Kisah Tentara Remaja Rusia yang Tewas di Medan Perang, Baru Menikah Langsung Dikirim ke Ukraina
Igor Ivkin adalah satu dari setidaknya 25 tentara remaja Rusia yang tewas dalam perang di Ukraina.
Editor: Hasanudin Aco
Bulan lalu, para pejabat Rusia mengakui bahwa ada sejumlah personel wajib militer di Ukraina, tetapi kemudian meralatnya.
Moral yang Runtuh
Dalam beberapa kasus, para wajib militer diterjunkan ke medan perang sebagai hasil perubahan rencana perang, menyusul perlawanan sengit Ukraina hingga rencana ‘operasi militer’ singkat Rusia pun gagal.
Ada pula laporan yang mengungkap keruntuhan moral dan pemberontakan tentara Rusia. Pun, kesulitan logistik.
Yulia mengiyakan hal itu. Ia menyebut, suaminya tak punya cukup makanan. Ia juga jadi saksi ketidakmampuan militer Rusia sebelum meninggal.
“Dia frustrasi karena kekacauan dalam militer, sangat kurangnya disiplin, dan fakta bahwa kerja mereka hanya mengacau saja,” ujarnya.
Beberapa pekan sebelum invasi Rusia dimulai, Igor sempat pulang dari tempat tugasnya di Kursk, dekat perbatasan Ukraina, demi melihat putrinya yang baru lahir.
Namun, empat hari kemudian, ia menerima panggilan harus kembali ke unitnya segera.
“Bayi perempuan kami baru berusia dua minggu,” kisah Yulia mengenang kunjungan terakhir suaminya.
“Bagaimanapun, saya senang dia punya kesempatan melihat dan menggendong putrinya,” pungkasnya.
Taliban Dicap Lebih Hebat
Mantan tentara Inggris yang ikut berjuang di Ukraina memberikan penilaian tersendiri bagi para tentara Rusia yang berperang di Ukraina.
Shane Matthew menyebut Taliban jauh lebih hebat dibanding tentara Rusia.
Ia bahkan mengatakan pasukan yang dikerahkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, sangat memalukan untuk dilihat.
Shane Matthew merupakan eks penembak jitu Inggris yang jadi sukarelawan membantu tentara Ukraina menghadapi invasi Rusia.
Shane Matthew mengungkapkan militer Rusia sebagai pasukan yang tak kompeten.
Matthew, 34 tahun, menilai tentara Rusia tak dilatih dengan baik dan tak memiliki perhatian pada strategi.
Ia bahkan mengatakan mereka kerap mabuk-mabukan di garis depan.
“Saya melihat mereka begitu memalukan. Taliban jauh lebih hebat dibanding Rusia, terlepas dari penyebabnya, secara militer mereka tak memiliki pelatihan taktis, jika mereka memilikinya pasti tak digunakan,” katanya dikutip dari Daily Star, Kamis (7/4/2022).
Ia juga mengklaim dirinya melihat adanya bukti terkait kejahatan perang genosida yang dilakukan tentara Rusia.
Matthew mengatakan di Bucha ia menyaksikan jalanan dipenuhi jasad dan seorang anak ditembak di kepala dengan tangan diikat.
Matthew yang sebelumnya merupakan Kopral dari Batalyon ke-2 Resimen Kerajaan Putri Wales, mengungkapkan jurnalis dan unit medis harus menyembunyikan lencana mereka agar tak menjadi target Rusia.
Matthew sendiri sebelumnya berada di Bucha, tetapi biasanya beroperasi di Irpin, dan kerap melihat penembakan yang dilakukan Rusia dan adanya kejahatan perang.
Matthew mengatakan sejumlah tentara Rusia yang ditangkap pada hari-hari pertama penyerangan menyangka mereka sedang melakukan latihan militer di Belarusia.
Ia juga mengatakan pasukan Rusia diorganisir secara kacau dan dikendalikan oleh taktik gerilya Ukraina.
“Kemampuan taktik, peralatan yang digunakan, sangat memalukan untuk dilihat,” ujarnya.
“Peralatan mereka usang dan terlalu sering digunakan, jaringan pasokan mereka diatur dengan tergesa-gesa, non-taktis dan merupakan bencana, sehingga menimbulkan keyakinan bahwa mereka dikoordinasikan oleh militer di tempat pertama,” tambahnya.
Ia mengungkapkan kemampuan tempur tentara Rusia yang telah ditemuinya sangat buruk.
“Mereka tak memiliki kemampuan melawan serangan secara efektif, tak terorganisir dan sama sekali tak kompeten, tidak memiliki koordinasi di bawah tembakan dan tak memiliki bentuk komando dan kontrol apa pun,” tuturnya.
Sumber: The Moscow Times,AP/Daily Star/Kompas.TV