Dua Staf Save the Children Tewas Dibunuh dan Dibakar di Myanmar
Save the Children telah mengkonfirmasi dua stafnya tewas dalam serangan yang dituduhkan pada Militer Myanmar.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Garudea Prabawati
Pasukan Pertahanan Nasional Karenni, salah satu milisi terbesar yang menentang junta, mengatakan yang tewas bukanlah anggota milisi tetapi warga sipil yang mencari perlindungan dari konflik.
"Kami sangat terkejut melihat semua mayat dengan ukuran berbeda, termasuk anak-anak, wanita dan orang tua," kata seorang komandan dari kelompok itu kepada kantor berita Reuters.
Seorang juru bicara militer Myanmar mengatakan pertempuran telah pecah di Hpruso pada hari Jumat (24/12/2021) setelah pasukannya berusaha menghentikan tujuh mobil yang mengemudi dengan cara yang mencurigakan.
Seorang pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, dia merasa "ngeri" dengan laporan tewasnya 35 warga sipil akibat dibakar di Myanmar timur.
PBB menuntut pemerintah melakukan penyelidikan menyeluruh dan transparan.
Sebuah kelompok pemantau dan media lokal menyalahkan serangan itu pada pasukan militer.
"Saya mengutuk insiden menyedihkan ini dan semua serangan terhadap warga sipil di seluruh negeri, yang dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional," kata Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Kemanusiaan, Martin Griffiths, Minggu (26/12/2021), seperti dikutip dari Al Jazeera.
"Saya meminta pihak berwenang untuk segera memulai penyelidikan menyeluruh dan transparan atas insiden tersebut sehingga pelaku dapat segera dibawa ke pengadilan," kata Griffiths.
“Selain itu, saya menyerukan kepada Angkatan Bersenjata Myanmar dan semua kelompok bersenjata di Myanmar untuk mengambil semua tindakan untuk melindungi warga sipil dari bahaya,” tambahnya.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Myanmar mengatakan, pihaknya terkejut dengan serangan barbar di negara bagian Kayah yang menewaskan sedikitnya 35 warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.
"Kami akan terus mendesak pertanggungjawaban atas para pelaku kampanye kekerasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Burma," katanya dalam sebuah pernyataan di media sosial.
Kekacauan Myanmar
Myanmar berada dalam kekacauan politik sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih pemenang Nobel Aung San Suu Kyi pada Februari, menuduh kecurangan dalam pemilihan yang dimenangkan partainya.
Lebih dari 1.300 orang tewas dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan.