Mengenal Resimen Azov, 'Neo-Nazi' Ukraina yang Ingin Ditumpas Habis Vladimir Putin
Senin lalu, penjaga nasional Ukraina memposting sebuah video yang menunjukkan para pejuang Azov melapisi peluru mereka dengan lemak babi
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KIEV - Ketika invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari ke-7, batalion militer sayap kanan Ukraina kembali menjadi sorotan media.
Presiden Rusia Vladimir Putin sempat menyebutkan kehadiran unit-unit semacam itu di dalam militer Ukraina sebagai salah satu alasan mengapa dirinya meluncurkan apa yang disebut sebagai 'operasi militer khusus' untuk de-militerisasi dan de-Nazifikasi Ukraina.
Senin lalu, penjaga nasional Ukraina memposting sebuah video yang menunjukkan para pejuang Azov melapisi peluru mereka dengan lemak babi untuk digunakan melawan tentara muslim Chechnya, sekutu Rusia yang ditempatkan di negara mereka.
Azov juga terlibat dalam pelatihan warga sipil melalui latihan militer menjelang invasi Rusia.
Baca juga: 24 WNI Enggan Tinggalkan Ukraina, 99 Sudah Dievakuasi ke Polandia dan Rumania
Apa sebenarnya resimen Azov ini?
Dikutip dari laman Al Jazeera, Rabu (2/3/2022), Azov adalah unit militer infanteri semua-sukarelawan sayap kanan yang diperkirakan memiliki anggota 900 ultra-nasionalis.
Mereka dituduh menyembunyikan ideologi supremasi neo-Nazi dan kulit putih.
Baca juga: Cegah Invasi Rusia Lewat Jalur Laut, Turki Tutup Selat Bhosporus dan Dardanelles
Unit ini awalnya dibentuk sebagai kelompok sukarelawan pada Mei 2014 dari geng Patriot Ukraina ultra-nasionalis, dan kelompok Majelis Nasional Sosial (SNA) neo-Nazi.
Kedua kelompok itu terlibat dalam cita-cita xenofobia dan neo-Nazi dan menyerang migran secara fisik, komunitas Roma, serta orang-orang yang menentang pandangan mereka.
Baca juga: Maxar Technologies Mampu Memata-matai Pergerakan Pasukan Militer Rusia Lewat Satelit WorldView
Sebagai batalion, kelompok tersebut bertempur di garis depan melawan separatis pro-Rusia di Donetsk, wilayah timur Ukraina.
Tepat sebelum melancarkan invasinya, Putin mengakui kemerdekaan dua wilayah yang dikuasai pemberontak di Donbass, yakni Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR).
Baca juga: Peneliti Sadap Layanan Online dan Situs Medsos Ukraina untuk Kumpulkan Aktivitas Perang
Beberapa bulan setelah merebut kembali kota pelabuhan strategis Mariupol dari separatis yang didukung Rusia, unit tersebut secara resmi diintegrasikan ke dalam Garda Nasional Ukraina pada 12 November 2014, dan mendapat pujian tinggi dari Presiden yang menjabat saat itu, Petro Poroshenko.
"Ini adalah pejuang terbaik kami, relawan terbaik kami," kata Poroshenko pada upacara penghargaan 2014 lalu.
Siapa yang mendirikan Resimen Azov?
Unit ini dipimpin oleh Andriy Biletsky, yang menjabat sebagai pemimpin Patriot Ukraina yang didirikan pada 2005 dan SNA yang didirikan pada 2008.
SNA diketahui telah melakukan serangan terhadap kelompok minoritas di Ukraina.
Pada 2010, Biletsky mengatakan tujuan nasional Ukraina adalah untuk 'memimpin ras kulit putih dunia dalam perang salib terakhir melawan Untermenschen atau ras inferior yang dipimpin Semit'.
Biletsky kemudian terpilih menjadi anggota parlemen pada 2014, dan ia terpaksa meninggalkan Azov karena pejabat terpilih tidak boleh berada di militer atau kepolisian.
Dia tetap menjadi anggota parlemen hingga 2019. Pria berusia 42 tahun itu dijuluki Bely Vozd atau Penguasa Putih oleh para pendukungnya.
Ia mendirikan partai Korps Nasional sayap kanan pada Oktober 2016, yang basis intinya adalah veteran Azov.
Sebelum menjadi bagian dari angkatan bersenjata Ukraina, siapa yang mendanai Azov?
Unit tersebut menerima dukungan dari Menteri Dalam Negeri Ukraina pada 2014, karena pemerintah telah mengakui bahwa militernya sendiri terlalu lemah untuk melawan separatis pro-Rusia dan mengandalkan pasukan sukarelawan paramiliter.
Pasukan ini didanai secara pribadi oleh oligarki, yang paling dikenal adalah Igor Kolomoisky, seorang miliarder raja energi dan Gubernur wilayah Dnipropetrovsk saat itu.
Selain Azov, Kolomoisky mendanai batalion sukarelawan lainnya seperti unit Dnipro 1 dan Dnipro 2, Aidar dan Donbass.
