Di Tengah Ketegangan AS-Korut atas Uji Coba Rudal, Trump Akui Masih Berhubungan dengan Kim Jong Un
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengaku masih berhubungan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan bagaimana kondisi hubungannya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di tengah ketegangan atas uji coba rudal dan program nuklir.
Kepada rekan-rekannya, Trump mengaku sejak meninggalkan Gedung Putih dirinya tetap berhubungan dengan Kim Jong Un.
Namun menurut reporter New York Times Maggie Haberman, Trump memiliki perasaan terikat yang berlebihan terhadap Kim Jong Un.
Hal itu disampaikan Haberman dalam bukunya yang akan datang tentang Trump, "The Confidence Man".
"Seperti yang kita ketahui, dia memiliki fiksasi pada hubungan ini," katanya seperti dikutip Aljazeera.
Baca juga: PBB Tuding Korea Utara Kembangkan Senjata Nuklir dari Uang Kripto Curian
Kim Jong Un adalah satu-satunya pemimpin asing yang dikatakan Trump masih berhubungan dengan Presiden ke-45 itu, kata Haberman.
Trump sendiri pada 2018 pernah menyatakan bahwa dia dan Kim Jong Un "jatuh cinta" setelah bertukar surat.
Akan tetapi tiga pertemuan dengan pemimpin Korea Utara telah gagal membujuk Kim Jong Un menyerahkan bom nuklir dan misilnya.
Klaim Trump tidak dapat diverifikasi dan mungkin tidak benar, kata Haberman.
Haberman menilai apa yang dikatakan Trump dan apa yang sebenarnya terjadi, tidak sejalan.
Baca juga: AS Desak Korea Utara untuk Fokus pada Kebutuhan Rakyat, Bukan Program Nuklir dan Rudal Balistik
"Apa yang dia katakan dan apa yang sebenarnya terjadi tidak selalu sejalan, tetapi dia telah memberi tahu orang-orang bahwa dia telah melakukan semacam korespondensi atau diskusi dengan Kim Jong Un," katanya.
Sementara itu, menurut Jenny Town, direktur proyek Korea Utara yang berbasis di Washington, Trump telah melebih-lebihkan hubungannya dengan Kim Jong Un.
Setiap pesan yang dia kirim kepada Kim Jong Un mungkin hanya salam dan tidak dibalas, kata Town.
"Tetapi jika itu benar, dan ada komunikasi yang terjadi pada substansi apa pun tanpa koordinasi atau konsultasi dengan Gedung Putih, itu bisa sangat bermasalah dan berpotensi kontraproduktif dengan kepentingan AS," katanya.