Sejarah Black Friday: Berawal dari Peristiwa Krisis Keuangan Jadi Perayaan Hari Berbelanja
Berikut sejarah Black Friday di mana berawal dari peristiwa krisis keuangan hingga berubah menjadi perayaan hari belanja.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah dari Black Friday yang jatuh hari ini, Jumat (26/11/2021).
Black Friday dikenal sebagai hari di mana menjadi surga bagi banyak orang di Amerika Serikat bahkan dunia.
Hal tersebut dikarenakan banyak retail memberikan diskon besar-besaran pada hari tersebut dan juga sebagai awal bulan untuk berbelanja.
Dikutip dari Kompas.com, toko-toko bahkan dapat buka seharian dari pagi hingga malam.
Baca juga: Intip Produk dan Kreator Paling Populer Selama Periode TikTok Shopping 11.11
Baca juga: Beragam Promo Online dan Offline di ShopeePay 12.12 Birthday Deals, Jangan Sampai Ketinggalan!
Namun jauh sebelum Black Friday dapat dikatakan hari belanja sedunia tetapi ada sejarah kelam yang menaunginya.
Sejarah Black Friday
Dikutip dari history.com, penggunaan istilah ‘Black Friday’ bukan mengacu kepada peringatan untuk berbelanja pasca perayaan Thanksgiving di hari sebelumnya tetapi terkait krisis finansial.
Krisis tersebut menyerang pasar emas Amerika Serikat pada 24 September 1869.
Peristiwa itu berawal dari dua orang ahli finansial terkenal dari Wall Street saat itu, Jay Gould dan Jim Fisk yang bekerja sama untuk membeli emas nasional sebanyak mungkin.
Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengendalikan harga emas yang tentu akan melambung tinggi dan kemudian menjualnya kembali agar mendapat keuntungan.
Pada hari Jumat di Bulan September ketika itu, konspirasi ini akhirnya terpecahkan dan membuat pasar saham saat itu anjlok dan membuat bangkrut para petinggi Wall Street hingga petani.
Seiring berjalannya waktu, penggunaan istilah ‘Black Friday’ mulai bergeser dan berawal dari para retailer di Amerika Serikat.
Pada saat itu, para retailer mengalami kerugian sepanjang tahun dan akhirnya mendapatkan keuntungan kembali setelah perayaan Thanksgiving pada hari sebelumnya.
Hal tersebut dikarenakan para pembeli mengalokasikan uangnya dengan sangat banyak akibat adanya diskon di hampir seluruh toko di Amerika Serikat.
Walaupun fakta jika para retailer saat itu mendapatkan kerugian pada sepanjang tahun dan kembali meraup untung saat Thanksgiving, pergeseran penggunaan istilah Black Friday setelah itu diakui meskipun tidak akurat.
Kemudian sejarah Blach Friday tidak seindah apa yang dipercaya oleh retailer saat itu hingga sekarang.
Pada tahun 1950, polisi di kota Philadelphia menggunakan istilah ‘Black Friday’ untuk menggambarkan kerumunan yang terjadi di hari perayaan Thanksgiving.
Kerumunan tersebut terdiri dari gerombolan pembeli dengan turis yang membanjiri kota tersebut dikarenakan adanya pertandingan football yang dihelat pada hari Sabtu tiap tahunnya.
Peristiwa ini membuat polisi Philadelphia tidak mendapatkan hari libur dan bahkan terpaksa mengambil shift tambahan untuk menertibkan kerumunan serta lalu lintas di sana.
Para pembeli pun memanfaatkan kesempatan hiruk pikuk tersebut dengan mencuri barang-barang yang ada di toko sehingga menimbulkan penegakan hukum yang buruk.
Lalu pada 1961, istilah ‘Black Friday’ kembali berkumandang di Philadephia yang mencakup pedagang di sana di mana mereka mencoba untuk merubah istilah tersebut menjadi ‘Big Friday' namun tidak berhasil.
Perubahan istilah tersebut dalam rangka untuk menghilangkan konotasi negatif yang menyelimutinya.
Sayangnya istilah ‘Big Friday’ tidak tersebar secara luas di Amerika Serikat setelah itu.
Sementara para retailer pun tetap bersikukuh untuk mencari cara memakai istilah Black Friday agar terkesan positif terhadap masyarakat dan konsumen secara khusus.
Mereka ingin mengembalikan arti positif tersebut seperti penggunaannya saat terjadi diskon besar-besaran setelah Thanksgiving.
Percobaan itu pun berhasil dan konotasi negatif terkait istilah Black Friday pada peristiwa di Philadelphia pun berangsur menghilang.
Sejak saat itu, diskon besar-besaran yang diselenggarakan pun tidak hanya berlangsung satu hari tetapi empat hari berturut-turut.
Hal ini pun menciptakan ‘hari libur’ lain seperti Small Business Saturday/Sunday dan Cyber Monday.
Pemilik toko pun membuka tokonya lebih awal pada hari Jumat dan saat ini konsumen paling banyak menghabiskan waktunya setelah perayaan Thanksgiving yaitu Black Friday.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Muhammad Idris)
Artikel lain terkait Black Friday