Rusia Rilis Daftar Negara yang Jadi 'Musuhnya', Ada Inggris, Jepang, Korea Selatan hingga Singapura
Rusia merilis daftar 31 negara yang menjadi 'musuhnya', ada Inggris, Jepang, hingga anggota Uni Eropa.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Rusia merilis daftar negara yang diklaim menjadi "musuhnya".
Daftar negara ini disampaikan oleh kantor berita Rusia, TASS pada Senin (7/3/2022).
Diberitakan TASS, pemerintah Rusia menyetujui daftar negara dan wilayah yang 'tidak bersahabat' dengannya.
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin juga telah menandatangani persetujuan daftar ini.
Baca juga: Rusia Dituding Targetkan Serangan pada Evakuasi Warga Sipil Ukraina
Baca juga: Angkatan Darat Ukraina Klaim Kuasai Sistem Arhanud Pantsir-S1 Ketiga Rusia
Hal itu lantaran negara dan wilayah tersebut memberlakukan atau bergabung memberikan sanksi kepada Rusia setelah dimulainya invasi di Ukraina.
Daftar negara tersebut di antaranya Amerika Serikat, Kanada, dan negara bagian Uni Eropa, dan Inggris, termasuk wilayah Jersey, Anguilla, Kepulauan Virgin Britania Raya, dan Gibraltar.
Ada juga Ukraina, Montenegro, Swiss, Albania, Andorra, Islandia, Liechtenstein, Monako, Norwegia, San Marino, Makedonia Utara, dan juga Jepang.
Korea Selatan, Australia, Mikronesia, Selandia Baru, Singapura, dan Taiwan juga termasuk dalam daftar tersebut.
Keputusan tersebut disusun berdasarkan Keputusan Presiden Rusia 5 Maret 2022 Tentang Tata Cara Sementara Pemenuhan Kewajiban Beberapa Kreditur Asing.
Dari keputusan ini, pemerintah Rusia mengimbau warga negara dan perusahaan Rusia yang memiliki kewajiban membayar valuta asing kepada kreditur asing dari daftar negara tersebut, dapat membayarnya dalam mata uang Rusia, rubel.
Untuk melakukan itu, debitur dapat meminta bank Rusia untuk membuat akun rubel khusus atas nama kreditur asing dan memasukkan pembayaran dalam rubel yang setara dengan kurs Bank Sentral pada hari pembayaran.
Baca juga: Negara Uni Eropa Bakal Kurangi Ketergantungan Gas Dari Rusia
Baca juga: Presiden Ukraina Berpidato di Kantornya untuk Pertama Kali sejak Serangan Rusia: Saya Tidak Sembunyi
Namun, prosedur sementara yang baru berlaku untuk pembayaran yang melebihi 10 juta rubel per bulan (atau jumlah yang sama dalam mata uang asing).
Dikutip dari The Local News, para ahli mempercayai langkah ini datang berawal dari sanksi barat terhadap Rusia.
Namun, ruang lingkup dan dampak yang tepat dari dimasukkannya negara-negara itu ke dalam daftar juga tidak jelas.
Meskipun begitu, kantor berita Interfax melaporkan siapa pun di Rusia yang ingin berurusan dengan negara-negara dalam daftar hanya dapat melakukannya dengan persetujuan pemerintah.
"Semua bisnis dan transaksi perusahaan Rusia dengan warga negara dan perusahaan dari negara yang tidak bersahabat dengan Rusia sekarang disetujui oleh komisi pemerintah untuk pengawasan investasi asing," ujar laporan itu.
Namun, dampak praktis dari ini kemungkinan akan relatif minimal.
Terutama dengan perusahaan-perusahaan barat karena sudah menarik diri dari Rusia karena sanksinya.
Baca juga: Jika Presiden Zelensky Terbunuh akibat Invasi Rusia, Ukraina Sudah Siapkan Rencana
Baca juga: Presiden Ukraina Zelensky Ungkap Rusia Bersiap Bombardir Kota Pelabuhan Odessa
Sementara, netralitas Swiss dipertanyakan setelah keputusan untuk bergabung dengan upaya sanksi Uni Eropa.
Sebelumnya, Swiss telah berulang kali mengatakan komitmen terhadap netralitas belum tergoyahkan.
Namun pada hari Senin (7/3/2022), Presiden Swiss Ignazio Cassis menepis kekhawatirannya.
Ia mengungkapkan bahwa sanksi barat adalah deklarasi perang.
"Swiss tidak berperang dengan Rusia," kata Cassis.
(Tribunnews.com/Maliana)