Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Taliban Ingkar Janji, Kepala Polisi Afghanistan DieksekusI Mati, Wanita Dilarang Jadi Jurnalis

Sebuah laporan dari PBB juga mengungkapkan Taliban saat ini tengah memburu siapa pun yang bekerja dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Taliban Ingkar Janji, Kepala Polisi Afghanistan DieksekusI Mati, Wanita Dilarang Jadi Jurnalis
AFP/WAKIL KOHSAR
Pejuang Taliban berjaga-jaga di sepanjang jalan dekat Zanbaq Square di Kabul. Afghanistan. Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota itu mencoba melarikan diri dari kelompok garis keras yang ditakuti. (Wakil Kohsar/AFP) 

TRIBUNNEWS.COM, AFGHANISTAN - Janji Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, yang tidak akan melakukan kekerasan terhadap perempuan dan musuh mereka tampaknya tidak ditepati.

Buktinya?

Taliban mengeksekusi mati kepala polisi Afghanistan.

Kepala Polisi Provinsi Badghis Jenderal Haji Mullah Achakzai ditembak mati oleh Taliban dalam eksekusi yang mengerikan.

Jenderal Haji Mullah Achakzai dianggap sebagai lawan Taliban selama ini,

Jenderal Achakzai ditangkap Taliban setelah mereka mengambil alih Afghanistan.

Eksekusi Jenderal Achakzai dilakukan hanya beberapa hari setelah Taliban berjanji tak akan ada aksi balasan terhadap mantan musuh mereka.

Baca juga: Ini Perbandingan Pasukan Khusus Taliban dengan Tentara Elite Afghanistan

Kepala Polisi Afghanistan Jenderal Haji Mullah Achakzai dieksekusi mati oleh Taliban. (Sumber: Mirror)
Kepala Polisi Afghanistan Jenderal Haji Mullah Achakzai dieksekusi mati oleh Taliban. (Sumber: Mirror) ()

Baca juga: 2 Warga Afghanistan Ikut Dievakuasi ke Indonesia Menggunakan Pesawat TNI AU, Siapa Mereka?

BERITA REKOMENDASI

Eksekusi mati itu pun viral di media sosial Twitter, di mana sang jenderal terlihat dalam keadaan diikat tangannya dan matanya ditutupi, sambil berlutut.

Ia pun kemudian dieksekusi mati dengan berondongan peluru.

Jenderal Achakzai yang berusia 60 tahun, dikenal sebagai salah satu musuh Taliban karena selalu berperang melawan mereka selama lebih dari satu dekade.

Penasihat keamanan dan teman Jenderal Achakzai, Nasser Waziri, mengatakan, Taliban membagikan gambar tersebut melalui jaringannya.

Ia mengungkapkan bahwa Jenderal Achakzai terpaksa menyerah terhadap Taliban.


“Ketika itu ia dikepung oleh Taliban dan tak memiliki pilihan lain kecuali menyerah,” tuturnya dikutip dari Mirror.

“Taliban menargetkan Achakzai karena ia merupakan pejabat tinggi intelijen,” tambah Waziri.

Ingkar Janji

Apa yang dilakukan Taliban ini seperti menelan ludahnya sendiri, mengingat mereka berjanji tak akan melakukan kekerasan terhadap perempuan atau mendendam terhadap musuhnya.

“Kami tak menginginkan adanya musuh secara internal atau eksternal,” tutur Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid.

Namun, menurut laporan, Gubernur dan Kepala Polisi di Provinsi Laghman di dekat Jalalabad, juga telah ditahan oleh Taliban.

Nasib mereka pun kabarnya akan ditentukan oleh pemimpin kelompok tersebut.

Sebuah laporan dari PBB juga mengungkapkan Taliban saat ini tengah memburu siapa pun yang bekerja dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO.

Mereka mengancam akan membunuh atau menahan anggota keluarga orang yang dicarinya.

Taliban sendiri dikabarkan telah membunuh seorang anggota keluarga jurnalis DW, yang menjadi target buruan mereka.

Jurnalis Wanita Dilarang Bekerja

Sejumlah pembawa acara atau presenter perempuan televisi pemerintah Afghanistan pekan ini menyatakan bahwa gerilyawan Taliban melarang mereka bekerja.

Para presenter perempuan itu diperintahkan oleh Taliban untuk keluar kantor.

Shabnam Dawran, seorang presenter berita Radio Televisi Afghanistan (RTA) menyatakan melalui pesan video pada Rabu (18/8/2021) bahwa ia diancam oleh milisi Taliban saat tiba di kantor untuk bekerja.

Taliban telah menduduki gedung RTA di Kabul pada Minggu (15/8/2021), menyusul jatuhnya ibu kota ke tangan kelompok pemberontak itu.

“Saya tak diperbolehkan masuk, meskipun saya membawa lencana identitas saya,” ujar Dawran menyebut upayanya untuk bekerja pekan ini.

