Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pesta Miras saat Lockdown, Perdana Menteri Inggris Minta Maaf Langgar Aturannya Sendiri

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson meminta maaf kepada parlemen pada Selasa (19/4/2022), setelah didenda karena melanggar aturan lockdown Covid-19

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Pesta Miras saat Lockdown, Perdana Menteri Inggris Minta Maaf Langgar Aturannya Sendiri
AFP/HOLLIE ADAMS
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memberi isyarat saat ia menghadiri briefing media tentang pembaruan Covid-19 terbaru di ruang pengarahan Downing Street, London pusat pada 27 November 2021. - Inggris akan mewajibkan semua penumpang yang tiba untuk mengisolasi sampai mereka dapat menunjukkan PCR negatif tes terhadap Covid-19, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan Sabtu setelah strain Omicron baru muncul. (Photo by Hollie Adams / POOL / AFP) 

Meski beberapa pihak berulang kali memintanya mundur dari jabatan, sebagian besar menilai situasinya belum tepat.

Namun Mark Harper, politisi Partai Konservatif, memaksa Johnson untuk segera mundur dan mengaku tidak percaya ia bisa memegang jabatan PM.

Pemungutan Suara

Anggota parlemen akan memberikan suaranya pada Kamis, untuk memutuskan apakah skandal pelanggaran lockdown oleh PM Johnson harus dilanjutkan ke komite hak istimewa parlemen untuk penyelidikan.

Namun, mosi tersebut kemungkinan tidak akan lolos karena Johnson tetap mendapat dukungan dari sebagian besar anggota parlemen di Partai Konservatifnya dan masih dapat memimpin mayoritas di parlemen.

Dalam pernyataan pertamanya kepada parlemen sejak dijatuhi denda, Johnson berusaha menangkis beberapa kritik dengan berbicara tentang masalah lain yang dia hadapi, termasuk perang di Ukraina, krisis energi, dan imigrasi.

Tapi, polisi telah menyelidiki 12 pertemuan di Downing Street dan Perdana Menteri masih bisa didenda lagi.

BERITA REKOMENDASI

Tekanan juga akan meningkat, dengan anggota parlemen Konservatif lainnya diharapkan mempertimbangkan kinerja partai dalam pemilihan lokal pada 5 Mei, bersama dengan persepsi pemilih terhadap Perdana Menteri.

Sebuah jajak pendapat oleh JL Partners untuk surat kabar The Times meminta 2.000 orang untuk memberikan pandangan mereka tentang Boris Johnson.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, kiri, menyambut Perdana Menteri Inggris Boris Johnson di Kyiv, Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, kiri, menyambut Perdana Menteri Inggris Boris Johnson di Kyiv, Ukraina. ((Kantor Pers Kepresidenan Ukraina/ Tangkap layar Via CNN))

Baca juga: Ultimatum Rusia terhadap Ukraina Gagal, Barat Akan Kirim Lebih Banyak Senjata

Baca juga: Lockdown Shanghai Berujung Krisis Pangan, Harga Mi Instan Nyaris Tembus Rp 1 Juta per Kardus

Sebanyak 72 persen responden negatif, sementara hanya 16 persen yang positif.

Kata yang paling umum digunakan adalah "pembohong".

John Whittingdale, mantan menteri dari Partai Konservatif, mengatakan bahwa sementara banyak konstituennya marah, sekarang bukan waktunya untuk menggantikan perdana menteri karena perang di Ukraina.


"Kami saat ini menghadapi krisis paling parah dalam keamanan global kami untuk waktu yang lama dan penting bagi kami untuk tetap fokus mengalahkan Putin dan menghentikan agresi terhadap Ukraina," katanya.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas