Sejumlah Prajurit Rusia Dilaporkan Hubungi Pengacara karena Tak Ingin Berperang di Ukraina
Dua pengacara mengungkap bahwa beberapa prajurit Rusia mencari bantuan hukum agar tidak dikirim untuk berperang di Ukraina.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Dua pengacara mengungkap bahwa beberapa prajurit Rusia mencari bantuan hukum agar tidak dikirim untuk berperang di Ukraina.
Sebelumnya, dilaporkan 12 anggota Garda Nasional Rusia dipecat karena menolak ditugaskan.
Dilansir Reuters, pengacara bernama Mikhail Benyash mengatakan sekitar 200 orang telah menghubungi untuk menanyakan hal yang harus dilakukan jika ditugaskan ke medan perang.
Sementara itu, Pavel Chikov, pengacara lain yang berbasis di Rusia, mengungkap kisah serupa di postingan Telegramnya.
Dalam tulisannya itu, Chikov menyebut kasus pekerja yang mencari bantuan hukum untuk menghindari perintah perang terjadi di Krimea, Novgorod, Omsk, Stavropol.
Baca juga: Zelensky Tak Percaya Janji Rusia Tarik Pasukan dari Ibu Kota Ukraina: Kami Tak akan Serahkan Apapun
Baca juga: Gaji Tentara Bayaran Suriah di Ukraina, Rusia Tawarkan hingga Rp100 Juta, Tergantung Posisi
Reuters tidak dapat mengkonfirmasi cerita ini secara idependen.
Garda Nasional Rusia juga belum memberikan komentarnya.
Pejabat Ukraina dan Barat mengklaim bahwa pasukan Rusia mengalami demoralisasi selama operasi militer.
Diketahui, Rusia menyebut serangannya ke Ukraina merupakan proses melucuti senjata dan mendenazifikasi Ukraina.
Namun dalam lima minggu invasi, Moskow gagal merebut kota-kota besar.
Lalu pada Selasa (29/3/2022) Rusia berjanji akan mengurangi operasi di sekitar Ibu Kota Kyiv dan Chernihiv di utara.
Sayangnya, hingga Rabu (30/3/2022) serangan masih terjadi di Chernihiv.
Pada 25 Februari, sehari setelah invasi diluncurkan, seorang komandan Garda Nasional di wilayah Krasnodar selatan dan 11 orang dari kompinya menolak mengikuti perintah untuk menyeberangi perbatasan ke Ukraina, tulis Chikov dalam postingan sebelumnya.
Kelompok ini menilai hal tersebut ilegal, karena tidak memiliki paspor internasional dan deskripsi pekerjaan utama mereka terbatas di Rusia, tulis Chikov.
Mereka percaya akan melanggar hukum jika pergi ke luar negeri sebagai kelompok bersenjata.
Namun Reuters tidak dapat memverifikasi cerita ini secara independen.
Menurut dua pengacara ini, para prajurit itu dipecat dan mengajukan gugatan atas hal tersebut.
Namun pada Selasa, hanya tiga dari 12 yang melanjutkan kasusnya, menurut Benyash yang mewakili mereka.
Rusia membentuk Garda Nasional pada tahun 2016 untuk memerangi terorisme dan kejahatan terorganisir.
Kelompok ini telah menindak protes anti-pemerintah yang damai dan pada 2020 disiagakan oleh Presiden Vladimir Putin untuk mengatasi kerusuhan di Belarus.
Pasukan Rusia Sabotase Peralatannya
Kepala dinas mata-mata GCHQ Inggris mengatakan beberapa tentara Rusia menolak untuk melaksanakan perintah.
Jeremy Fleming, kepala GCHQ, menyebut bahwa intelijen melaporkan beberapa tentara Rusia di Ukraina menyabotase peralatannya sendiri.
Bahkan mereka, kata Fleming, menembak jatuh salah satu pesawatnya.
Baca juga: Rusia Mulai Gunakan Bandara Brest di Belarus untuk Serang Ukraina
Baca juga: Inggris Sebut Pasukan Rusia Tolak Laksanakan Perintah dan Sabotase Peralatan Sendiri
"Kami telah melihat tentara Rusia kekurangan senjata dan moral-menolak untuk melaksanakan perintah, menyabotase peralatan mereka sendiri dan bahkan secara tidak sengaja menembak jatuh pesawat mereka sendiri," kata Fleming dalam pidatonya di Canberra di Australian National University.
"Putin telah salah menilai situasi secara besar-besaran," kata Fleming.
"Kami yakin para penasihat Putin takut untuk mengatakan yang sebenarnya kepadanya," ujarnya, dikutip dari The Guardian.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)