“Karyawan lelaki diizinkan (masuk), tapi saya diancam. Mereka bilang pada saya, rezim telah berubah. Hidup kami kini di bawah ancaman serius,” imbuhnya seperti dilansir dari The Washington Post, Jumat (20/8/2021).

Kolega Dawran, Khadija Amin, seorang presenter berita terkemuka, pula menyatakan ia dicegah memasuki kantor RTA pekan ini.

“Saya pergi ke kantor tapi saya tak diizinkan masuk. Kolega yang lain lalu juga dilarang,” tutur Amin seperti dilaporkan media independen Afghanistan ToloNews.

Lebih lanjut Amin menuturkan, dirinya dan sejumlah kolega yang lain lalu berbicara dengan direktur RTA baru yang ditunjuk oleh Taliban.

“Ada perubahan pada program-progam televisi. (Dan) tidak tampak ada presenter atau jurnalis perempuan (bekerja),” terangnya.

Warga Minoritas Jadi Korban

Taliban telah “membantai” dan secara keji menyiksa sejumlah warga minoritas Hazara di Afghanistan.

Hal ini diungkap oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International.

Melansir BBC pada Jumat (20/8/2021), sejumlah saksi telah memberikan laporan mengerikan tentang pembunuhan keji yang terjadi pada awal Juli lalu di provinsi Ghazni, Afghanistan itu.

Sejak merebut ibu kota Kabul pada Minggu (15/8/2021), Taliban berupaya menampilkan citra yang lebih moderat.

Namun, menurut Amnesty International, insiden keji itu merupakan “indikator mengerikan” pemerintahan Taliban.

Komunitas Hazara merupakan kelompok etnik ketiga terbesar di Afghanistan. Mereka terutama mempraktikkan Islam Syiah, dan sejak lama menghadapi diskriminasi dan persekusi di bawah kaum Sunni Afghanistan dan Pakistan.

Dalam laporan yang diterbitkan pada Kamis (19/8/2021) itu, Amnesty International menyatakan, sembilan lelaki Hazara dibunuh antara tanggal 4 hingga 6 Juli di distrik Malistan di provinsi Ghazni di timur Afghanistan. Amnesty International mewawancarai sejumlah saksi mata dan meninjau bukti-bukti fotografis usai pembunuhan itu.

Sejumlah warga desa Mundarakht mengungkap, mereka melarikan diri ke pegunungan saat perang antara pasukan pemerintah dan gerilyawan Taliban meningkat. Saat beberapa warga kembali ke desa untuk mengambil makanan, Taliban telah menjarah rumah mereka dan menanti mereka.

Di tempat terpisah, sejumlah warga yang melintas melalui Mundarakht untuk pulang ke dusun mereka juga diserang.

Sebanyak total enam orang diduga ditembak Taliban. Beberapa dari mereka ditembak di bagian kepala, dan tiga warga lainnya disiksa hingga tewas.

Menurut laporan para saksi mata, seorang warga dicekik dengan syalnya miliknya sendiri hingga tewas. Otot lengannya juga dipotong. Mayat warga lainnya bahkan ditembak hingga koyak.

Seorang saksi mata mengungkap, warga kemudian bertanya pada Taliban mengapa mereka melakukan kekejian seperti itu pada mereka.

“Saat perang, semua orang mati, tak peduli kamu punya senjata atau tidak. Ini waktunya perang,” tutur seorang warga menirukan jawaban anggota Taliban.

Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard mengatakan, “Pembunuhan-pembunuhan keji berdarah dingin ini adalah pengingat catatan masa lalu Taliban, dan merupakan indikator mengerikan akan kemungkinan pemerintahan Taliban di masa depan.”

“Pembunuhan yang ditargetkan ini adalah bukti bahwa etnis dan agama minoritas tetap terancam di bawah pemerintahan Taliban di Afghanistan,” imbuhnya.

Laporan itu juga menyebutkan, layanan seluler telah diputus di banyak area yang dikuasai Taliban. Hingga, informasi tentang pembunuhan itu tak bocor sampai saat ini.

Amnesty International mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki dan melindungi mereka yang terancam di Afghanistan. Taliban

Sebelum digulingkan oleh koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) pada 2001, Taliban dikenal karena pemerintahan brutal mereka. Mereka merampas hak-hak perempuan dan etnis minoritas.

Dalam konferensi pers menyusul pendudukan Taliban atas Kabul, kelompok pemberontak itu berjanji tak akan membalas dendam pada siapa pun yang bekerja pada pasukan AS.

Taliban juga berikrar akan menghormati hak-hak perempuan di bawah hukum syariah Islam.

Namun, PBB memperingatkan, Taliban melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah untuk memburu orang-orang yang bekerja untuk pasukan NATO atau pemerintah Afghanistan sebelumnya.

Sumber: Kompas.TV/BBC Indonesia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas