50 Pesawat Barat dengan Perangkat Keras Militer Dikabarkan Mendarat di Ukraina Jelang Operasi Rusia
50 pesawat kargo yang membawa perangkat keras militer dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Polandia dan Lithuania dikabarkan mendarat di Ukrain
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - 50 pesawat kargo yang membawa perangkat keras militer dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Polandia dan Lithuania dikabarkan mendarat di Ukraina sebelum dimulainya operasi militer Rusia di sana.
Pernyataan tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri Rusia melalui Juru Bicaranya, Maria Zakharova.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (6/3/2022), sekitar 2.000 ton senjata modern, amunisi dan alat pelindung dipasok ke Ukraina pada satu setengah bulan pertama tahun 2022.
Kementerian tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa untuk Inggris sendiri, telah mentransfer lebih dari 2.000 unit persenjataan anti-tank.
Baca juga: Visa dan Mastercard Hentikan Semua Operasinya di Rusia Selama Krisis Ukraina
Baca juga: Sosok Jenderal Top Rusia yang Tewas Ditembak Sniper Ukraina, Kematiannya Jadi Pukulan Berat Putin
Zakharova mengatakan bahwa Rusia sekali lagi meminta Uni Eropa (UE) dan NATO untuk menghentikan 'pengiriman tanpa berpikir' terkait persenjataan modern ke rezim Ukraina.
Ia menegaskan bahwa pengiriman itu justru menciptakan risiko besar bagi penerbangan sipil dan sistem transportasi lainnya di Eropa dan sekitarnya.
"Penyelenggara pengiriman ini harus menyadari meningkatnya ancaman senjata presisi tinggi yang jatuh ke tangan elemen teroris dan formasi bandit yang tidak hanya di Ukraina, namun juga di Eropa secara keseluruhan," tegas Zakharova.
Aliran senjata ini ke pasar ilegal dan ke tangan jaringan teroris, kata dia, hanya masalah waktu.
"MANPADS menimbulkan bahaya besar bagi penerbangan sipil, dan ATGM untuk transportasi kereta api dan infrastruktur," jelas Zakharova.
Perlu diketahui, Rusia telah melancarkan operasi militer khusus di Ukraina sejak 24 Februari lalu setelah Ukraina gagal mengimplementasikan perjanjian Minsk dan menyelesaikan konflik di Donbass secara damai.
Presiden Rusia Vladimir Putin pun mengatakan bahwa negaranya idak punya pilihan lain selain bertindak, setelah berminggu-minggu terjadi aksi penembakan terhadap Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) yang diklaim dilakukan oleh pasukan Ukraina.
Dengan demikian, ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk melakukan 'demiliterisasi dan denazifikasi' negara tetangganya itu.
Rusia pun telah berulang kali memperingatkan negara-negara Barat agar tidak mengirimkan persenjataan canggih mereka ke Ukraina.
Putin menilai bahwa hal itu akan membuat Ukraina berani dan mendorongnya untuk mencoba menyelesaikan konflik di Donbass dengan menggunakan militernya.
Sebelumnya, The Washington Post melaporkan bahwa AS telah mengirim perangkat keras militer senilai ratusan juta dolar AS ke Ukraina sejak Desember 2021, beberapa bulan sebelum keputusan Rusia untuk meluncurkan operasi militer khusus.