Anak dan Ibu Jadi Korban Stalker, Pria di Jepang Berharap Masyarakat Tak Meremehkan Kasus Stalking
Bagi yang terbukti melakukan stalker (menguntit) di Jepang akan dikenakan hukuman satu tahun penjara dan atau denda satu juta yen.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Seorang wanita dan neneknya ditusuk hingga meninggal dunia di Nagasaki, Jepang, setelah sebelumnya dikuntit (stalker) oleh Gota Tsutsui, mantan pacar wanita tersebut.
Peristiwa yang terjadi sepuluh tahun lalu atau tepatnya pada 16 Desember 2011 itu hingga kini masih melekat di ingatan ayah dari wanita tersebut.
Bahkan kini ayah korban berharap agar masyarakat tidak meremehkan kasus stalking (penguntitan).
"Sampai sekarang saya tak bisa melupakan anak dan ibu saya yang dibunuh stalker tersebut 10 tahun lalu, meskipun pelaku telah dihukum mati," papar ayah korban, Kamis (16/12/2021).
Kasus ini cukup menggemparkan Jepang saat itu sehingga akhirnya tahun 2013 dibuatlah amandemen UU yang semakin meningkatkan hukuman kepada stalker dan kekuasaan penuh kepada polisi.
Bagi yang terbukti melakukan stalker (menguntit) di Jepang akan dikenakan hukuman satu tahun penjara dan atau denda satu juta yen.
Revisi Undang-Undang Regulasi Stalker diberlakukan tahun 2013.
Akibatnya, tidak hanya "alamat korban" tetapi juga polisi akhirnya juga memiliki yurisdiksi atas mendatangi "alamat pelaku" dan memperoleh lengkap identitas pelaku stalker sehingga dapat mengeluarkan peringatan keras agar tidak menguntit.
Kalau pelaku stalker tetap bandel maka terkena hukuman denda satu juta yen dan atau penjara satu tahun.
Sudah 10 tahun sejak pembunuhan seorang wanita dan neneknya yang dikuntit di Kota Saikai, Prefektur Nagasaki, oleh mantan pasangan kencannya.
Revisi Undang-Undang Kontrol Stalker dilakukan sebagai dampak dari kejadian 16 Desember 2011, seorang ibu dan neneknya telah dikuntit di sebuah rumah di Kota Saikai, Prefektur Nagasaki, lalu membunuh keduanya.
Gota Tsutsui, mantan pasangan kencan wanita berusia 37 tahun (saat kejadian 2011), didakwa melakukan pembunuhan dan dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Agung Jepang pada tahun 2016.
Baca juga: Ahli Jepang Pastikan Kebakaran Klinik di Osaka Sengaja Dibakar Pakai Bensin
Dalam kasus ini, respon polisi menjadi masalah karena perempuan dan ayah telah berkonsultasi dengan polisi terlebih dahulu tentang kejadian dilakukan penguntit, tapi polisi tak merespons dengan baik sehingga akhirnya 2 orang meninggal dibunuh dan berujung memicu revisi Undang-Undang Pengendalian Penguntit.
Sepuluh tahun telah berlalu sejak kejadian pada tanggal 16 Desember 2011 dan ayah perempuan itu membuat komentar lagi.
"Seiring berjalannya waktu, beberapa pejabat polisi tidak tahu banyak tentang kejadian itu, dan kadang-kadang saya merasa bahwa kejadian itu sudah basi. Kita dapat mencegah kerusakan besar sebelumnya dengan intervensi aktif dan dini dari polisi dan pemerintah. Jadi saya berharap kita akan terus melakukannya di masa depan," ujarnya.
Markas Besar Polisi Prefektur Nagasaki dipimpin Ryo Nakamura, berkomentar, "Kami menganggap ini sebagai insiden yang tidak boleh dibiarkan oleh polisi. Kami akan terus mengambil tindakan untuk melindungi para korban dan keluarga mereka secara keseluruhan."
Sehari setelah kejadian, mantan pasangan kencan wanita itu, Gota Tsutsui, ditangkap di Kota Kuwana, Prefektur Mie, dan kemudian didakwa dengan pembunuhan dan intimidasi.
Terpidana mati Gota Tsutsui mengaku tidak bersalah dalam persidangan, tetapi persidangan pertama dan kedua dia dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 2016, Mahkamah Agung menolak banding dan hukuman mati diselesaikan.
Wanita dan ayah yang dibuntuti dalam kasus ini berkonsultasi dengan polisi.
Baca juga: Langsung Ketahuan, ini Cara Mengetahui Stalker di Instagram Tanpa Aplikasi, Mantan Masih Perhatian?
Namun, karena kurangnya kerja sama antara polisi prefektur, tindakan efektif tidak diambil, dan akibatnya, keluarga perempuan itu terbunuh.
Kasus serupa menerima amandemen hukum polisi merangkum hasil verifikasi untuk serangkaian tanggapan, mengatakan bahwa insiden itu tidak dapat dicegah, dan mengakui bahwa ada kekurangsadaran akan krisis dan kurangnya koordinasi dengan polisi yang terlibat.
Setelah itu, undang-undang tersebut diubah sebagai tanggapan atas kejadian serupa, stalker, dengan kekuasaan polisi semakin besar dan hukuman pidana maupun denda semakin tinggi bagi terpidana di Jepang.
Sementara itu beasiswa (ke Jepang), belajar gratis di sekolah bahasa Jepang di Jepang, serta upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.