Mengaku Ditargetkan untuk Dibunuh, Eks Intel Arab Saudi Sebut Pangeran MBS Tak Punya Empati
Eks pejabat tinggi intelijen Saudi, Saad al-Jabri menuduh Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman (MBS) tidak punya empati dan merupakan ancaman
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
Kedutaan Arab Saudi di Washington tidak segera menanggapi hal ini.
Sementara itu, pengacara putra mahkota menyangkal tuduhan Jabri dan mengatakan MBS memiliki kekebalan hukum di Amerika Serikat sebagai kepala negara asing.
Jabri bertahun-tahun mengabdi menjadi ajudan terdekat Pangeran Nayef di Kementerian Dalam Negeri.
Dia bahkan membantu merombak operasi intelijen dan kontraterorisme kerajaan.
Sebelumnya, pada Januari lalu, kelompok perusahaan negara Saudi menuduh Jabri menggelapkan dana negara sejumlah miliaran dolar saat bekerja di Kementerian Dalam Negeri.
Jabri membantah tuduhan itu.
"Saya kira saya akan dibunuh suatu hari karena orang ini (MBS) tidak akan beristirahat sampai dia melihat saya mati," ujarnya.
Baca juga: Kemenag: Sistem Umrah Satu Pintu untuk Bangun Kepercayaan Arab Saudi
Baca juga: Raja Salman Perintahkan Arab Saudi Bantu Pasokan Medis untuk Malaysia
Saad bin Khalid Al Jabri adalah jenderal sekaligus mantan kepala intelijen Arab Saudi yang diburu pemerintahan Mohammad bin Salman (MBS) sejak September 2017 karena dugaan korupsi.
Pada Juli 2018, Jabri berhasil mengajukan petisi agar namanya dihapus dari sistem Interpol karena kurangnya jaminan HAM dan proses hukum dalam kasus korupsi itu.
Sebelumnya, Jabri meninggalkan Arab Saudi pada 17 Mei 2017.
Dia menetap di luar negeri setelah penggulingan Muhammad bin Nayef sebagai Putra Mahkota pada bulan berikutnya dan kemudian berlindung di Kanada.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)