Nasib Diplomat Afghanistan di Luar Negeri: Berharap Dapat Suaka Hingga Siap Jadi Pengungsi
Ribuan diplomat Afghanistan dan keluarganya dalam ketakutan akan nasibnya setelah Taliban berkuasa, antara meminta suaka hingga siap menjadi pengungsi
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM – Ratusan diplomat Afghanistan di luar negeri dalam ketidakpastian setelah Taliban menguasai negeri itu bulan lalu.
Mereka kehabisan dana untuk operasional kedutaan. Di sisi lain, mereka ketakutan akan nasib keluarga di tanah airnya dan nasib mereka sendiri di tanah orang.
Selasa (14/9/2021), Taliban telah mengirim pesan ke semua kedutaan agar para diplomatnya melanjutkan pekerjaan seperti biasa.
Dilansir dari Al Jazeera, pengakuan delapan staf kedutaan di Kanada, Jerman, dan Jepang, yang berbicara kepada kantor berita Reuters dengan syarat anonim, justru menggambarkan bagaimana kedutaan tidak berfungsi.
“Rekan-rekan saya di sini dan di banyak negara memohon kepada negara-negara tuan rumah untuk menerima mereka,” kata seorang diplomat Afghanistan di Berlin, Jerman.
Baca juga: Taliban Kritik AS karena Setop Bantuan Afghanistan: Alih-alih Berterima Kasih, Aset Kami Dibekukan
Baca juga: 2.200 Diplomat dan Warga Sipil Telah Dievakuasi dari Afghanistan
Ia tidak ingin identitasnya disebutkan karena takut istri dan empat putrinya di Kabul akan mengalami masalah.
“Saya benar-benar memohon. Para diplomat bersedia menjadi pengungsi,” katanya.
Ia menambahkan bahwa dia harus menjual segalanya, termasuk sebuah rumah besar di Kabul, dan mulai dari awal lagi.
Penjabat Menteri Luar Negeri Afghanistan Mullah Amir Khan Muttaqi mengatakan pada konferensi pers di Kabul pada hari Selasa (14/9/2021) bahwa Taliban telah mengirim pesan ke semua kedutaan Afghanistan agar terus bekerja.
“Afghanistan banyak berinvestasi pada Anda, Anda adalah aset Afghanistan,” katanya.
Baca juga: 10 Warga Afghanistan Tiba di Jepang Kemungkinan Ajukan Visa Suaka
Baca juga: Taliban Temukan Uang Jutaan Dolar dan Emas Batangan di Rumah Mantan Wapres Afghanistan
Seorang diplomat senior Afghanistan memperkirakan ada sekitar 3.000 orang yang bekerja di kedutaan negara itu atau bergantung langsung pada mereka.
Pemerintahan mantan Presiden Ashraf Ghani juga menulis surat kepada misi asing pada 8 September, menyebut pemerintah baru Taliban tidak sah dan mendesak kedutaan untuk melanjutkan fungsi dan tugas normal mereka.
Tetapi staf kedutaan melihat seruan-seruan itu menggambarkan kekacauan di lapangan.
"Tidak ada uang. Tidak mungkin untuk beroperasi dalam keadaan seperti itu. Saya tidak dibayar sekarang,” kata seorang sumber di kedutaan Afghanistan di ibu kota Kanada, Ottawa.
Dua staf kedutaan Afghanistan di New Delhi menggambarkan hal serupa.
Baca juga: Nasib Pengungsi Afghanistan setelah Melarikan Diri dari Taliban, ke Mana Mereka akan Cari Suaka?
Baca juga: Obama, Bush, Dan Clinton Bersatu Membantu Pengungsi Afghanistan di Amerika Serikat
Mereka juga kehabisan uang tunai untuk misi melayani ribuan warga Afghanistan yang ingin pulang bersatu dengan keluarga atau warganya yang ingin mengajukan suaka.
Kedua staf di Kanada dan India ini sangat yakin mereka tidak ingin kembali ke Afghanistan.
Mereka takut menjadi sasaran karena hubungan mereka dengan pemerintah sebelumnya.
Tetapi mereka juga akan berjuang untuk mendapatkan suaka di India, di mana ribuan warga Afghanistan telah menghabiskan bertahun-tahun mencari status pengungsi.
"Saya hanya harus berdiam di gedung kedutaan dan menunggu untuk keluar ke negara mana pun yang mau menerima saya dan keluarga," kata salah satu dari mereka.
Baca juga: Pengungsi Asal Afghanistan Ditangkap Polisi Karena Pakai Narkoba di Kawasan Puncak
Baca juga: Singapura Tawarkan AS Bantuan Evakuasi Pengungsi dari Afghanistan dengan Pesawat MRTT A330
Mayoritas diplomat memilih menunggu, meski ada yang terang-terangan mengeritik Taliban.
Rata-rata diplomat berharap negara tuan rumah tidak buru-buru mengakui Taliban sebagai pemerintah baru Afghanistan, yang bisa berimplikasi membahayakan mereka.
Di Tajikistan, beberapa staf kedutaan berhasil membawa keluarga mereka melintasi perbatasan dalam beberapa pekan terakhir.
Seorang diplomat senior di kedutaan ini mengatakan, mereka sedang mempertimbangkan menjadikan kantor kedutaan sebagai tempat tinggal mereka.
Seperti sesame diplomat Afghanistan di seluruh dunia, katanya, mereka berencana pulang ke Afghanistan selagi Taliban berkuasa.
Baca juga: Pencari Suaka Politik Terlibat Pencurian di Bandara
Baca juga: Taliban Dikabarkan Blokir Empat Pesawat yang Bawa Pengungsi Warga Amerika dari Afghanistan
“Sangat jelas bahwa tidak seorang diplomat Afghanistan yang ditempatkan di luar negeri ingin kembali,” kata seorang diplomat senior Afghanistan di Jepang.
“Kami semua bertekad untuk tetap di tempat kami sekarang dan mungkin banyak negara akan menerima bahwa kami adalah bagian dari pemerintah yang berada di pengasingan,” katanya.
Afzal Ashraf, pakar hubungan internasional dan dosen tamu pada Universitas Nottingham Inggris, mengatakan, misi Afghanistan di luar negeri menghadapi periode ketidakpastian yang berkepanjangan ketika negara-negara memutuskan apakah akan mengakui Taliban.
“Apa yang bisa dilakukan kedutaan-kedutaan itu? Mereka tidak mewakili pemerintah. Mereka tidak memiliki kebijakan untuk diterapkan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa staf kedutaan kemungkinan akan diberikan suaka politik karena masalah keamanan jika mereka kembali ke Afghanistan.
Baca juga: Permohonan Suaka Ditolak Kanada, Mantan Pengawal Kim Jong Il Ketakutan Jika Dideportasi ke Korsel
Sejak menguasai Afghanistan bulan lalu, Taliban berulangkali berusaha meyakinkan warganya dan dunia bahwa mereka lebih berdamai dibandingkan saat berkuasa pada 1996-2001.
Juru bicara Taliban meyakinkan warga Afghanistan bahwa mereka tidak akan membalas dendam dan akan menghormati hak-hak orang, termasuk hak perempuan.
Tetapi sejumlah laporan tentang penyisiran dari rumah ke rumah untuk mencari mantan pejabat and etnis minoritas membuat masyarakat was-was.
Sementara sejumlah perwakilan pemerintah yang digulingkan mengeluarkan pernyataan bersama pertama pada hari Rabu (15/9/2021), yang menyerukan para pemimpin dunia untuk menolak pengakuan resmi Taliban. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)