Ancam Rusia dan China, Inggris Ingatkan Barat akan Melawan Kediktatoran hingga Sebut Indonesia
Inggris memperingatkan Rusia dan China bahwa sekutu Barat akan bersatu melawan kediktatoran dan memperjuangkan demokrasi.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Inggris memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping bahwa sekutu Barat akan bersatu melawan kediktatoran dan memperjuangkan demokrasi.
Berbicara di Australia, Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan Inggris dan sekutu harus bersatu dalam menangani ancaman global, Jumat (21/1/2022)
Negara-negara Barat, kata Truss, harus memperdalam hubungan dengan negara demokrasi Indo-Pasifik serta "menghadapi agresor global" yang menggunakan ketergantungan ekonomi untuk mendapatkan apa mereka ingin.
Truss dan Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace melakukan pertemuan di Sydney, Australia pada Jumat (21/1/2022) untuk acara tahunan Australia-United Kingdom Ministerial Consultations (AUKMIN).
Menteri Pertahanan Australia, Peter Dutton, mengatakan tidak ada rencana mendirikan pangkalan militer Inggris di Australia, bahkan ketika angkatan laut Inggris meningkatkan kehadirannya di Pasifik.
Baca juga: AS Beri Sanksi terhadap Pejabat Ukraina yang Punya Hubungan dengan Rusia
Baca juga: Uni Eropa Ancam Rusia dengan Sanksi Ekonomi Berat Jika Serang Ukraina
Kedua negara menandatangani kesepakatan untuk mendanai infrastruktur di kawasan itu sebagai balasan terhadap pengaruh Beijing.
Dalam sebuah pernyataan bersama, para menteri menyatakan keprihatinan atas eskalasi militer Rusia di perbatasan dengan Ukraina.
Truss memperingatkan Putin untuk "mundur dari Ukraina sebelum membuat kesalahan strategis besar-besaran", dalam pidatonya di Lowy Institute.
Truss menilai, Kremlin belum belajar dari sejarah dan menilai invasi hanya akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa seperti Perang Soviet-Afghanistan dan konflik Chechnya.
Lebih dari 15.000 tentara Soviet tewas di Afghanistan dari 1979-1989, sementara ratusan ribu orang Afghanistan tewas.
Perang pimpinan AS di Afghanistan dari 2001 hingga 2021 menyebabkan lebih dari 3.500 kematian di antara koalisi militer internasional.
"(Agresor global) berani dengan cara yang belum pernah kita lihat sejak Perang Dingin," kata Truss dalam pidatonya, dikutip dari Reuters.
"Mereka berusaha mengekspor kediktatoran sebagai layanan di seluruh dunia," tambahnya.
"Itulah sebabnya rezim seperti Belarusia, Korea Utara, dan Myanmar menemukan sekutu terdekat mereka di Moskow dan Beijing."
Menurut Truss, Inggris harus bekerja sama dengan sekutu seperti Australia, Israel, India, Jepang, dan Indonesia untuk menghadapi para agresor global terutama di Pasifik.
"Sudah waktunya bagi dunia bebas untuk berdiri tegak," kata Menlu Inggris.
Ia turut menyoroti "pemaksaan ekonomi" China terhadap Australia, yang dinilai cara Beijing melakukan kontrol atas negara lain.
Beijing, yang memberlakukan sanksi perdagangan atas barang-barang Australia setelah Canberra menyerukan penyelidikan internasional tentang asal mula pandemi virus corona, membantah tuduhan ini.
Barat menyebut Rusia sebagai diktator, menyinggung pencaplokan Krimea tahun 2014, menuding adanya upaya ikut campur dalam Pilpres AS dan Eropa, serta serangkaian spionase dan pembunuhan tingkat tinggi di luar negeri.
Di sisi lain, Rusia menilai Barat penuh dengan perpecahan, dicengkeram oleh Russophobia dan tidak memiliki hak untuk menceramahi Moskow tentang bagaimana harus bertindak.
Biden Ancam Putin
Presiden AS Joe Biden memperkirakan Rusia akan menyerang Ukraina dan memperingatkan Presiden Vladimir Putin jika hal itu terjadi.
"Dugaan saya adalah dia akan bergerak, dia harus melakukan sesuatu," kata Biden saat ditanya soal ancaman invasi Rusia dalam konferensi pers, Rabu (19/1/2022).
Namun, ia juga memperingatkan bahwa pemimpin Rusia itu akan membayar "harga yang mahal" jika benar terjadi.
Dilansir BBC, Moskow menyangkal tudingan berencana menyerang Ukraina, namun mengaku telah membangun kekuatan.
Baca juga: Joe Biden Prediksi Putin akan Menyerang Ukraina, Ancam Rusia Jika Hal Itu Terjadi
Baca juga: Tahun Pertama Presiden AS Joe Biden Terbebani oleh Kekecewaan
Diperkirakan ada sekitar 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina.
Pejabat Gedung Putih kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengklarifikasi posisi AS, setelah beberapa wartawan pada konferensi pers menanyai Biden tentang apakah AS akan mengizinkan serangan ke Ukraina menyusul komentarnya.
"Jika ada pasukan militer Rusia bergerak melintasi perbatasan Ukraina, itu adalah invasi baru, dan itu akan disambut dengan tanggapan cepat, keras, dan bersatu dari Amerika Serikat."
"Amerika Serikat dan Sekutu kita," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)