Rusia Ancam akan Tutup Pipa Gas Utama ke Jerman: Larangan Minyak Rusia Bisa Sebabkan Bencana Besar
Rusia mengancam akan menutup pipa gas utamanya ke Jerman. Sebut jika larangan minyak masih dilanjutkan, akan sebabkan bencana besar.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Rusia mengancam akan menutup pipa gas utamanya ke Jerman jika Barat melanjutkan larangan minyak dari negara Beruang Merah.
Wakil Perdana Menteri Alexander Novak mengatakan "penolakan minyak Rusia akan menyebabkan konsekuensi bencana besar bagi pasar global", mengakibatkan harga naik lebih dari dua kali lipat menjadi 300 dolar AS per barel.
AS telah menjajaki kemungkinan larangan minyak Rusia bersama sekutu, sebagai cara menghukum Moskow atas invasinya ke Ukraina.
Namun, Jerman dan Belanda menolak rencana itu pada Senin (7/3/2022), sebagaimana diberitakan BBC.
Uni Eropa mendapatkan sekitar 40 persen gas dan 30 persen minyaknya dari Rusia.
Baca juga: Daftar Negara yang Dianggap Rusia Tak Bersahabat: Kanada, Inggris, AS, hingga Jepang
Baca juga: Sumpah Presiden Ukraina usai Pasukan Rusia Tembaki Pengungsi: Tak Ada Tempat yang Tenang bagi Anda
Mereka tak memiliki pengganti yang mudah jika pasokan terganggu.
Dalam pidatonya di televisi pemerintah Rusia, Novak mengatakan "tidak mungkin untuk segera menemukan pengganti minyak Rusia di pasar Eropa."
"Ini akan memakan waktu bertahun-tahun, dan masih akan jauh lebih mahal bagi konsumen Eropa. Pada akhirnya, mereka akan (menjadi yang) paling dirugikan oleh hasil (aturan larangan minyak) ini," ujarnya.
Merujuk keputusan Jerman bulan lalu untuk membekukan sertifikasi Nord Stream 2, pipa gas baru yang menghubungkan kedua negara, Novak menambahkan bahwa embargo minyak dapat memicu pembasalan.
"Kami memiliki hak untuk keputusan yang cocok dan memberlakukan embargo pada pemompaan gas melalui pipa gas Nord Stream 1 (yang ada)," tuturnya.
Rusia adalah produsen gas alam terbesar di dunia dan produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia.
Setiap langkah untuk memberikan sanksi kepada industri energi Rusia akan sangat merusak ekonominya sendiri.
Negara beruang merah juga memasok sekitar 10% dari kebutuhan nikel dunia, terutama untuk digunakan dalam baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik.
Pada Selasa (8/3/2022), harga nikel di London Metal Exchange naik lebih dari dua kali lipat di atas level 100.000 dolar AS per ton untuk pertama kalinya.
Baca juga: 8 Nama Elite Rusia yang Dikenai Sanksi, Ada Juru Bicara hingga Sekutu Dekat Putin
Baca juga: Boeing Hentikan Pembelian Titanium dari Rusia, Airbus Sebaliknya
Ukraina telah memohon pada Barat untuk mengadopsi larangan minyak dan gas, tetapi ada kekhawatiran akan membuat harga melonjak.
Kekhawatiran investor akan embargo mendorong minyak mentah Brent ke 139 dolar AS per barel pada Senin - level tertinggi selama hampir 14 tahun.
Harga rata-rata bensin Inggris juga mencapai rekor baru 155 poundsterling per liter.
Kenaikan minyak mentah Brent - patokan minyak global - diredam pada Selasa, dengan harga per barel 3 persen lebih tinggi pada 121 dolar AS.
Mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, kantor berita Reuters melaporkan bahwa AS mungkin bersedia untuk melanjutkan embargo tanpa sekutunya, meskipun hanya mendapat sekitar 3 persen minyaknya dari Rusia.
Namun, pada Senin, Kanselir Jerman Olaf Scholz menolak gagasan larangan yang lebih luas, dengan mengatakan Eropa telah "sengaja membebaskan" energi Rusia dari sanksi karena pasokannya tidak dapat dijamin "dengan cara lain" saat ini.
Kekuatan Eropa, bagaimanapun, berkomitmen untuk menjauh dari hidrokarbon Rusia dari waktu ke waktu, sementara beberapa perusahaan Barat telah memboikot pengiriman Rusia atau berjanji untuk melepaskan saham mereka di perusahaan energi Rusia.
