Cerita WNI di Ukraina yang Tetap Menjalankan Ibadah Puasa di Tengah Perang
Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) masih bertahan di Ukraina di tengah peperangan yang berkecamuk di negara itu.
Editor: Hasanudin Aco
“Di sini karena banyak turis dari Middle East beberapa tahun terakhir ini, dan saya pernah ke sana juga, ya restoran biasa,” kata Rini.
Supermarket halal yang tak jauh dari rumah Maysaroh menjual beragam rempah, keju, serta berbagai daging halal, seperti ayam, kambing, sapi, kelinci, bebek, dan kalkun.
Namun, Maysaroh mengaku, makanan di Ukraina kurang pas di lidahnya. Ia lebih sering masak makanan rumahan khas Indonesia, termasuk di bulan Ramadan tahun ini. Terkadang, ia pergi ke supermarket Thailand untuk membeli saus atau bahan pangan yang dapat ia racik sesuai dengan lidah Indonesia.
“Jadi saya berusaha biar enggak terlalu homesick, saya masak apa yang saya bisa ditemukan di sini. Sayur sop, tempe orek, kadang saya kalau bikin tempe kan saya stok tuh tempenya. Jadi kalau kangen bikin tempe goreng, orek tempe, dan suami suka itu,” ceritanya.
Yang juga selalu menjadi favorit di antara keluarga dan teman-teman Maysaroh yang berasal Ukraina adalah bakwan goreng, yang selalu ada di setiap acara.
“Bakwan itu udah paling top, go international. Pertama nyobain tuh mereka udah, 'wow' enak banget,' sampai sekarang favorit di (Ukraina),” katanya.
Sebelum terjadi invasi, Rini mengaku masih bersemangat untuk menyiapkan berbagai makanan khas Indonesia seperti rendang atau minuman es campur dan agar-agar untuk berbuka puasa.
Namun, untuk saat ini ia lebih memilih menu yang simpel, mengingat tidak mudah untuk mencari bumbu dan rempah yang biasa dipakai dalam masakan tradisional Indonesia.
“Sambal terasi pakai sayur, tahu, tempet, gitu aja udah nikmat banget kalau di Ukraina ya. Dan itu susah dicari,” tambah Rini.
Rindu Kampung Halaman
Rini mengaku sangat rindu menjalankan puasa di Indonesia. Ia masih teringat ketika dibangunkan untuk sahur dan saat menunggu waktu berbuka puasa.
“Karena kalau di (Ukraina) itu nungguin waktu buat berbuka puasa enggak ada rasa-rasa menunggu gitu, enggak ada. Kita cuman dikasih tahu notifikasi lewat HP waktunya berbuka, terus langsung aja makan. Jadi tidak terasa spesial seperti Ramadan di Indonesia,” ujar Rini.
Satu hal yang sangat dirindukan oleh Maysaroh adalah kedua anaknya yang masih tinggal di Indonesia. Mereka kerap menanyakan kabarnya.
“(Saya) ada anak yang usia 12 tahun ya. Nanya terus, Mama kapan pulang?” cerita Maysaroh.