Kaleidoskop 2021 Isu Luar Negeri: Kudeta Myanmar Sebabkan Ribuan Korban Jiwa
Dunia dihebohkan dengan aksi militer Myanmar yang mengkudeta atau merebut kekuasaan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dunia dihebohkan dengan aksi militer Myanmar yang mengkudeta atau merebut kekuasaan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Hingga akhirnya pecah perlawanan oleh masyarakat sipil yang memakan ribuan korban jiwa.
Isu ini akan dirangkum Tribunnews dalam Kaleidoskop 2021.
Kudeta Junta Myanmar
Pada 1 Februari, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi ditangkap oleh militer Myanmar.
Tidak hanya Suu Kyi, militer Myanmar juga menangkap Presiden Win Myint dan beberapa pemimpin partai penguasa.
Militer Myanmar mengumumkan keadaan darurat dan menyatakan pengambilalihan kekuasaan oleh Panglima tertinggi militer Myanmar, Min Aung Hlaing.
Sebab partai Suu Kyi diduga oleh militer Myanmar telah melakukan kecurangan pada pemilihan tahun 2020 dengan hasil telak.
Partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi memenangkan 396 dari 476 kursi di parlemen.
Perlawanan Masyarakat Sipil
Kudeta militer ini memicu perlawanan masyarakat sipil, dengan eskalasi yang terus meningkat setiap harinya di sejumlah wilayah Myanmar.
Puluhan ribu masyarakat lintas profesi turun ke jalan melakukan aksi protes menentang kudeta militer.
Satu di antara aksi dilakukan di Yangon, dimana ratusan masyarakat yang terdiri dari dosen dan mahasiswa melakukan protes di Yangon dengan menggunakan pita merah yang merupakan simbol partai NLD pada Jumat (5/2/2021) seperti yang dilaporkan BBC.
Mereka meneriakan dukungan pada pemimpin sipil Suu Kyi yang ditahan oleh junta militer.
Korban Jiwa Sipil
Salah satu yang menjadi viral adalah kematian Angel atau juga dikenal sebagai Ma Kyal Sin (19) yang ditembak peluru tajam tepat dibagian kepala ketika sedang berdemo menentang kudeta di Mandalay.
Saat itu Angel memakai kaos hitam dengan tulisan putih yang bertuliskan 'Everything will be OK'.
Bahkan gadis pemberani itu seperti telah mempersiapkan kematiannya dengan meninggalkan catatan golongan darah, kontak nomor, dan wasiat agar organ tubuhnya didonorkan kepada yang membutuhkan jika dia tewas.
Korban sipil di Myanmar berdasarkan catatan Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) telah mencapai lebih dari 1093 orang pada bulan September dan kemungkinan bertambah setiap harinya.
KTT ASEAN Bahas Myanmar di Jakarta
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN atau Asean Leaders' Meeting (ALM) yang secara khusus membahas Myanmar dilaksanakan Gedung Sekretariat Asean, Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Pertemuan para pemimpin negara di Asia Tenggara ini dihadiri oleh Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Presiden Indonesia Joko Widodo, Perdana Menteri Vietnam Phạm Minh Chính, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing juga turut hadir dalam pertemuan itu.
Pertemuan itu menghasilkan 5 poin konsensus.
Konsensus pertama, kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya.
Kedua, dialog konstruktif di antara semua pihak terkait harus ada untuk mencari solusi damai bagi kepentingan rakyat Myanmar.
Baca juga: Militer Myanmar Tembaki Sebuah Desa dari Udara, Sembilan Orang Termasuk Dua Anak-anak Tewas
Ketiga, utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog, dengan bantuan Sekretaris Jenderal.
Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui ASEAN Humanitarian Assistance (AHA) Center.
Kelima, utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
ASEAN Kucilkan Myanmar
ASEAN menunjuk Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Erywan Yusof sebagai utusan khusus untuk menengahi krisis di Myanmar pada bulan Agustus.
Namun Erywan terkendala akses yang diberikan Myanmar untuk menemui semua pihak di negara itu.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pada 15 Oktober pun mengatakan tidak ada kemajuan untuk menyelesaikan krisis.
Pada Jumat 16 Oktober 2021, para menteri luar negeri Asia Tenggara ASEAN akhirnya memutuskan untuk tidak mengundang pemimpin junta militer ke pertemuan puncak tahunan karena menolak membiarkan seorang utusan bertemu dengan Suu Kyi.
Jenderal Min Aung Hlaing pun tidak diundang ke pertemuan puncak KTT ASEAN pada 26-28 Oktober.