Korban Tewas Topan Rai di Filipina Tambah Jadi 208 Jiwa, 52 Hilang, 490 Ribu Orang Mengungsi
Korban tewas akibat Topan Rai di Filipina bertambah menjadi 208 orang, sementara 52 orang dilaporkan masih hilang dan hampir 490 ribu orang mengungsi.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Korban tewas akibat Topan Rai yang menerjang Filipina pada Kamis (16/12/2021) bertambah menjadi 208 orang.
Laporan yang disampaikan juru bicara polisi, Roderick Alba, pada Senin (20/12/2021) juga menyebutkan 52 orang belum ditemukan dan hampir 490.000 orang mengungsi.
Lebih dari setengah kematian yang dilaporkan oleh polisi adalah kematian di wilayah Visayas tengah, yang meliputi Provinsi Bohol.
Provinsi Bohol merupakan wilayah yang memiliki beberapa tujuan wisata paling populer di negara itu, termasuk tempat menyelam.
Topan Rai juga telah memporak-porandakan Provinsi Cebu, Leyte, dan Surigao del Norte, termasuk tujuan selancar populer Pulau Siargao, dan Kepulauan Dinagat.
Baca juga: Berita Foto : Topan Super Rai Hantam Filipina
Baca juga: Update Topan Rai Filipina: Lebih dari 100 Orang Tewas, 300.000 Mengungsi
Sedikitnya 10 orang tewas di Dinagat, sementara 'SOS' dilukis di jalan di Kota Jenderal Luna di Pulau Siargao.
Di beberapa tempat, orang-orang berjuang untuk mendapatkan air dan makanan.
"Situasi kami sangat putus asa," kata Ferry Asuncion, seorang pedagang kaki lima di kota tepi laut Surigao.
"Orang-orang di kota sangat membutuhkan air minum dan makanan," katanya.
Beberapa orang menyatakan frustrasi atas tanggapan pemerintah terhadap bencana tersebut.
Menurut Levi Lisondra, tidak ada perwakilan dari pemerintah yang muncul meninjau lokasi yang terdampak Topan Rai.
Levi Lisondra kemudian mempertanyakan pajak yang telah dia bayarkan kepada pemerintah.
"Tidak ada yang muncul. Saya tidak tahu di mana para politisi dan kandidat (pemilihan) berada," kata penduduk lanjut usia itu seperti dikutip Aljazeera.
"Kami membayar pajak besar ketika kami bekerja dan sekarang mereka tidak dapat membantu kami," katanya.
Lebih lanjut, Roderick Alba mengatakan polisi telah dikerahkan untuk operasi bantuan dan untuk memastikan ketertiban di daerah yang dilanda bencana.
Ribuan personel militer, penjaga pantai, dan pemadam kebakaran juga telah dikerahkan ke daerah-daerah yang terkena dampak parah.
Penjaga pantai dan kapal angkatan laut, serta pesawat yang membawa makanan, air dan pasokan medis juga dikerahkan.
Sementara alat berat, seperti backhoe dan front-end loader, telah dikirim untuk membantu membersihkan jalan yang terhalang oleh tiang listrik dan pohon yang tumbang.
Adapun operasi bantuan telah dipercepat tetapi tetap terhambat oleh kerusakan yang disebabkan oleh komunikasi dan saluran listrik, yang belum dipulihkan di banyak daerah yang hancur.
Baca juga: Resmi Beroperasi, Pelabuhan Patimban Ekspor Perdana 1.209 Kendaraan ke Filipina
Baca juga: Rodrigo Duterte Mundur dari Pemilihan Senat Filipina
Sementara itu, Presiden Rodrigo Duterte telah berkomitmen untuk mengucurkan dana sekitar 2 miliar peso Filipina atau sekira Rp 575,7 miliar ke provinsi-provinsi untuk membantu upaya pemulihan.
Palang Merah Filipina meminta bantuan sebesar 20 juta franc Swiss atau sekira Rp 312,6 miliar, dan mengatakan tindakan internasional sangat penting bagi ratusan ribu orang yang terkena dampak Topan Rai.
"Warga Filipina bersatu dengan keberanian, tetapi setelah kehilangan segalanya dalam badai ganas ini, dukungan internasional akan memungkinkan ratusan ribu orang membangun kembali rumah mereka dan mata pencaharian yang hancur," kata Richard Gordon, ketua Palang Merah Filipina.
Informasi lebih lanjut, Topan Rai melanda Filipina di akhir musim topan, yang kebanyakan siklon biasanya berkembang antara Juli dan Oktober.
Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa topan menjadi lebih kuat dan menguat lebih cepat ketika dunia menjadi lebih hangat karena perubahan iklim yang didorong oleh ulah manusia.
Filipina merupakan salah satu negara paling rentan di dunia terhadap dampak perubahan iklim.
Filipina dilanda rata-rata 20 badai dan topan setiap tahun, yang biasanya menggagalkan panen, merusak rumah dan infrastruktur di daerah.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)