Mr Novak mengatakan perusahaan-perusahaan Rusia sudah merasakan tekanan dari AS dan Eropa ketika negara-negara itu mulai mengambil langkah menurunkan ketergantungan pada energi Rusia, meskipun memenuhi semua kewajiban kontrak untuk mengirimkan minyak dan gas ke Eropa.
Sebelumnya, sekutu AS dan Eropa sedang menjajaki pelarangan impor minyak Rusia, kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Sementara itu, Gedung Putih berkoordinasi dengan komite-komite kongres utama untuk bergerak maju dengan membuat larangan mereka sendiri.
Baca juga: 13 Hari Perang, Dua Jenderal Rusia Dikabarkan Tewas di Tangan Tentara Ukraina
Baca juga: Momen Tentara Ukraina Menikah di Tengah Invasi Rusia, Masih Pakai Seragam Militer
Mengutip AlJazeera, Eropa bergantung pada Rusia untuk minyak mentah dan gas alam, tetapi saat ini menjadi lebih terbuka terhadap gagasan untuk melarang produk Rusia dalam 24 jam terakhir, sebuah sumber yang mengetahui diskusi tersebut mengatakan kepada kantor berita Reuters.
Secara terpisah, Jepang, yang menganggap Rusia sebagai pemasok minyak mentah terbesar kelima, juga sedang berdiskusi dengan AS dan Uni Eropa tentang kemungkinan pelarangan impor minyak Rusia.
Rusia Melanjutkan Serangannya
Pasukan Rusia melanjutkan serangan di kota pelabuhan strategis Mykolaiv, Senin (7/3/2022), kendati mereka sudah mengumumkan gencatan senjata dan akan membuka koridor kemanusiaan di empat kota.
Pejabat pun memperingatkan penduduk untuk tinggal di tempat penampungan mereka.
Dikutip dari CNN, gubernur regional Vitali Kim mengatakan dalam pesan Telegram, "Kita akan melakukan serangan. Musuh memasuki bandara kita."
Di saat yang sama, pertempuran sengit terjadi di sebelah utara hingga barat Kyiv, menurut pejabat Ukraina.
Pasukan Rusia tampaknya telah melakukan serangan di beberapa daerah di wilayah menuju ibu kota.
Dengan keji, pasukan Rusia menghancurkan Bucha, Hostomel, Vorzel, dan Irpin.
"Mereka dengan sengaja membunuh warga sipil," ujar Wali Kota Kyiv, Vitaly Klitshcko.
Baca juga: AS Sebut Rusia akan Rekrut Warga Suriah untuk Perang di Ukraina
Baca juga: Uniqlo hingga McDonalds Putuskan Tetap Beroperasi di Rusia, Kritik di Media Sosial Berdatangan
Beberapa laporan mengatakan kebakaran hebat terjadi di keempat distrik tersebut, saat warga sipil terus melarikan diri dari pertempuran.
Kekhawatiran juga meningkat di Mariupol dan Volnovakha, di mana warga sipil terperangkap lantaran kota telah dikepung, sementara pasukan Rusia terus melancarkan serangan.
Seorang pria yang melarikan diri dari Volnovakha dua hari lalu, mengatakan pada CNN tentang kondisi di beberapa bagian kota.
Ia menghabiskan hari-harinya bersembunyi di ruang bawah tanah.
"Orang-orang di sana (bawah tanah) selama 11 hari, sampai saat ini. Beberapa keluar, tetapi masih ada sekitar 450 (orang) di sana," ungkapnya.
Ia melanjutkan, makanan dan air sangat terbatas, banyak orang-orang sakit, serta tak ada toilet.
Anak perempuan dan wanita dewasa menggunakan ember untuk toilet.
"Kami hanya mendapatkan udara segar saat tak ada penembakan, di mana hal itu sangat jarang terjadi," ungkapnya.
"Sepanjang hari (ruang bawah tanah) sangat bau. Anak-anak muntah. Tak ada tempat untuk berbaring, jadi kami tidur sambil duduk," kisahnya.
Di Mariupol, warga sipil "putus asa" mencari jalan keluar yang aman dari kota, menurut Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
Situasi di kota pelabuhan itu telah memburuk dan warga sipil tak bisa pergi dengan selamat.
Sebelumnya, militer Rusia mengumumkan gencatan senjata dan membuka koridor kemanusiaan di sejumlah kota Ukraina, termasuk Kyiv, pada pukul 10.00 pagi, sebagaimana yang dilaporkan kantor berita Interfax.
Mengutip AlJazeera, koridor kemanusiaan itu, yang juga dibuka di Kharkiv, Mariupol, dan Sumy, sedang dipersiapkan atas permintaan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)