Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eks Presiden Myanmar Win Myint Mengaku Dipaksa Militer untuk Mundur Beberapa Jam Sebelum Kudeta

Mantan Presiden Myanmar Win Myint mengaku sempat dipaksa mundur dari jabatannya oleh militer, beberapa jam sebelum kudeta 1 Februari 2021.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Eks Presiden Myanmar Win Myint Mengaku Dipaksa Militer untuk Mundur Beberapa Jam Sebelum Kudeta
Thet AUNG / AFP
Win Myint - Mantan Presiden Myanmar Win Myint mengaku sempat dipaksa mundur dari jabatannya oleh militer, beberapa jam sebelum kudeta 1 Februari 2021. 

TRIBUNNEWS.COM - Win Myint, presiden Myanmar yang digulingkan dari jabatannya oleh militer, memberikan kesaksian atas tuduhan yang dilayangkan kepadanya dan pemimpin NLD Aung San Suu Kyi.

Dalam persidangan yang digelar di pengadilan di ibu kota Naypyidaw, Win Myint mengaku para jenderal telah mencoba memaksanya untuk melepaskan kekuasaannya.

Para jenderal yang merupakan dua pejabat senior militer mendekatinya beberapa jam sebelum kudeta 1 Februari 2021.

Mereka memintanya untuk mengundurkan diri dengan alasan kesehatan yang buruk.

Win Myint menolak permintaan tersebut dan mengatakan bahwa dia dalam keadaan sehat.

Baca juga: Tidak Sesabar Indonesia, Brunei Minta ASEAN Tak Undang Wakil Myanmar Ikut KTT

Pihak militer kemudian memperingatkan Win Myint bahwa dia bisa sangat dirugikan jika menolak permintaan para jenderal.

Namun, Win Myint tetap enggan meninggalkan jabatannya dan mengatakan bahwa dia lebih baik mati daripada menyetujuinya.

BERITA TERKAIT

"Presiden menolak proposal mereka, dengan mengatakan dia dalam keadaan sehat," kata pengacara pembela Khin Maung Zaw dikutip dari Al Jazeera.

"Para petugas memperingatkannya bahwa penolakan itu akan menyebabkan banyak kerugian, tetapi presiden mengatakan kepada mereka bahwa dia lebih baik mati daripada menyetujuinya," sambungnya.

Khin Maung Zaw menambahkan, Win Myint menentang klaim militer yang menyebut tidak ada kudeta yang terjadi dan bahwa kekuasaan secara sah dialihkan kepada para jenderal oleh seorang penjabat presiden.

Baca juga: ASEAN Pertimbangkan Tidak Undang Pimpinan Junta Militer Myanmar di KTT, Ini Alasannya

Untuk diketahui, para jenderal telah berusaha untuk membenarkan kudeta dengan mengklaim bahwa pemilihan itu dirusak oleh kecurangan, mengancam kedaulatan negara.

Namun, komisi pemilihan tidak menemukan bukti kesalahan dalam pemungutan suara.

Setelah Win Myint digulingkan, Wakil Presiden Myint Swe, mantan perwira militer, dilantik sebagai presiden dan segera menyerahkan kekuasaan kepada militer untuk mengawasi keadaan darurat.

Para jenderal belum mengungkapkan secara terbuka bagaimana Myint Swe mengambil alih kursi kepresidenan dari Win Myint.

Lebih lanjut, Khin Maung Zaw mengatakan dia dan tim pengacara pembela menolak tuduhan terhadap Win Myint dan Aung San Suu Kyi karena mereka ditahan tanpa komunikasi.

Win Myint (kiri), dan Aung San Suu Kyi (kanan).
Win Myint (kiri), dan Aung San Suu Kyi (kanan). (AFP Via Channel News Asia)

Win Myint dan Aung San Suu Kyi sebelumnya juga menolak beberapa tuduhan yang dilayangkan kepada mereka.

Pengacara pembela, yang mewakili mereka berdua, mengatakan Aung San Suu Kyi telah menyarankan agar kesaksian hari Selasa diumumkan.

Myanmar telah dirusak oleh kekerasan sejak angkatan bersenjata turun tangan untuk mencegah Aung San Suu Kyi membentuk pemerintahan baru, tiga bulan setelah partainya terpilih kembali.

Militer telah menindak secara brutal terhadap perbedaan pendapat dengan mereka.

Militer menembak pengunjuk rasa, menangkap tersangka pembangkang dalam penggerebekan malam, menutup outlet berita, dan menangkap wartawan.

Baca juga: Utusan Khusus ASEAN Terkendala Respon Junta Militer, Sulit Bertemu Semua Pihak di Myanmar

Pada hari Rabu, unggahan di media sosial menunjukkan rumah-rumah di wilayah Sagaing, Mandalay dan Magway rusak, dan diduga dihancurkan oleh militer.

Ungggahan lain menunjukkan serangan malam anti-kudeta di sebuah desa di wilayah Sagaing.

Setidaknya 10 aktivis politik juga dilaporkan ditahan oleh pihak berwenang di kotapraja Dagon Yangon pada hari Selasa.

Sejak kudeta, lebih dari 1.000 warga sipil telah tewas, menurut kelompok pemantau lokal, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).

Perwakilan khusus Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) belum mengunjungi negara itu.

Negosiasi untuk bertemu dengan militer serta para pemimpin oposisi masih berlangsung.

Baca artikel lain seputar Krisis Myanmar

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas