Konflik Rusia-Ukraina Memanas, Pakar Hukum Internasional: Ada Kelompok Separatis
Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menyebut ada dua narasi yang memicu ketegangan Rusia dan Ukraina.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana menyebut ada dua narasi yang memicu ketegangan Rusia dan Ukraina.
Dua narasi tersebut dilihat dari kedua belah pihak yaitu Rusia dan Ukraina.
Menurut Juwana, Rusia mengklaim ada pelaku kelompok separatis yang hendak memisahkan diri dengan Ukraina.
"Ada dua narasi terkait ketegangan Rusia-Ukraina, narasi pertama dari pihak Rusia dan narasi kedua dari pihak Ukraina," jelas Juwana dalam acara Kabar Petang tvOne, Kamis (24/2/2022).
"Pihak Rusia mengatakan ada kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari Ukraina," lanjutnya.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Tak Terlalu Ganggu Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia, Ini Alasannya
Baca juga: Kementerian Luar Negeri Sudah Komunikasi dengan 138 WNI di Ukraina: Kondisi Mereka Aman
Kelompok separatis ini sudah menyatakan kemerdekaannya dan sudah menjadi sebuah republik.
Lebih lanjut, kelompok ini sudah menghubungi pihak Rusia apabila diserang oleh pihak otoritas Ukraina mereka akan meminta bantuan.
Dan Rusia telah menyanggupi untuk membantu, lantaran telah mengakui kemerdekaan kelompok ini.
"Kelompok separatis ini sudah mengontak Rusia akan meminta bantuan kalau diserang oleh pihak Ukraina,dan Rusia menyetujui," kata Juwana.
Narasi kedua, dari pihak Ukraina, mereka mengatakan kelompok separatis ini merupakan tindakan makar.
Menurut Ukraina, tindakan makar yang dilakukan menyalahi hukum pidana dan juga dapat mengganggu integritas dari negaranya.
"Tindakan ini mungkin, secara hukum pidana salah dan menurut kedaulatan Ukraina bisa mengganggu integritas Ukraina," ujar Juwana.
Baca juga: Joe Biden akan Beri Sanksi Berat pada Rusia, Kutuk Serangan yang Tak Beralasan ke Ukraina
Atas hal tersebut, Ukraina mengatakan akan melakukan tindakan bagi para pelaku separatis ini.
Ukraina juga mengklaim bahwa tindakan separatis ini merupakan bentuk rekayasa oleh pemerintah Rusia.
Agar pemerintah Rusia memiliki legitimasi untuk masuk ke Ukraina melalui wilayah timurnya ini.
Dampak konflik Rusia-Ukraina
Juwana mengatakan, meski dampak yang didapatkan Indonesia tidak langsung, pemerintah Indonesia harus tetap cepat bertindak.
Menurutnya konflik ini akan berdampak bagi pelaku bisnis dan harga minyak.
Diwartakan Tribunnews.com, Pasar saham Asia jatuh dan harga minyak melonjak hampir $100 per barel setelah Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan operasi militer di Ukraina, Kamis (24/2/2022),
Ekonomi Asia menghadapi risiko yang lebih rendah daripada Eropa.
Baca juga: Upaya Pemerintah untuk Pastikan Keselamatan dan Keamanan WNI di Ukraina
Akan tetapi mereka yang membutuhkan minyak impor mungkin akan dikenai harga yang lebih tinggi jika pasokan dari Rusia, produsen terbesar ketiga, terganggu.
Saham global dan imbal hasil obligasi Amerika Serikat juga turun hari ini.
Pasar kripto, Harga Bitcoin dan mata uang kripto lain juga ikut terjungkal.
Minta Pemerintah Indonesia segera bertindak
Lebih lanjut, Juwana meminta Presiden RI Jokowi Dodo sekaligus selaku Presiden G20 untuk segera turun tangan.
Ia berharap Jokowi segera mengutus menteri luar negeri untuk melakukan shuttle diplomacy atau keterlibatan untuk menjadi penengah antara pihak yang berselisih.
"Oleh karena itu saya menghimbau kepada bapak presiden sebagai presiden G20 untuk segera bertindak melakukan tindakan yang nyata dari pemerintah Indonesia," kata Juwana.
"Bisa mengutus ibu menlu untuk segera melakukan shuttle diplomacy," sambungnya.
Baca juga: Pemerintah Diminta Jaga Harga BBM di Tengah Naiknya Harga Minyak Dunia Akibat Rusia Invasi Ukraina
Shuttle diplomacy dilakukan dengan tujuannya untuk tiga hal.
Pertama, melakukan komunikasi degan presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melaksanakan sidang darurat.
Kedua, menlu diminta untuk melakukan shuttle diplomacy ke beberapa pihak tidak hanya kepada Rusia atau negara yang terlibat.
Karena menurutnya hal ini sudah menjadi permasalahan dunia.
Akan berdampak pada dunia apabila terus berekskalasi.
Bukan tidak mungkin perang dunia akan pecah
Selanjutnya, sebagai negara memiliki kewajiban menurut konstitusi, untuk turut serta dalam ketertiban dunia.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Muhammad Dzulfikar)