Pengadilan di Myanmar Kembali Tunda Vonis Aung San Suu Kyi atas Tuduhan Kepemilikan Walkie Talkie
Pengadilan di Myanmar kembali menunda vonis Aung San Suu Kyi atas tuduhan impor ilegal dan kepemilikan walkie talkie, Senin (27/12/20210.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah pengadilan di Myanmar yang dikuasai pemerintah militer atau junta kembali menunda memberikan putusannya dalam persidangan Aung San Suu Kyi.
Putusan tersebut yakni terkait impor ilegal dan kepemilikan walkie talkie serta satu set pengacau sinyal.
Pada kudeta 1 Februari 2021, tentara dan polisi menggerebek rumah Aung San Suu Kyi dan diduga menemukan peralatan selundupan itu.
Jika Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu terbukti bersalah, dia harus menjalani hukuman tiga tahun penjara.
Adapun putusan atas tuduhan itu sebelumnya juga ditunda.
Baca juga: Salah Target, Militer Myanmar Malah Serang dan Bakar Warga Sipil, Lebih dari 30 Orang Tewas
Seharusnya putusan dibacakan pada Senin (20/12/2021), tetapi ditunda seminggu menjadi Senin (27/12/2021), hingga kini ditunda kembali menjadi Senin (10/1/2022) mendatang.
Dikutip dari Aljazeera, pada awal bulan ini, Aung San Suu Kyi telah divonis hukuman empat tahun penjara atas kasus penghasutan dan dua tahun penjara atas pelanggaran aturan Covid-19.
Penghasutan yang dimaksud yakni berkaitan dengan dua pernyataan yang diterbitkan partai Liga Demokrasi Nasional (National League for Democracy-NLD), yang mengutuk rezim militer dan meminta organisasi internasional untuk tidak bekerja dengan mereka.
Sedangkan untuk pelanggaran aturan Covid-19, pemimpin sipil yang dikudeta militer itu dituduh melakukan kampanye Pemilu 2020 saat pandemi, dan dianggap melanggar Pasal 25 Undang-Undang Penanggulangan Bencana.
Penguasa militer Jenderal Min Aung Hlaing kemudian meringankan hukuman atas kedua tduuhan itu menjadi dua tahun penjara.
Baca juga: Junta Myanmar Tunda Vonis Aung San Suu Kyi atas Kepemilikan Walkie Talkie
Min Aung Hlaing juga mengatakan Aung San Suu Kyi akan menjalani hukumannya di bawah tahanan rumah di ibu kota, Naypyidaw.
Lebih lanjut, Aung San Suu Kyi juga didakwa dengan beberapa tuduhan korupsi, yang masing-masing dapat membuatnya dihukum 15 tahun penjara.
Kemudian, dia juga didakwa dengan tuduhan pelanggaran Undang-Undang Rahasia Resmi.
Sebagai informasi, Aung San Suu Kyi prenah menghabiskan bertahun-tahun di bawah tahanan rumah karena penentangannya terhadap pemerintahan militer.
Dia dibebaskan pada 2010 dan memimpin NLD meraih kemenangan telak dalam pemilihan 2015.
Partainya menang lagi pada November tahun lalu tetapi militer mengatakan pemungutan suara itu dicurangi dan merebut kekuasaan beberapa minggu kemudian.
Myanmar menghadapi krisis sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah sipil.
Protes nasional terhadap kudeta telah disambut dengan tindakan keras berdarah, dengan lebih dari 1.300 orang tewas dan sekitar 11.000 ditangkap, menurut AAPP.
Insiden kekerasan terbaru, tentara melakukan penyerangan terhadap warga sipil di negara bagian Kayah, di Myanmar timur pada Jumat (24/12/2021).
Lebih dari 30 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas dalam serangan tersebut, menurut Kelompok Hak Asasi Manusia Karenni.
Baca juga: Update Longsor di Tambang Batu Giok, Tim SAR Myanmar Temukan Mayat Ketiga, Puluhan Masih Hilang
"Sisa-sisa hangus ditemukan dan diidentifikasi dekat dengan Kotapraja Hpruso di negara bagian, yang juga dikenal sebagai Karenni pada 25 Desember," kata kelompok itu seperti dikutip CNN.
Militer Myanmar, yang merebut kekuasaan negara itu dalam kudeta 1 Februari, mengatakan mereka menargetkan anggota angkatan bersenjata oposisi yang mereka sebut sebagai 'teroris dengan senjata'.
Kepada media pemerintah, militer mengatakan mereka telah menembak dan membunuh milisi sipil itu.
Orang-orang berada di tujuh kendaraan dan tidak berhenti untuk militer, katanya.
Sementara itu, Pasukan Pertahanan Nasional Karenni, yang menjadi target militer, mengatakan bahwa yang tewas bukanlah anggota mereka, tetapi warga sipil yang mencari perlindungan dari konflik.
Baca juga: Kaleidoskop 2021 Isu Luar Negeri: Kudeta Myanmar Sebabkan Ribuan Korban Jiwa
Kelompok kemanusiaan internasional Save the Children mengatakan dua anggota staf yang sedang dalam perjalanan pulang untuk liburan terperangkap dalam insiden itu dan masih hilang.
Save the Children mendapat konfirmasi bahwa kendaraan pribadi stafnya diserang dan dibakar.
Militer telah memaksa orang-orang keluar dari mobil untuk menangkap dan membunuh mereka.
"Kami mendapat konfirmasi bahwa kendaraan pribadi mereka diserang dan dibakar," kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan.
"Militer dilaporkan memaksa orang-orang keluar dari mobil mereka, menangkap beberapa, membunuh yang lain dan membakar tubuh mereka."
Save the Children menambahkan bahwa setidaknya 38 orang tewas dalam insiden itu.
Kelompok itu kini telah menangguhkan operasinya di Kayah, Chin, dan sebagian Magway dan Kayin sebagai tanggapan dari insiden itu.
"Save the Children mengutuk serangan ini sebagai pelanggaran Hukum Humaniter Internasional," kata Inger Ashing, Kepala Eksekutif Save the Children dalam sebuah pernyataan.
"Kami ngeri atas kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil tak berdosa dan staf kami, yang berdedikasi kemanusiaan, mendukung jutaan anak yang membutuhkan di seluruh Myanmar."
"Investigasi atas sifat insiden itu terus berlanjut tetapi serangan terhadap pekerja bantuan tidak dapat ditoleransi."
Sementara itu, Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG) menyebut insiden itu sebagai 'pembantaian Natal di negara bagian Karenni'.
NUG menyatakan bahwa pasukan junta telah menahan sejumlah penduduk desa dan pelancong yang belum dikonfirmasi dan menghancurkan properti mereka.
"Saat dunia merayakan Natal dan pesan perdamaiannya, NUG mengulangi tuntutannya pada komunitas internasional untuk bertindak segera dan tegas untuk mengakhiri kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang meningkat oleh junta militer terhadap rakyat Myanmar," kata NUG.
Baca juga artikel lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.