Joe Biden akan Beri Sanksi Berat pada Rusia, Kutuk Serangan yang Tak Beralasan ke Ukraina
Presiden Amerika Serikat Joe Biden, mengatakan Washington akan terus memberikan dukungan dan bantuan kepada Ukraina.
Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina pada Kamis (24/2/2022) pagi waktu setempat.
Menanggapi serangan Rusia ke Ukraina, Presiden Amerika Serikat Joe Biden, mengatakan Washington akan terus memberikan dukungan dan bantuan kepada Ukraina.
Hal itu ia sampaikan dalam panggilan telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy tak lama setelah Rusia melancarkan invasi ke negara itu pada Kamis pagi.
Diberitakan Aljazeera, Biden mengutuk serangan yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan oleh pasukan militer Rusia.
Dalam sebuah pernyataan, Biden mengatakan, Zelenskyy meminta Washington untuk menyeru para pemimpin dunia agar berbicara dengan jelas melawan agresi dari Putin.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Pengaruhi Saham Asia dan Harga Minyak
Baca juga: Perang Rusia Ukraina Pecah, Kemenlu Sebut Telah Jalin Komunikasi dengan 138 WNI di Ukraina
Biden akan Beri Sanksi Berat pada Rusia
Presiden Biden pun berencana menjatuhkan sanksi berat terhadap Rusia.
“Presiden Putin telah memilih perang yang direncanakan yang akan membawa korban jiwa dan penderitaan manusia,” kata Biden dalam sebuah pernyataan, dilansir The New York Times, Kamis.
“Rusia sendiri bertanggung jawab atas kematian dan kehancuran yang akan ditimbulkan oleh serangan ini, dan Amerika Serikat serta sekutu dan mitranya akan merespons dengan cara yang bersatu dan tegas. Dunia akan meminta pertanggungjawaban Rusia," tegasnya.
Biden dan para pembantu utamanya mengatakan, mereka akan mengeluarkan hukuman ekonomi yang lebih besar jika Rusia meningkatkan konflik di Ukraina dan mencoba untuk merebut lebih banyak wilayah di negara itu.
Sanksi tersebut dapat mencakup pemecatan bank-bank top Rusia dari sistem keuangan, pemotongan ekspor teknologi atau pemberian sanksi kepada Putin dan pejabat tingginya secara langsung.
Pemerintah telah memberlakukan serangkaian sanksi awal, berharap untuk mencegah pemimpin Rusia dari serangan yang lebih besar.
Namun, setelah Putin mengumumkan operasi militer tersebut, Biden dan anggota parlemen dari kedua partai di Kongres mengecam langkah tersebut dan mengisyaratkan dukungan untuk tanggapan yang lebih agresif.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Meletus, Pasar Global Rontok, Bagaimana Dengan Indonesia?
Baca juga: Berita Foto : Kepanikan Warga Ukraina Saat Rusia Lakukan Invasi
Pada Selasa (22/2/2022) lalu, Biden menjatuhkan hukuman pada dua bank Rusia dan beberapa anggota elit Rusia, dan melarang Rusia memperdagangkan utang di pasar Amerika atau Eropa.
Kemudian, pada Rabu (23/2/2022), dikeluarkan sanksi terhadap perusahaan di balik pipa energi yang menghubungkan Rusia ke Jerman.
Serangan Militer Pasukan Rusia
Dalam sebuah pernyataan TV, Vladimir Putin mengatakan, Rusia tidak berencana untuk menduduki Ukraina dan menuntut agar militernya meletakkan senjata mereka.
Beberapa saat kemudian, serangan dilaporkan terhadap sasaran militer Ukraina.
Ukraina mengatakan, Putin telah meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina.
Militer Rusia menerobos perbatasan di sejumlah tempat, di utara, selatan dan timur, termasuk dari Belarus, sekutu lama Rusia.
Baca juga: Rusia Invasi Ukraina: Jokowi Sebagai Presidensi G20 Diminta Bertindak Guna Hindari Perang Dunia III
Baca juga: Serangan Rusia di Ukraina Tewaskan 40 Orang, Presiden Zelenskyy akan Serahkan Senjata ke Semua Orang
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan darurat militer diberlakukan di seluruh Ukraina dan memutuskan semua hubungan diplomatik dengan Rusia.
"Jangan panik. Kami kuat. Kami siap untuk apa pun. Kami akan mengalahkan semua orang, karena kami adalah Ukraina," katanya dalam sebuah pernyataan video, seperti diberitakan BBC, Kamis.
Sebelumnya, Presiden Rusia mengumumkan bahwa dia mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur.
Daerah-daerah yang memisahkan diri direbut oleh pemberontak yang didukung Rusia setelah Rusia menginvasi Krimea pada 2014.
Putin melancarkan serangan itu setelah protes jalanan massal di Ukraina yang menggulingkan Presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych.
Sejak itu, lebih dari 14.000 orang tewas di timur dalam konflik antara pemberontak dan pasukan Ukraina.
Putin mengatakan, tujuan operasi militer adalah untuk membela orang-orang di daerah-daerah yang memisahkan diri.
(Tribunnews.com/Nuryanti)