Sejumlah Ahli Ragukan Varian Deltacron Covid-19, Kemungkinan Hanya Akibat dari Kontaminasi Lab
Pakar kesehatan global meragukan laporan adanya mutasi Covid-19 baru yang merupakan kombinasi dari varian delta dan omicron atau deltacron.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pakar kesehatan global meragukan laporan adanya mutasi Covid-19 baru yang merupakan kombinasi dari varian delta dan omicron, yang kemudian dinamai "deltacron."
Disebutkan varian itu kemungkinan besar adalah hasil dari kesalahan pemrosesan laboratorium, CNBC melaporkan.
Dilaporkan akhir pekan lalu bahwa peneliti di Siprus menemukan varian baru virus corona.
Bloomberg News memberitakan pada Sabtu (8/1/2022), Leondios Kostrikis, profesor ilmu biologi di Universitas Siprus, menyebut varian temuannya sebagai "deltacron," karena ciri khas genetik yang dimilikinya seperti omicron dalam genom delta.
Kostrikis dan timnya mengatakan telah menemukan 25 kasus mutasi.
Laporan menambahkan bahwa pada saat itu masih terlalu dini untuk mengatakan apakah ada lebih banyak kasus dari varian baru itu atau apa dampaknya.
Bloomberg melaporkan bahwa temuan itu telah dikirim ke Gisaid, database internasional yang melacak perubahan virus, pada 7 Januari 2022.
Baca: Ilmuwan di Siprus Temukan Infeksi Covid-19 Gabungan Varian Delta dan Omicron, Dinamai Deltacron
Baca: Apa Itu Deltacron? Varian Baru Covid-19 yang Ditemukan di Siprus, Berikut Hal yang Perlu Diketahui
Ahli: Deltacron "tidak nyata"
Beberapa ahli kemudian meragukan temuan tersebut.
Salah satu pejabat Organisasi Kesehatan Dunia men-tweet pada hari Minggu bahwa deltacron, yang trending di platform media sosial pada akhir pekan, tidak lah nyata.
Pakar Covid-19 WHO Dr. Krutika Kuppali mengatakan di Twitter, dalam kasus ini, kemungkinan ada kontaminasi laboratorium dari fragmen Omicron dalam spesimen Delta.
Dalam tweet lain, ia menulis, "Jangan gabungkan nama penyakit menular seperti penamaan pasangan selebriti."
Ilmuwan lain telah sepakat bahwa temuan itu bisa jadi merupakan hasil dari kesalahan laboratorium.
Ahli virologi Dr. Tom Peacock dari Imperial College London juga men-tweet bahwa 'Deltacron' yang dilaporkan oleh beberapa media besar terlihat jelas merupakan kontaminasi.
Dalam tweet lain, ia menyebut:
"Beberapa dari kita telah melihat urutannya dan sampai pada kesimpulan yang sama bahwa varian itu tidak terlihat seperti rekombinan nyata, mengacu pada kemungkinan penataan ulang materi genetik."
Fatima Tokhmafshan, ahli genetika di Institut Penelitian Pusat Kesehatan Universitas McGill di Montreal, juga setuju.
Ia men-tweet, "Ini BUKAN rekombinan, tetapi lebih tepatnya kontaminasi laboratorium karena melihat pengajuan GISAID baru-baru ini dari Siprus, pengelompokan & profil mutasi menunjukkan TIDAK ADA konsensus mutasi."
Ilmuwan terkenal lainnya, Dr. Boghuma Kabisen Titanji, seorang ahli penyakit menular di Emory University di Atlanta, menyarankan pendekatan yang hati-hati.
Ia menulis cuitan pada hari Minggu, "Pada cerita #deltacron, hanya karena saya telah ditanyai berkali-kali dalam 24 jam terakhir, harap interpretasikan dengan hati-hati."
"Informasi yang tersedia saat ini menunjukkan kontaminasi sampel yang bertentangan dengan rekombinasi sejati dari varian #delta dan #omicron."
Namun, ia juga mencatat bahwa kemungkinan pencampuran materi genetik milik varian delta dan omicron tetap ada, karena kedua strain terus bersirkulasi, dan merupakan kemungkinan yang mengkhawatirkan.
"Rekombinasi dapat terjadi pada virus corona."
"Enzim yang mereplikasi genom mereka memiliki kecenderungan untuk melepaskan untaian RNA yang disalinnya dan kemudian bergabung kembali di tempat yang ditinggalkannya."
"Dengan #delta dan #omicron keduanya beredar, infeksi ganda dengan kedua varian meningkatkan kekhawatiran ini," tweet-nya.
Siprus pertahankan temuannya
Sementara itu, ilmuwan yang mengumumkan telah menemukan "deltacron" telah membela temuannya.
Leondios Kostrikis mengatakan kepada Bloomberg pada hari Minggu bahwa temuan itu bukan hasil dari kesalahan teknis.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email, Kostrikis mengatakan, kasus-kasus yang telah dia identifikasi menunjukkan adanya tekanan evolusioner pada galur untuk memperoleh mutasi dan bukan hasil dari satu peristiwa rekombinasi.
Ia juga mengatakan bahwa temuan itu muncul setelah sampel diproses dalam beberapa prosedur pengurutan di lebih dari satu negara.
Setidaknya satu urutan dari Israel yang disimpan dalam database global menunjukkan karakteristik genetik "deltacron."
Menteri Kesehatan Siprus, Michael Hadjipantela, mengatakan pada hari Sabtu, kementerian mengetahui laporan "deltacron" dan itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan saat ini, menurut laporan media lokal.
Lebih lanjut tentang varian yang diragukan akan dipresentasikan minggu ini, kata Hadjipantela,
Ia juga menambahkan bahwa dirinya bangga dengan para ilmuwan negara itu atas temuan mereka.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)