Di Tangan Taliban, Warga Afghanistan Tak Lagi Pakai Celana Jins, Tak Terdengar Lagi Suara Musik
Warga yang masih tertinggal di Kabul berusaha menyesuaikan diri dengan gaya tegas pemerintah baru mereka, Taliban.
Editor: Hasanudin Aco
![Di Tangan Taliban, Warga Afghanistan Tak Lagi Pakai Celana Jins, Tak Terdengar Lagi Suara Musik](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pejuang-taliban-badri-sebuah-unit-pasukan-khusus-berjaga-jag_20210831_193214.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Afghanistan, terutama di ibu kota Kabul, kini banyak berubah.
Apalagi setelah pasukan Amerika Serikat (AS) meninggalkan Kabul pada Senin (30/8/2021) .
Banyak pemandangan mencolok dan suara kehidupan kota di Afghanistan mulai berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang sama sekali baru.
Warga yang masih tertinggal di Kabul berusaha menyesuaikan diri dengan gaya tegas pemerintah baru mereka, Taliban.
Taliban sejauh ini berusaha menunjukkan wajah yang lebih sejuk kepada dunia.
Tak ada hukuman keras dipertontonkan di depan publik dan tak ada larangan menggelar hiburan rakyat seperti yang mereka terapkan saat berkuasa dulu, sebelum digulingkan pasukan Sekutu pada 2001.
Kegiatan budaya diperbolehkan, kata Taliban, sejauh tidak melanggar hukum Syariat dan budaya Islam Afghanistan.
Otoritas Taliban di Kandahar, kota kelahiran gerakan itu, menerbitkan perintah formal pekan lalu yang melarang stasiun radio memutar musik dan suara penyiar perempuan.
Namun bagi kebanyakan orang, tidak perlu perintah formal untuk melakukan itu.
Reklame warna-warni di depan salon-salon kecantikan sudah dicat ulang dan jeans telah diganti dengan pakaian tradisional.
Baca juga: Satu-satunya Provinsi Belum Takluk, Taliban Incar Pemimpin Perlawanan di Panjshir, Ahmad Massoud
Stasiun radio pun mengubah menu siaran mereka dengan musik pop Hindi dan Persia, yang terdengar seperti musik patriotik yang muram.
"Bukan karena Taliban memerintahkan kami mengubah apa pun. Kami mengganti program sekarang karena kami tidak ingin Taliban memaksa kami berhenti siaran," kata Khalid Sediqqi, produser stasiun radio swasta di Kota Ghezni.
"Lagi pula, tak seorang pun di negara ini berminat mencari hiburan, (karena) kami semua sedang syok," kata dia.
"Saya malah tak yakin ada orang yang menyalakan radio sekarang."