Azov pun menerima dana awal dan bantuan dari oligarki lain, yakni Gubernur miliarder wilayah Donetsk, Serhiy Taruta.
Ideologi Neo-Nazi
Pada 2015, Juru bicara resimen saat itu, Andriy Diachenko mengatakan bahwa 10 hingga 20 persen rekrutan Azov adalah Nazi.
Unit tersebut memang telah menyangkal bahwa mereka menganut ideologi Nazi secara keseluruhan, namun simbol Nazi seperti swastika dan SS regalia tersebar luas di seragam dan tubuh para anggota Azov.
Misalnya, seragam itu membawa simbol Wolfsangel neo-Nazi, yang menyerupai swastika hitam dengan latar belakang kuning.
Kelompok itu mengatakan bahwa itu hanyalah campuran dari huruf 'N' dan 'I' yang mewakili 'gagasan nasional'.
Kendati demikian, anggota individu telah mengaku sebagai neo-Nazi, dan ultra-nasionalisme sayap kanan garis keras pun menyebar diantara para anggota.
Pada Januari 2018, resimen Azov meluncurkan unit patroli jalanan yang disebut National Druzhyna untuk 'memulihkan' ketertiban di ibu kota, Kiev.
Sebaliknya, unit tersebut melakukan pogrom terhadap komunitas Roma dan menyerang anggota komunitas LGBTQ.
"Ukraina adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki formasi neo-Nazi dalam angkatan bersenjatanya,” tulis seorang koresponden untuk majalah yang berbasis di Amerika Serikat (AS), Nation, pada 2019.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kejahatan perang
Sebuah laporan 2016 oleh Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB (OCHA) menuduh resimen Azov melanggar hukum humaniter internasional.
Laporan tersebut merinci insiden selama periode dari November 2015 hingga Februari 2016, di mana Azov telah menempatkan senjata dan pasukan mereka di bangunan sipil bekas, sedangkan penduduk mengungsi setelah menjarah properti sipil.
Laporan itu juga menuduh batalion tersebut memperkosa dan menyiksa para tahanan di wilayah Donbass.
Tanggapan internasional terhadap Resimen Azov?
Pada Juni 2015, Kanada dan AS mengumumkan bahwa pasukan mereka sendiri tidak akan mendukung atau melatih resimen Azov, dengan alasan koneksi neo-Nazi.
Namun, tahun berikutnya, AS mencabut larangan tersebut di bawah tekanan dari Pentagon.
Pada Oktober 2019, 40 anggota Kongres AS yang dipimpin oleh Perwakilan Max Rose menandatangani surat yang gagal menyerukan kepada Departemen Luar Negeri AS untuk menunjuk Azov sebagai 'organisasi teroris asing (FTO)'.
Pada April lalu, perwakilan Elissa Slotkin mengulangi permintaan yang sama, termasuk kelompok supremasi kulit putih lainnya kepada pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Dukungan transnasional untuk Azov telah meluas, dan Ukraina telah muncul sebagai pusat baru untuk sayap kanan di seluruh dunia.
Pria dari tiga benua telah didokumentasikan untuk bergabung dengan unit pelatihan Azov untuk mencari pengalaman tempur dan terlibat dalam ideologi yang sama.
Osilasi Facebook
Pada 2016, Facebook kali pertama menetapkan resimen Azov sebagai 'organisasi berbahaya'.
Di bawah kebijakan Perusahaan dan Individu Berbahaya, Azov dilarang dari platform ini pada 2019.
Grup tersebut ditempatkan di bawah penunjukan Tingkat 1 Facebook, yang mencakup grup seperti Ku Klux Klan dan ISIL (ISIS).
Pengguna yang terlibat dalam pujian, dukungan, atau representasi grup Tingkat 1 juga dilarang.
Namun pada 24 Februari lalu, hari saat Rusia melancarkan invasinya ke Ukraina, Facebook membatalkan larangannya dengan mengatakan akan memberikan pujian untuk Azov.
"Untuk saat ini, kami membuat pengecualian sempit untuk memuji resimen Azov secara ketat dalam konteks membela Ukraina, atau dalam peran mereka sebagai bagian dari penjaga nasional Ukraina."
"Namun kami terus melarang semua ujaran kebencian, simbolisme kebencian, pujian kekerasan, pujian umum, dukungan, atau representasi resimen Azov, dan konten lain apapun yang melanggar standar komunitas kami," kata Juru bicara dari perusahaan induk Facebook, Meta.
The Intercept, sebuah situs web yang berbasis di AS mengatakan bahwa dikembalikannya kebijakan akan menjadi 'sakit kepala yang luar biasa bagi moderator Facebook'.
"Sementara pengguna Facebook sekarang dapat memuji tindakan medan perang apapun di masa depan oleh tentara Azov melawan Rusia, kebijakan baru mencatat bahwa 'setiap pujian atas kekerasan' yang dilakukan oleh kelompok itu masih dilarang, tidak jelas perang tanpa kekerasan seperti apa yang diantisipasi perusahaan itu," tulis The Intercept.