," kata Mujahid.
"Kami tidak menginginkan musuh internal atau eksternal."
Kelompok militan ini sebelumnya mendeklarasikan "amnesti" di seluruh Afghanistan dan mendesak perempuan untuk bergabung dengan pemerintahnya.
Taliban mencoba menenangkan kondisi di Kabul pasca berkuasa.
Menurut laporan Al Jazeera, Taliban berusaha memberi citra moderat dibanding pemerintahannya yang dianggap kejam pada akhir 1990-an.
Dengan ini, Mujahid mengatakan bahwa kelompoknya telah berkembang.
Taliban, kata Mujahid, tidak akan mengambil tindakan yang sama seperti mereka di masa lalu.
Kelompok ini juga berkomitmen melindungi hak-hak pers, kata Mujahid kepada wartawan yang berkumpul.
Dia juga mengatakan, Taliban tidak berencana melakukan serangan balasan terhadap pihak yang bertugas di pemerintahan sebelumnya, pasukan asing, atau militer Afghanistan.
Sementara itu, menanggapi janji Taliban untuk menghormati perempuan, aktivis Malala Yousafzai mengaku pesimis.
Peraih Hadiah Nobel Perdamaian termuda ini mengaku khawatir atas nasib perempuan di Afghanistan.
Baca juga: Kilas Balik Perjuangan Malala Yousafzai Hadapi Taliban, Kini Ragukan Janji Taliban Hormati Perempuan
Ia pun teringat dengan perjuangannya saat menentang Taliban di Pakistan agar para wanita dihormati dan diizinkan untuk menerima pendidikan yang layak.
Menurutnya, sejarah kelam atas kekejaman Taliban terhadap perempuan masih terus membekas di ingatan.
Untuk itu, tidak mudah untuk mempercayai ucapan Taliban yang hendak menghormati hak-hak perempuan.
"Mengingat sejarah Taliban dalam menindas hak-hak perempuan, ketakutan perempuan Afghanistan adalah nyata."
"Kami sudah mendengar laporan mahasiswa perempuan ditolak dari universitasnya, pekerja perempuan dari kantor mereka," katanya.
Kekejaman Taliban
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, Badan pengungsi PBB mengatakan, hampir 250.000 warga Afghanistan telah meninggalkan rumah mereka sejak akhir Mei.
Warga khawatir Taliban akan menerapkan kembali interpretasi mereka yang ketat dan kejam tentang Islam.
Delapan puluh persen dari mereka yang mengungsi adalah perempuan dan anak-anak.
Sebelumnya, kelompok fundamentalis itu memerintah Afghanistan selama lima tahun sampai invasi AS 2001.
Selama waktu itu, Taliban melarang anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan hak untuk bekerja.
Mereka bahkan tidak mau membiarkan para wanita bepergian ke luar rumah tanpa ditemani kerabat laki-laki.
Taliban juga melakukan eksekusi publik yang kejam.
Belum ada laporan yang dikonfirmasi tentang tindakan ekstrem itu di daerah-daerah yang baru-baru ini direbut oleh para pejuang Taliban.
Namun militan dilaporkan telah mengambil alih beberapa rumah dan membakar setidaknya satu sekolah.
Di sebuah taman di Kabul, yang diubah sejak minggu lalu menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi, keluarga mengatakan kepada AP pada hari Jumat bahwa gadis-gadis yang mengendarai becak bermotor di provinsi Takhar utara dihentikan dan dicambuk karena mengenakan "sandal terbuka."
Seorang guru sekolah dari provinsi mengatakan tidak ada yang diizinkan pergi ke pasar tanpa pendamping laki-laki.
Sekitar 3.000 keluarga terutama dari provinsi utara baru-baru ini diambil alih oleh Taliban sekarang tinggal di tenda-tenda di dalam taman, beberapa tinggal di trotoar.
Zahra berhenti pergi ke kantor sekitar sebulan yang lalu ketika para militan mendekati Herat. Dia bekerja dari rumah sejak saat itu.
Tetapi pada hari Kamis, pejuang Taliban menerobos garis pertahanan kota, dan dia tidak dapat bekerja sejak itu.
Matanya berlinang air mata saat membayangkan kemungkinan dia tidak akan dapat kembali bekerja, saudara perempuannya yang berusia 12 tahun tidak dapat melanjutkan sekolah, dan kakak laki-lakinya tidak akan bisa bermain sepak bola, atau dia tidak akan bisa bermain gitar dengan bebas lagi.
Zahra membuat daftar beberapa pencapaian yang dibuat oleh wanita dalam 20 tahun terakhir sejak penggulingan Taliban, seperti anak perempuan bersekolah, dan ada pula perempuan di Parlemen, pemerintah serta bisnis.
Marianne O'Grady, wakil direktur CARE International yang berbasis di Kabul, mengatakan langkah yang dibuat oleh wanita selama dua dekade terakhir sangat dramatis, terutama di daerah perkotaan.
Ia menambahkan, dia tidak dapat melihat hal-hal kembali seperti semula, bahkan dengan pengambilalihan Taliban.
"Anda tidak bisa tidak mendidik jutaan orang," katanya.
"Jika perempuan kembali ke balik tembok dan tidak bisa banyak keluar, setidaknya mereka sekarang dapat mendidik sepupu mereka dan tetangga mereka dan anak-anak mereka sendiri dengan cara yang tidak dapat terjadi 25 tahun yang lalu."
Namun, rasa takut tampaknya ada di mana-mana, terutama di kalangan wanita, karena pasukan Taliban merebut lebih banyak wilayah setiap hari.
Baca juga: Militer Norwegia: Alutsista Kami Mungkin Juga Akan Berakhir di Tangan Taliban
"Saya merasa kami seperti burung yang membuat sarang untuk mencari nafkah dan menghabiskan waktu membangunnya, tapi kemudian secara tiba-tiba dan tak berdaya, ada orang lain yang menghancurkannya," kata Zarmina Kakar, aktivis hak perempuan berusia 26 tahun di Kabul.
Kakar berusia satu tahun ketika Taliban memasuki Kabul pertama kali pada tahun 1996.
Ia ingat saat ibunya membawanya keluar untuk membeli es krim, saat Taliban berkuasa.
Ibunya dihukum oleh seorang pejuang Taliban karena memperlihatkan wajahnya selama beberapa menit.
"Hari ini, saya merasa bahwa jika Taliban berkuasa, kami akan kembali ke masa-masa kelam yang sama," katanya.
(Tribunnews.com/Maliana/Ika Nur Cahyani/Tiara Shelavie/Hasanah Samhudi)
Berita lain terkait Konflik di Afghanistan