Penyakit Misterius Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan, WHO Mulai Lakukan Penyelidikan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mulai menyelidiki penyakit misterius yang menyebabkan kematian hampir 100 orang di Sudan.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mulai menyelidiki kematian hampir 100 orang di Sudan.
Kematian akibat penyakit misterius ini terjadi di Fangak dan Negara Bagian Jonglei di Sudan Selatan.
BBC mencatat bahwa sampel awal yang dikumpulkan di daerah menunjukkan hasil negatif kolera.
Sementara itu, Sheila Baya dari WHO menjelaskan kekhawatiran yang sedang berlangsung.
Baca juga: 39 Persen Penderita Lupus Merasa Penyakitnya Ikut Menghambat Pekerjaan
Baca juga: Dua Dekade Terakhir, Penyakit Tidak Menular Ini Semakin Meningkat
Baya mengatakan, sejauh ini ada 89 kematian dan penyelidikan sedang berlangsung.
"Kami memutuskan untuk mengirim tim respon cepat untuk pergi dan melakukan penilaian risiko dan penyelidikan," kata Baya, seperti dilansir Newsweek.
"Saat itulah mereka akan dapat mengumpulkan sampel dari orang yang sakit, tetapi untuk sementara angka yang kami dapatkan adalah 89 kematian," imbuhnya.
Dia juga mengatakan, semakin sulit untuk mencapai daerah Fangak karena banjir yang membuatnya tidak dapat diakses melalui darat.
Dia dan timnya kemudian menunggu helikopter.
Banjir di daerah itu sangat parah, sehingga menyebabkan lebih dari 200.000 orang meninggalkan rumah mereka.
Badan kemanusiaan Concern Worldwide mengatakan itu adalah banjir terburuk dalam hampir 60 tahun.
Direktur Kabupaten Concern di Sudan Selatan, Shumon Sengupta, menjelaskan situasi yang mengerikan.
"Besarnya banjir tahun ini sangat besar. Lebih dari 200.000 orang, lebih dari seperempat penduduk lokal di Unity State terpaksa meninggalkan rumah mereka sebagai akibat dari meningkatnya air banjir," katanya.
Menurut catatan lokal, tidak pernah ada banjir dalam skala ini di wilayah ini sejak tahun 1962.
Lembaga seperti Concern Worldwide bekerja tanpa lelah untuk menanggapi meningkatnya krisis kemanusiaan, (dengan bantuan keuangan dari donor seperti BHA/USAID, ECHO, GAC, EFP dan UNICEF.
Baca juga: Malaysia Dilanda Banjir Besar, Lebih dari 21.000 Orang Mengungsi
Baca juga: Update Topan Rai Filipina: Lebih dari 100 Orang Tewas, 300.000 Mengungsi
Kebutuhannya jauh melebihi skala respons kemanusiaan saat ini, baik di dalam maupun di luar kamp untuk pengungsi internal.
"Keluarga telah mengungsi dan berlindung di tempat yang lebih tinggi, di gedung-gedung publik atau dengan tetangga atau keluarga."
"Akses ke layanan dasar, termasuk dukungan kesehatan dan nutrisi telah terganggu karena klinik telah rusak, terendam banjir, atau tidak dapat diakses," ujarnya.
Badan amal internasional Médecins Sans Frontières juga sebelumnya menjelaskan bagaimana banjir telah menekan fasilitas kesehatan.
"Kami sangat prihatin dengan malnutrisi, dengan tingkat malnutrisi akut yang parah dua kali lipat dari ambang batas WHO, dan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit kami dengan malnutrisi parah berlipat ganda sejak awal banjir," kata mereka.
(Tribunnews.com/Yurika)