Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Ujaran Kebencian, Perusahaan di Jepang Diminta Bayar Ganti Rugi 1,32 Juta Yen kepada Karyawan

Pengadilan memerintahkan perusahaan real estate itu untuk membayar ganti rugi 1,32 juta yen kepada seorang warga Korea di Jepang.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kasus Ujaran Kebencian, Perusahaan di Jepang Diminta Bayar Ganti Rugi 1,32 Juta Yen kepada Karyawan
Foto Mainichi
Pihak penuntut memasang plakat bertuliskan "Menang" dan "Hate Speech Harrashment Diakui" pada Kantor Pengadilan Osaka, Kamis (18/11/2021). 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pengadilan Tinggi Osaka pada 18 November memodifikasi putusan pengadilan yang lebih rendah terkait kasus ujaran kebencian yang dilakukan perusahaan real estate terhadap salah satu karyawannya.

Pengadilan memerintahkan perusahaan real estate itu untuk membayar ganti rugi 1,32 juta yen kepada seorang warga Korea di Jepang (zainichi) atas penderitaan mental yang disebabkan oleh distribusi berulang dokumen yang berisi ekspresi diskriminatif etnis di tempat kerjanya.

Wanita Korea Zainichi, yang berusia 50-an tahun itu telah meminta total 33 juta yen sebagai kompensasi dari Fuji Corp yang berbasis di Kishiwada, Prefektur Osaka, dan Chairman-nya yang berusia 75 tahun.

Perusahaan real estate adalah perusahaan besar yang terdaftar di bagian pertama Bursa Efek Tokyo.

Cabang Sakai dari Pengadilan Distrik Osaka sebelumnya telah memerintahkan bisnis untuk membayar total 1,1 juta yen sebagai kompensasi.

Menurut putusan pengadilan yang lebih rendah dan informasi lainnya, wanita tersebut telah bekerja sebagai karyawan paruh waktu di perusahaan tersebut sejak tahun 2002.

Baca juga: Jepang Terbitkan Prangko Shohei Ohtani, Penerima Penghargaan MVP Tahun 2021

BERITA REKOMENDASI

Sejak sekitar tahun 2013, perusahaan tersebut berulang kali membagikan artikel majalah dan materi lainnya kepada semua karyawan yang menghina orang-orang dari Korea Selatan dan China, menyebut mereka "pembohong" dan "binatang liar," di samping pernyataan tentang persepsi historis mereka termasuk yang berkaitan dengan apa yang disebut "wanita penghibur" yang bekerja di rumah bordil militer Jepang pada masa perang.

Pada Juli 2020, cabang Sakai dari Pengadilan Distrik Osaka memutuskan bahwa distribusi dokumen melampaui apa yang dapat diterima secara sosial, dan memerintahkan perusahaan untuk membayar kompensasi.

Perusahaan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Baca juga: Polisi Tangkap Yahya Waloni, Kasus Dugaan Ujaran Kebencian SARA

Wanita itu juga mengajukan banding karena putusan tidak mengakui bahwa isi dokumen mendiskriminasi dirinya secara pribadi.

Akhirnya 18 November lalu diputuskan Pengadilan Tinggi Osaka untuk menaikkan jumlah kompensasi menjadi 1,32 juta yen.

Sementara itu beasiswa (ke Jepang), belajar gratis di sekolah bahasa Jepang di Jepang, serta upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas