Barat Pasok Senjata ke Ukraina, Rusia Sebut Itu Perburuk Konflik, Ancam Menjadikannya Target
Pasokan senjata dari Barat ke Ukraina, membuat seruan AS untuk mengakhiri konflik tidak dianggap sebagai sinyal serius oleh Rusia.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Rusia terus menggempur beberapa wilayah di Ukraina dengan artileri dan serangan udara dan selanjutnya mengerahkan taktik pengepungan.
Sejauh ini, pasukan Rusia telah menghancurkan 3.491 fasilitas infrastruktur militer Ukraina, menurut klaim juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov.
Perang Rusia versus Ukraina memasuki hari ke-17 pada Sabtu (12/3/2022).
Amerika Serikat dan sekutunya telah memasok senjata ke Ukraina untuk menghadapi serangan Rusia.
Rusia menyebut apabila Barat memasok senjata ke Ukraina hanya akan memperburuk konflik.
“Kami telah memperingatkan AS bahwa memompa Ukraina dengan senjata dari beberapa negara yang diatur oleh (Washington) bukan hanya langkah berbahaya, tetapi sesuatu yang membuat konvoi (pemasok senjata) ini menjadi target yang sah,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov kepada Channel One Rusia, seperti diberitakan rt.com.
Baca juga: Italia Sita Salah Satu Kapal Pesiar Terbesar di Dunia Milik Oligarki Rusia
Baca juga: UPDATE Perang Rusia-Ukraina: Zelensky Sebut Tentara Rusia Rugi Besar, Wali Kota Melitopol Diculik
Dia tidak merinci di mana dan kapan Rusia akan menargetkan konvoi.
Ryabkov juga memperingatkan bahwa “penyerahan tanpa berpikir” dari “senjata berbahaya” seperti pertahanan udara portabel dan rudal anti-tank menimbulkan ancaman bagi negara-negara Barat sendiri.
Awal pekan ini, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga menyatakan keprihatinannya atas senjata-senjata semacam itu yang “masuk ke tangan yang salah”.
Baca juga: Kantor Berita Rusia Klaim Moskow Hancurkan 3.491 Fasilitas Infrastruktur Militer Ukraina
"Rudal pertahanan udara portabel dapat menimbulkan risiko khusus bagi penerbangan sipil di langit di atas Ukraina atau Eropa untuk tahun-tahun mendatang, tambahnya.
Lanjut Ryabkov, memasok senjata ke Ukraina membuat posisi negosiasi Washington lebih lemah dalam hubungannya dengan Moskow.
"Semua seruan AS untuk mengakhiri konflik “tidak dianggap sebagai sinyal serius,” katanya.
Ia menambahkan bahwa “kebijakan eskalasi” sekarang “benar-benar mendominasi” agenda Washington, meskipun ada mantra tentang mengambil pendekatan yang terukur.
Bahkan ia menyebut AS adalah sumber utama ketegangan internasional. Dan ia mengecam dukungan material Amerika untuk rezim di Kiev.
Pernyataan itu muncul di tengah serangan militer Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina.
Moskow menuduh Kiev gagal menerapkan perjanjian Minsk untuk menyelesaikan konfliknya dengan apa yang saat itu merupakan dua wilayah yang memisahkan diri di Donbass, di timur Ukraina.
Rusia meluncurkan operasinya pada 24 Februari, dengan alasan bahwa itu ditujukan untuk "demiliterisasi" Ukraina atas nama melindungi rakyat republik Donbass, yang sekarang diakui Rusia sebagai negara merdeka.
Kiev mengecam operasi Rusia sebagai agresi yang sama sekali tidak beralasan dan mendekati AS dan sekutunya untuk meminta bantuan.
Presiden Volodymyr Zelensky telah meminta pesawat militer agar pilot Ukraina dapat terbang, serta meminta senjata lainnya.
Negara-negara Barat secara kolektif mengutuk tindakan militer Moskow.
Kemudian memberi sanksi pada Rusiayang belum pernah terjadi sebelumnya dan telah menjanjikan bantuan militer yang murah hati ke Ukraina.
AS sendiri mengizinkan pengiriman bantuan militer senilai $350 juta ke Ukraina bulan lalu.
Jerman, Belanda, Polandia dan Slovakia juga menjanjikan senjata ke Kiev, termasuk rudal anti-tank dan howitzer self-propelled.