Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

51 Orang di Kongo Dijatuhi Hukuman Mati atas Pembunuhan Dua Investigator PBB

Pengadilan militer Republik Demokratik Kongo (DRC) menjatuhkan hukuman mati kepada 51 orang atas pembunuhan dua investigator PBB di tahun 2017.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in 51 Orang di Kongo Dijatuhi Hukuman Mati atas Pembunuhan Dua Investigator PBB
theowp.org
Tentara dan warga setempat Kongo. 

TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan militer Republik Demokratik Kongo (DRC) menjatuhkan hukuman mati kepada 51 orang atas pembunuhan dua investigator PBB di tahun 2017.

Dilansir The Guardian, hukuman mati itu dijatuhkan kepada beberapa terdakwa secara in absentia. 

Hukuman mati bukan hal yang baru terlebih dalam kasus pembunuhan di DRC.

Namun, hukuman ini diringankan menjadi penjara seumur hidup sejak Kongo mengumumkan moratorium eksekusi pada 2003.

Lusinan orang telah diadili selama lebih dari empat tahun kasus pembunuhan staf PBB ini.

Baca juga: Kepala HAM PBB Sebut Tanggapan Internasional Terhadap Krisis Myanmar Tak Efektif

Baca juga: Cina Setujui Kunjungan Kepala HAM PBB ke Xinjiang usai Olimpiade

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres berbicara di Bundestag (majelis rendah parlemen) pada 18 Desember 2020 di Berlin.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres berbicara di Bundestag (majelis rendah parlemen) pada 18 Desember 2020 di Berlin. (John MACDOUGALL / AFP)

Seorang warga AS bernama Michael Sharp dan Zaida Catalán asal Swedia, tiba-tiba menghilang saat melakukan penyelidikan kekerasan di wilayah Kasai dalam misi PBB ke Republik Demokratik Kongo pada 2017.

Saat itu, mereka sedang menyelidiki kuburan massal terkait konflik berdarah antara pemerintah dan kelompok lokal.

Berita Rekomendasi

Setelah 16 hari hilang, keduanya ditemukan tewas di sebuah desa pada 28 Maret 2017.

Catalán ditemukan dalam kondisi terpenggal.

Kerusuhan di wilayah Kasai pecah pada tahun 2016, dipicu karena pembunuhan kepala adat Kamuina Nsapu oleh militer.

Sekitar 3.400 orang tewas dan puluhan ribu orang mengungsi, sebelum konflik mereda pada pertengahan 2017.

Jaksa di pengadilan militer di Kananga menuntut hukuman mati terhadap 51 dari 54 terdakwa, 22 di antaranya buron dan diadili secara in absentia.

Mereka didakwa atas aksi terorisme, pembunuhan, partisipasi dalam pemberontakan, hingga kejahatan perang melalui mutilasi.

Menurut kronologi resmi, milisi pro-Kamuina Nsapu mengeksekusi Sharp dan Catalán pada 12 Maret 2017, hari di mana mereka hilang.

Tetapi pada Juni 2017, sebuah laporan yang diserahkan kepada dewan keamanan PBB menyebut pembunuhan itu telah direncanakan dengan keterlibatan pasukan keamanan.

Selama persidangan, jaksa menyatakan anggota milisi melakukan pembunuhan untuk balas dendam terhadap PBB.

Milisi menuding PBB gagal mencegah serangan tentara terhadap mereka.

Salah satu tersangka utamanya, yakni Kolonel Jean de Dieu Mambweni, yang menurut jaksa berkolusi dengan milisi dengan menyediakan amunisi.

Dia membantah tuduhan itu dan pengacaranya mengatakan bahwa persidangan itu telah dimanipulasi.

Mambweni awalnya didakwa hukuman mati, tetapi akhirnya hanya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.

Kuasa hukumnya mengatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

Satu TNI Pasukan Perdamaian PBB Gugur di Kongo, Satu Lainnya Luka setelah Diserang Milisi
Satu TNI Pasukan Perdamaian PBB Gugur di Kongo, Satu Lainnya Luka setelah Diserang Milisi (Twitter @Lacroix_UN)

Baca juga: Merck dan PBB Akan Produksi Pil Antivirus Covid-19 di Beberapa Negara Miskin

Baca juga: Klaim Rusia Siap Serang Ukraina, Amerika Serikat Minta Dewan Keamanan PBB Bersikap

Dua tahanan lagi dibebaskan, termasuk seorang jurnalis.

Setelah insiden pembunuhan Sharp dan Catalan, PBB sempat dihujani kritik.

Organisasi internasional ini dinilai lalai dengan mengirim dua penyelidik ahli ke daerah terpencil yang dilanda kekerasan tanpa persiapan.

Diketahui Sharp dan Catalan hanya didampingi seorang penerjemah, tanpa adanya pelatihan, peralatan keselamatan, atau bahkan asuransi kesehatan.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas