Biden dan Jokowi Desak Militer Myanmar Bebaskan Tahanan Politik
Presiden AS, Joe Biden dan Presiden Indonesia, Joko Widodo meminta militer Myanmar membebaskan tahanan politik.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden dan Presiden Indonesia, Joko Widodo meminta militer Myanmar membebaskan tahanan politik.
Biden dan Jokowi juga menuntut Myanmar untuk menghentikan semua kekerasan.
Hal tersebut disampaikan dalam pertemuan di sela-sela konferensi perubahan iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, seperti dilaporkan Al Jazeera.
Jokowi dan Biden menyatakan keprihatinan tentang kudeta di Burma dan setuju militer Burma harus menghentikan kekerasan, membebaskan semua tahanan politik, dan menyediakan kembalinya demokrasi dengan cepat.
Selanjutnya, Biden juga menyatakan dukungan untuk posisi ASEAN pada pemerintah militer Myanmar, yang bulan lalu memboikot pertemuan puncak kelompok regional Asia Tenggara setelah ketuanya dilarang dari acara virtual tersebut.
Baca juga: ASEAN Tegaskan Myanmar Bagian dari Keluarga, Tapi Akan Desak Junta Dialog
Baca juga: Bertemu Joe Biden, Presiden Jokowi Ajak AS Investasi di Bidang Ekosistem Mobil Listrik hingga EBT
Myanmar telah terperosok dalam kekerasan dan kerusuhan sipil sejak kudeta militer merebut kekuasaan pada Februari.
Menurut data terbaru yang dikumpulkan oleh pemantau hak, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), setidaknya ada 1.229 orang tewas sejak kudeta, sementara lebih dari 9.500 telah ditangkap.
Para pengunjuk rasa juga menghadapi pemukulan dan penangkapan; menurut laporan, setidaknya 131 yang meninggal disiksa sampai mati.
Kekerasan antara militer dan kelompok pemberontak etnis juga meletus, memaksa puluhan ribu orang mengungsi di dalam negeri atau melintasi perbatasan ke Thailand.
Sebelumnya pada hari Senin (1/11/2021), pemerintahan Biden menyambut misi pribadi ke Myanmar oleh mantan duta besar AS untuk PBB, Bill Richardson, sebagai cara yang mungkin untuk membantu mempercepat akses kemanusiaan ke negara itu.
Departemen Luar Negeri mengatakan Richardson melakukan perjalanan sendiri tetapi berharap dia dapat membantu meyakinkan para pemimpin Myanmar untuk mengizinkan bantuan yang sangat dibutuhkan untuk pandemi virus corona dan kebutuhan mendesak lainnya.
“Gubernur Richardson memiliki pengalaman luas dalam menangani masalah kemanusiaan,” kata departemen itu.
“Meskipun ini bukan upaya yang disponsori oleh, atau atas nama, pemerintah Amerika Serikat, kami berharap perjalanannya berkontribusi pada peningkatan akses kemanusiaan.”
“Kebutuhan kemanusiaan dan kesehatan di Burma sangat luar biasa,” imbuhnya.