Mayor Jenderal Chris Donahue, Tentara Amerika Terakhir yang Meninggalkan Afghanistan
Inilah potret Mayor Jenderal Chris Donahue, tentara Amerika terakhir yang meninggalkan Afghanistan
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Mengakhiri perang selama 20 tahun di Afghanistan, Amerika Serikat mengevakuasi pasukan terakhirnya dari Bandara Internasional Kabul pada Senin (30/8/2021) malam.
Dalam foto yang dibagikan oleh Departemen Pertahanan AS, Mayor Jenderal Angkatan Darat Chris Donahue adalah tentara AS terakhir yang keluar dari Afghanistan.
Sebuah foto yang menggunakan optik penglihatan malam menunjukkan Jenderal Chris Donahue, komandan Divisi Lintas Udara ke-82, menginjakkan kakinya di pesawat pengangkut.
Korps Lintas Udara XVIII menyebutnya sebagai prajurit terakhir yang meninggalkan Kabul.
Baca juga: Taliban Izinkan Wanita Afghanistan Melanjutkan Pendidikan, tapi Larang Keras Kelas Campuran
Baca juga: Perang Afghanistan Berakhir, Taliban Tembakkan Senjata ke Udara dan Mengumumkan Kemerdekaan Penuh
Dengan kepergiannya itu, berakhirlah pula evakuasi dua minggu yang tergesa-gesa oleh AS dan sekutu NATO dari Afghanistan.
AS menetapkan 31 Agustus sebagai batas waktu penarikan pasukannya dari Kabul.
Menurut perkiraan, lebih dari 122.000 orang telah diterbangkan dari Kabul sejak 14 Agustus, sehari sebelum Taliban mengambil alih Kabul.
Setelah penerbangan evakuasi AS terakhir lepas landas dari Kabul, tembakan perayaan terdengar di kota itu ketika Taliban memproklamasikan "kemerdekaan penuh" untuk Afghanistan.
Dilansir India Today, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan pada Selasa (31/8/2021) pagi, tentara Amerika meninggalkan Bandara Kabul, dan Afghanistan mendapatkan kemerdekaan penuh.
Konflik 20 tahun AS-Taliban telah merenggut hampir 2.500 nyawa tentara AS dan sekitar 240.000 warga Afghanistan serta menelan biaya sekitar $2 triliun.
Bagaimana Nasib Warga yang Tertinggal?
Militer Amerika Serikat kini telah sepenuhnya meninggalkan Afghanistan.
Kini, tugas mengevakuasi puluhan ribu sekutu Afghanistan yang tertinggal jatuh ke oranisasi non-pemerintah atau kelompok bantuan internasional, NBC News melaporkan.
Namun mereka pun belum bisa memberitahu warga ke mana mereka harus pergi selanjutnya.
Bandara Kabul sebelumnya telah menjadi pusat evakuasi.
Tetapi dengan berhentinya penerbangan komersial, proses evakuasi telah bergeser ke perbatasan darat Afghanistan.
Kemungkinan warga Afghanistan untuk mencapai salah satu perbatasan tanpa diganggu Taliban, serta diizinkan untuk menyeberang ke negara tetangga dan kemudian dimukimkan kembali di AS, sangatlah kecil.
Baca juga: Perang Afghanistan Berakhir, Taliban Tembakkan Senjata ke Udara dan Mengumumkan Kemerdekaan Penuh
Baca juga: Pengamat: Kelompok Radikal Indonesia Rata-rata Alumni Afghanistan
"Perasaan saya tentang masalah ini adalah bahwa perbatasan sangat ramai. Ada banyak kekerasan."
"Beberapa terbuka untuk pemegang visa, dan yang lainnya tidak."
"Beberapa telah masuk ke Pakistan. Banyak yang belum," kata Becca Heller, Direktur Eksekutif Proyek Bantuan Pengungsi Internasional.
Heller adalah sosok yang membantu para pengungsi yang sudah meninggalkan Afghanistan dan kini mencari bantuan hukum untuk bermukim di AS.
Banyak organisasi memberitahu karyawan Afghanistan dan lainnya yang ingin mengungsi untuk pergi ke tempat penampungan sampai mereka memiliki informasi lebih lanjut, menurut tiga organisasi non-pemerintah yang beroperasi di Afghanistan.
"Saat ini kami memberi tahu mereka untuk mencari tempat yang aman dan tinggal di sana."
"Kami tidak tahu apa yang terjadi di perbatasan," kata Chris Purdy, manajer proyek program Veteran untuk American Ideals di Human Rights First.
Laporan tentang perbatasan mana yang mungkin aman untuk dilintasi tampaknya beragam.
Badan pengungsi utama PBB mengatakan, sejauh ini tidak ada bukti bahwa gelombang besar pengungsi dapat melarikan diri melintasi perbatasan darat.
"Kami belum melihat arus besar orang keluar dari Afghanistan. Kami tahu itu bisa berubah," kata Chris Boian, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, atau UNHCR.
"Ada indikasi bahwa lebih banyak warga Afghanistan melintasi perbatasan dengan Iran dan Pakistan, tetapi tidak jelas apakah mereka mencari suaka," katanya.
Beberapa ribu lebih warga Afghanistan telah melakukan perjalanan melintasi perbatasan
Afghanistan-Pakistan yang banyak digunakan di Spin Boldak, menurut pengamat UNHCR di lapangan, kata Boian.
Bilal Askaryar, direktur komunikasi Welcome With Dignity, sebuah koalisi organisasi advokasi imigran dan pengungsi, mengatakan ada laporan tentang Taliban yang menghentikan warga Afghanistan di jalan menuju perbatasan darat.
Sebelumnya, warga Afghanistan sempat ingin membuktikan afiliasi mereka dengan AS agar berkesempatan naik penerbangan evakuasi sebelum militer AS pergi.
Namun sekarang, banyak yang diperintahkan untuk menyembunyikan atau bahkan menghancurkan dokumen-dokumen itu ketika mereka menghadapi Taliban di pos pemeriksaan.
"Kepemilikan dokumen itu mungkin lebih dijadikan target daripada tiket untuk keluar," kata Askaryar.
"Waktunya untuk saling tuduh akan datang, tetapi sekarang kami hanya perlu mengeluarkan orang-orang," kata seorang pemimpin organisasi non-pemerintah yang bekerja untuk mengevakuasi warga Afghanistan.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, meminta negara-negara tetangga Afghanistan untuk membantu.
"Beberapa warga Afghanistan pasti perlu mencari keselamatan melintasi perbatasan negara."
"Mereka harus dapat menggunakan hak mereka untuk mencari perlindungan internasional, dan perbatasan harus tetap terbuka bagi mereka untuk tujuan ini," kata Grandi.
Namun juru bicara pemerintah untuk negara-negara tetangga Iran, Pakistan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan tidak berkomentar tentang apakah mereka akan menyambut pengungsi Afghanistan.
Kelima negara bertemu minggu lalu untuk membahas situasi tersebut, tetapi sejauh ini mereka tidak membuat komitmen apapun.
Iran dan Pakistan secara historis menampung jutaan pengungsi Afghanistan selama empat dekade, menurut PBB, banyak dari mereka masih tinggal di negara-negara itu.
Dewan Keamanan PBB pun pesimis terhadap sikap Taliban, yang berjanji menghormati komitmen untuk memastikan perjalanan yang aman bagi semua yang mencoba untuk pergi.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan