Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rusia Siapkan Sanksi Pembalasan terhadap Negara Barat

Valentina Matvienko mengatakan pada Jumat kemarin bahwa Rusia telah menyiapkan sanksi pembalasan terhadap negara-negara Barat.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Rusia Siapkan Sanksi Pembalasan terhadap Negara Barat
AFP/KIRILL KUDRYAVTSEV
Petugas polisi menahan seorang wanita selama protes terhadap invasi Rusia ke Ukraina di Moskow pada 24 Februari 2022. - Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada hari Kamis, menewaskan puluhan dan memicu peringatan dari para pemimpin Barat tentang sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Serangan udara Rusia menghantam instalasi militer di seluruh negeri dan pasukan darat bergerak dari utara, selatan dan timur, memaksa banyak warga Ukraina mengungsi dari rumah mereka karena suara bom. (Photo by Kirill KUDRYAVTSEV / AFP) 

TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Ketua Dewan Federasi Rusia, Valentina Matvienko mengatakan pada Jumat kemarin bahwa Rusia telah menyiapkan sanksi pembalasan terhadap negara-negara Barat.

"Adapun sanksi pembalasan sudah disiapkan, ini tidak akan mencerminkan sanksi (Barat) terhadap Rusia, namun kami sangat menyadari titik lemah Barat, dan kami juga telah menyiapkan seluruh paket sanksi yang akan diterapkan terhadap negara-negara yang telah memberikan sanksi kepada Rusia," kata Matvienko kepada wartawan.

Dikutip dari laman Sputnik News, Sabtu (26/2/2022), Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, pada gilirannya, menunjukkan bahwa saat mempertimbangkan pembalasan terhadap sanksi Barat, Rusia akan melanjutkan dengan melihat kepentingannya sendiri dan akan menerapkan prinsip timbal balik.

Pernyataan itu muncul setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan sejumlah sanksi baru terhadap Rusia, menggambarkannya sebagai tindakan yang akan 'membebankan biaya besar pada ekonomi Rusia, baik segera maupun dari waktu ke waktu'.

The President of the United States (POTUS) itu mengatakan bahwa sanksi tersebut bertujuan untuk merusak sektor teknologi Rusia, termasuk memangkas lebih dari setengah impor teknologinya, serta industri luar angkasa, kedirgantaraan dan militernya.

Baca juga: Kemhan Rusia: Ukraina Terapkan Metode yang Sama Seperti Teroris, Gunakan Warga Sipil sebagai Tameng

Pada saat yang sama, Biden menolak pemutusan Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT, seperti yang disarankan beberapa sekutu Eropa, dengan alasan bahwa sanksi akan memiliki efek yang sama atau bahkan lebih besar.

Sementara itu dalam perkembangannya, Inggris mengumumkan sejumlah sanksi baru yang disebut Downing Street akan dikenakan pada Rusia karena berani memulai operasi militer khusus di Donbass untuk membela Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR).

Berita Rekomendasi

Pemerintah Inggris menambahkan 11 daftar sanksi baru dan menampar lebih dari 100 individu, entitas dan anak perusahaan mereka dengan pembatasan ekonomi.

Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa sanksi tersebut termasuk diantaranya tindakan pembatasan terhadap maskapai penerbangan Rusia Aeroflot, bank VTB, dan perusahaan milik negara Rostec, yang asetnya di Inggris akan dibekukan.

Sama seperti Biden, Johnson menegaskan bahwa sejauh ini Inggris tidak akan mencoba untuk memutuskan Rusia dari sistem perbankan SWIFT.

Ia menyampaikan hal itu saat Presiden Dewan Eropa Charles Michel dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa para pemimpin Uni Eropa (UE) sedang merencanakan 'langkah-langkah pembatasan lebih lanjut yang akan memaksakan konsekuensi besar dan parah pada Rusia atas tindakannya di Ukraina, dalam koordinasi yang erat dengan mitra transatlantik UE.

Sebelumnya, perkembangan terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan operasi militer khusus Rusia di Ukraina pada Kamis dini hari.

Keputusan ini diambil setelah DPR dan LPR meminta perlindungan Rusia dari serangan Ukraina.

Putin menekankan bahwa Rusia tidak memiliki alternatif setelah Donbass diserang selama lebih dari seminggu dan perjanjian damai Minsk 2015 ditinggalkan.

Ia juga menegaskan, tujuan dari operasi militer khusus ini adalah 'demiliterisasi dan denazifikasi' Ukraina.

Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Rusia menggarisbawahi bahwa militer Rusia tidak akan menargetkan warga sipil dan hanya fokus menghancurkan infrastruktur militer Ukraina.

Perlu diketahui, Kementerian Luar Negeri Rusia sebelumnya berjanji bahwa 'respons kuat' Rusia terhadap sanksi AS memang 'tidak harus simetris, namun diperhitungkan dengan baik dan menyakitkan bagi pihak Amerika'.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas