14 Juta Rakyat Afghanistan Terancam Kelaparan Setelah Taliban Berkuasa
Duta Besar Pakistan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Munir Akram menekankan bantuan kemanusiaan harus menjadi prioritas utama.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Pakistan mendesak masyarakat internasional untuk mengadopsi tiga pendekatan untuk membantu Afghanistan setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.
Tiga pendekatan tersebut yakni memberikan bantuan kepada 14 juta orang yang menghadapi krisis kelaparan di Afghanistan, mempromosikan pemerintahan yang inklusif, dan bekerja dengan Taliban untuk membasmi semua kelompok teroris di negara tersebut.
Duta Besar Pakistan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Munir Akram menekankan bantuan kemanusiaan harus menjadi prioritas utama.
Pembekuan aset Afghanistan oleh Amerika Serikat (AS) disebutnya tidak membantu karena membuat Taliban tidak memiliki akses kepada dolar atau valuta asing lainnya untuk membeli makanan atau impor minyak.
“Akan terjadi inflasi. Harga di Afghanistan akan naik lebih lanjut. Tingkat kemiskinan akan meningkat,” Akram memperingatkan.
“Anda kemudian akan mengalami krisis pengungsi yang ditakuti oleh Barat,” ujarnya seperti dikutip dari The Associated Press, Jumat (3/9/2021).
Baca juga: Sosok Gulafroz, Petinggi Polisi Wanita Afghanistan yang Kini Diburu Taliban, Dianggap Berbahaya
Krisis Pangan
Afghanistan saat ini akan menghadapi krisis pangan, membuat 1 dari 3 orang kelaparan, dengan persediaan pangan PBB di sana habis bulan ini.
"Pada akhir September, stok (pangan) yang dimiliki Program Pangan Duni di negara itu akan habis," kata Ramiz Alakbarov, koordinator kemanusiaan PBB di Afghanistan, pada Rabu (1/9/2021), seperti yang dilansir dari Firstpost.
Padahal, lebih dari separuh anak-anak di negara itu sudah kesulitan untuk mendapatkan makanan. Dia menekankan bahwa kerawanan pangan "sangat jelas" di seluruh wilayah negara.
Al Jazeera melaporkan baru-baru ini harga makanan di Afghanistan sudah naik sekitar 50 persen, dan BBM sekitar 75 persen.
Dengan banyaknya bantuan internasional yang mandek, Alakbarov mengatakan layanan pemerintah tidak dapat berfungsi dan pegawai negeri tidak menerima gaji mereka.
Taliban belum membentuk pemerintahan baru, dan pengakuan internasional untuk mereka masih dipertanyakan, sehingga menjadi kendala dimulainya kembali bantuan asing untuk Afghanistan.
“Situasinya...cukup mengerikan sekarang. Bahkan sebelum krisis ini, banyak warga Afghanistan sudah hidup jauh di bawah garis kemiskinan,” kata Alex Zerden, mantan atase keuangan kementerian keuangan AS untuk Kabul, kepada Al Jazeera.